49. Efek Kupu-Kupu

324 44 1
                                    

Athella menurunkan diri dari kereta kudanya dengan ekspresi netral. Hari ini dia berniat bertemu dengan Medeia di kedai yang sebelumnya sudah mereka berdua gunakan untuk bertemu (saat Medeia masih dikenal sebagai Psyche oleh khalayak karena tubuh mereka bertukar). Namun rupanya kereta kuda yang ia tumpangi mengalami sedikit kerusakan, jadi ia harus menunggu kereta kuda lain untuk bisa sampai.

Athella sebenarnya agak menyayangkan, tapi ketika melihat ekspresi kusir yang kelihatan pias seolah telah melihat kematian berlari ke arahnya, merasa kesalpun Athella tak tega. Akhirnya gadis itu hanya berusaha menenangkan sedikit sembari singgah sebentar di toko untuk membeli oleh-oleh yang ia niatkan akan diberikan kepada Medeia nantinya.

"Aku beli sarung tangan ini," Athella menunjuk sepasang sarung tangan renda berwarna hitam yang dihiasi permata amethyst di etalase, "oh, dan yang ini juga. Khusus untuk yang dua ini, bungkuskan saja langsung, aku akan langsung bawa. Aku juga ingin membeli beberapa perhiasan, bisa berikan aku katalog?"

"Baik, Nona," pelayan itu membungkuk dengan sopan, ia segera menggerakkan tangannya untuk meraih barang-barang yang telah Athella tunjuk di dalam etalase, kemudian menatap Athella dengan senyum yang benar-benar ramah, "Nona silakan duduk beristirahat dulu, kami akan segera mengantarkan katalognya."

Athella mengangguk, "Boleh."

[][][]

"Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan lagi, Nona?"

"Tidak ada, Ernie," Athella menyahut, ia mengangkat cangkir tehnya lalu menyesap teh itu perlahan—tehnya masih panas, "dibanding itu, kamu kelihatannya pucat."

"Ah, saya?" Ernie gelagapan, ia meremas-remas jarinya sendiri, "maaf karena membuat Nona jadi cemas..."

Athella menggulirkan matanya ke jendela yang terekspos dari tirai, ia meletakkan cangkir tehnya lalu kembali menoleh ke arah Ernie.

"Sebenarnya, ada apa?" sang Nona bertanya heran, "kamu kelihatan mencemaskan sesuatu..."

Keheningan menyambutnya setelah Athella meluncurkan pertanyaan. Walau begitu, Athella tak berniat untuk mengalihkan suasana maupun pembicaraan, ia hanya diam menunggu jawaban Ernie walau gadis itu tahu bahwa pelayannya ini berharap bahwa Athella bisa mengerti dan tak menanyakannya lagi.

"Saya ..." Ernie menyerah, "saya hanya mengkhawatirkan Lud- maksud saya, pak kusir."

"Oh, ya?" Athella menaikkan sebelah alisnya; heran, "kenapa begitu?"

"Akhir-akhir ini dia melakukan beberapa kesalahan ..." Ernie bercicit, merasa malu karena harus mengatakan hal seperti ini langsung kepada tuannya, "saya cuma ..."

"Khawatir aku akan memecatnya?" Ernie terkesiap, Athella kembali mengalihkan pandangannya ke depan sembari meraih cangkir tehnya untuk dia minum, "aku belum ada niatan, tapi aku bisa membayangkan akan memecatnya jika dia tak bisa bersikap kompeten."

Ernie kelihatan makin cemas, Athella melirik pelayannya itu dari sudut matanya kemudian memfokuskan pandangan pada pemandangan luar jendela—memperhatikan gerak-gerik kusir. Yah, kalau dipikir-pikir, kusir ini juga yang mengendarai keretanya ketika Athella bertemu dengan Phell waktu itu, entah kusir satu ini memang tidak kompeten atau nasib sial yang mengikutinya. Tapi Athella tak ingin asal memecatnya, bagaimanapun kusir ini termasuk dalam sedikit orang yang Athella bisa percaya.

"Jangan terlalu khawatir begitu dengan kekasihmu," Athella berucap lagi, "katakan padanya untuk lebih berhati-hati ke depannya, sudah dua kali, aku akan menganggap itu nasib sialnya saja, jika sampai lewat dari tiga kali, mungkin cara kerjanya yang bermasalah."

"...! Saya pastikan akan mengatakannya, Nona!"

Kemudian, pelayan lain yang Athella bawa; Vika, datang dan mengantarkan katalog, Athella segera meraih katalog itu dan membukanya, membaca-baca daftar perhiasan yang sekiranya akan memaut minat. Ia berdeham sembari membuka-buka halaman baru setelah menandai beberapa perhiasan yang menurutnya menarik.

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang