39. Medeia dan Psyche

368 74 14
                                    

"Acara pertunangan Meddie sisa 3 hari lagi, ya," Athella bergumam, mencatat hari itu dalam kalender yang ia buat sendiri, ia melingkari tanggal "4 Desember" dengan tinta hitam yang ia punya, kemudian bersandar pada kursi, "aku sudah lama tak berkabar dengan Psyche, anak itu lumayan membuatku khawatir..."

Athella bukan meragukan Psyche, tapi dia mengkhawatirkan keadaan gadis itu sekarang, saat terakhir mereka berbincang; Athella mengatakan lumayan banyak hal buruk tentang Iaros, Psyche bukan tipe yang keras kepala, bahkan ia melihat Athella seperti semua hal yang dikatakan gadis itu benar.

"Padahal di cerita aslinya, cinta Psyche pada Iaros itu sampai tingkat menyembah, 'kan..." gadis itu mengetuk-ngetuk mejanya pelan, tangan satunya mulai mencubit-cubit bibir bagian bawahnya sendiri, "kalau cintanya sebesar itu, ia pasti memilih untuk tak mempercayai orang lain sampai melihatnya sendiri, itupun ia masih akan berusaha menyangkal. Tapi dia bisa dibujuk oleh perkataanku yang penuh teori, bahkan tak bertingkah defensif..."

'Apa cinta Psyche tak sebesar itu?'

[][][]

"Putri Medeia sudah menerima hadiahnya, Yang Mulia," Iaros berbalik pada pelayan pribadinya.

"Apa yang dia katakan?"

"Saya diperintahkan untuk menyampaikan bahwa Putri sangat berterima kasih atas hadiahnya," balas pelayannya itu sembari membungkuk, Iaros yang mendengar itu memiringkan kepala.

"Hm?" seringai terpatri di wajahnya, "diperintahkan, katamu?"

Itu berarti belum tentu Medeia merasakan hal yang sama seperti yang sudah disampaikan, Iaros tidak bisa tidak tertawa, "Aah. ya ampun... dia selalu saja begitu."

'...selalu bertingkah di luar kendaliku,' senyum Iaros menghilang, 'dia harus diberi pelajaran juga.'

"Siapa yang memerintahkanmu?"

"Arabella Beliard, Yang Mulia."

"Arabella? Kakak perempuan Athella Nivallis?" Iaros menanyakan hal yang tak perlu dijawab, ekspresi kesal lelaki itu makin nampak, "ha!"

"Sepertinya mereka sekeluarga benar-benar menyebalkan, ya," Iaros mendesis, "haruskah kuhancurkan mereka sekeluarga? Mereka juga bukan bangsawan dengan sejarah yang panjang seperti Beliard atau yang lainnya, kakek mereka secara kebetulan hanyalah orang kuat yang membantu memperluas wilayah kekaisaran dengan memenggal kepala sana-sini."

Pelayannya diam saja mendengar itu, Tuannya memang selalu begini; orang yang berurusan dengannya selalu saja akan hancur dalam berbagai cara.

Dia juga... sudah lama hancur.

'Tidak, tidak, aku harus urus Psyche dulu,' lelaki itu membatin, ia melirik pelayannya yang masih diam bagai patung; menunggu perintah lain.

"Katakan pada mata-mata yang ada di kediaman Poli," Iaros membuka suara.

"Racuni Psyche, tapi jangan sampai mati, setidaknya lumpuhkan dia."

'Yah... walau kalau mati juga sebenarnya aku tak akan peduli, tapi akan menyusahkan untuk melihat tanggapan rakyat,' Iaros melanjutkan dalam batin, 'padahal tidak ada yang spesial darinya selain surai pirang dan tingkah sok suci menyebalkan itu.'

{}{}{}

Esok harinya; 2 Desember. Kediaman Beliard.

"Wajahmu lumayan cerah ya akhir-akhir ini." Medeia berujar santai sembari menyesap tehnya, Helio yang mendengar hanya berdehem.

"Ah, ada beberapa hal baik yang terjadi," Helio tersenyum tipis; namun ia tak bisa menyembunyikan rona yang mulai menampakkan diri di telinganya.

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang