"Nona Psyche ..."
Gadis pirang itu mengalihkan sorot dari pantulan diri di cermin. Mendapati Mara yang tampil setengah badannya di antara daun dan bingkai pintu, gadis yang agaknya lebih muda dibanding Psyche itu memegang daun pintu dengan erat-seolah merasa bersalah karena telah melakukan sebuah kesalahan besar.
"... Ada apa, Mara?"
Mara diam sebentar, pegangannya pada daun pintu mengerat sebelum kemudian mengumpulkan keberanian untuk berujar,
"Putra Mahkota datang berkunjung."
Napas Psyche tercekat.
[][][]
'Jangan gemetaran, Psyche ...' Psyche menarik napas dalam-dalam, berusaha agar tak gemetaran selama kakinya melangkah masuk ke arah di mana Iaros sekarang menunggunya, ia menggigit bibirnya sembari memejam mata. Sebanyak apapun dia berdoa agar ada kendala; perjalanannya menuju ruang tunggu yang ditempati Iaros berjalan lancar.
'Aku harus bisa menghadapinya ...'
Cklek.
Pintu terbuka saat Psyche baru saja berdiri di depan pintu dan tak sempat mengatakan apapun, terpaksa wanita itu melangkah masuk. Mendapati sosok yang sudah tak ingin lagi dilihatnya. Dengan aroma khas yang menerobos indra penciuman milik Psyche.
Padahal dulu Psyche sangat suka aroma ini. Dia akan memeluk Iaros dalam waktu yang lama kapanpun ia bisa sembari menghirup aroma yang baginya menenangkan itu dalam-dalam, Iaros akan terkekeh dengan manis sembari mengatakan tingkahnya imut. Tidak Psyche sangka, aroma yang sama justru membuatnya terjerembab ke kobakan trauma.
Iaros menoleh, pria itu kelihatan benar-benar lesu; layaknya seseorang yang tak meminum apapun kecuali air mata hasil patah hati. Melihat pemandangan itu, Psyche merasakan getir di hatinya.
"Psyche ..." suara yang menyambut indra pendengarannya adalah nada suara sumbang. Beda sekali dengan suara bernada seduktif yang menyapu pendengerannya di tubuh Putri Medeia beberapa hari lalu.
"Lama tidak bertemu," Iaros tersenyum sendu, "apa kabar?"
"... Ada apa datang kemari, Yang Mulia?" Psyche tak membalas ucapan lelaki itu, ia berusaha membangun temboknya setebal dan sekokoh mungkin, "saya harap saya tak melakukan sebuah kesalahan yang mengundang Yang Mulia ke sini."
"Aku tak ingin kamu ada di sini."
Baik di otak Iaros maupun Psyche, makna perkataan sang wanita sudah benar-benar jelas dan mutlak: ketidakinginannya mendapati setitikpun jejak Iaros di rumah yang berusaha ia jadikan tempat terdamai.
Psyche bahkan sengaja mengurai rambutnya yang telah dipotong sebahu, menunjukkannya pada Iaros sejelas mungkin agar lelaki itu mengetahui seberapa bertekad Psyche mengeraskan hatinya sekarang.
Ekspresi sendu tak kunjung luput dari wajah sang Putra Mahkota, ekspresi yang sedari tadi sudah nampak seperti akan luruh sekarang benar-benar meleleh. Tentu saja, semuanya itu kebohongan; mata yang penuh kesedihan itu bukanlah suatu hal yang boleh dianggap asli jika pemilik ekspresi adalah Iaros Orona Eperanto.
"Apa semudah itu semuanya di matamu, Psyche?" ia bertanya sendu, "aku tahu Medeia adalah sahabatmu ... tapi apa kamu benar-benar membuang semuanya seperti ini ...? Semua kenangan indah yang kita lalui dan buat bersama, apa semuanya tak ada artinya bagimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MASTERMIND | Helio Tropium
Fanfiction『What if I told you none of it, was accidental?』 - Athella, tanpa diduga memasuki dunia komik favoritnya sebagai gadis bangsawan yang bahkan tak pernah disebut dalam cerita asli! Di sini, Athella berusaha untuk menyelamatkan tokoh favoritnya: Helio...