Hestia sekarang benar-benar kurus.
Kantung mata wanita itu menebal; wajahnya yang dulu masih bisa cerah kini benar-benar kehilangan cahayanya. Tanpa harus dijelaskan secara terperinci, fakta bahwa keadaan wanita itu memburuk sudah lebih dari jelas.
Tapi satu yang tak berubah darinya: walau sudah terlihat bahwa ia terjerembab dalam kubang keterpurukan beberapa tahun belakangan; jiwa bangsawan wanita itu masih tetap ada; posturnya tegak dengan wajah yang telihat betul-betul tenang—lebih tepatnya seperti benar-benar kehilangan emosi.
"Aku dengar kau akan menikah," hening dipecah oleh sang wanita yang seharusnya Athella sebut "Ibu", "rupanya anak itu benar-benar berhasil mewujudkan cinta pertamanya, ya."
"Namanya Helio," Athella mengoreksi, teh yang disajikan tak kunjung ia sesap, "Helio Tropium; Marquess Tropium. Dia bukan anak kecil lagi."
Hestia mengangkat sorot, menilik gadis yang dia lahirkan dua puluh tiga tahun lalu itu dengan lamat. Tak lama, dengkusan lolos dari hidungnya; terdengar seperti reaksi ketika mendapati hal jenaka.
"Kau terdengar seperti melindunginya mati-matian dariku," ia berujar, terkesan santai, "kau juga tak kunjung menyentuh sajian sama sekali."
"Mari langsung ke intinya saja," Athella tak ingin berbasa-basi; ia mengernyit, "sebenarnya untuk apa Anda mengajak saya bertemu seperti ini?"
Hestia memandang putrinya itu dalam diam untuk sementara waktu, sebelum membuka mulut untuk berlontar.
"Aku ingin melihatmu," ujarnya, "terakhir kita bertemu saat umurmu masih sekitar ... tiga belas? Atau empat belas? Sekarang kamu sudah dua puluh tiga tahun. Sedikit lagi sudah dua puluh empat, resmi sepuluh tahun sejak saat itu."
"Aku tentu tak akan lupa usiamu," di wajah penuh keriputnya tergores senyum, andai saja ekspresi memiliki suara, maka senyuman Hestia adalah suara terlirih yang pernah ada, "momen kelahiranmu adalah saat di mana aku akhirnya berhenti menopang penderitaan selama sembilan bulan dan nyaris mengakhiri hidupmu yang saat itu baru lahir."
Athella diam saja; ia tak mengerti untuk apa Hestia harus memberi tahu informasi macam itu, Athella benar-benar tak butuh. Baginya tak ada lagi yang harus diangkat dari masa lalu yang sudah ia ingin tenggelamkan ke dasar muara.
"Jika bukan karena Simeon, ayahmu yang kau puja-puja itu," kata-katanya seolah dibaluri racun, "semuanya tak akan berakhir seperti ini."
"Cukup," Athella mengangkat tangannya, "saya tak ada minat mendengarkan cerita malang macam apa yang ada di balik tirai Anda itu."
"Apa?" Hestia terkekeh sinis, "selama ini kau menghabiskan waktumu membenci kekasihku karena melecehkanmu, kau mengutukku yang tak mau mendengarkanmu. Tapi sekarang malah berbalik tak ingin mendengarkanku yang menjadi korban ayahmu itu?"
Kernyitan menampakkan diri di kening Athella, melihat itu, sang ibu memicingkan mata dengan sinis.
"Kau," telunjuknya terarah pada Athella, "adalah contoh jika saja saat itu kau tak membunuh Jack dan tak melawan sama sekali malam itu. Sama seperti aku yang berakhir melahirkanmu dan saudari kembarmu yang bahkan belum sempat tahu rasa asi."
Napas Athella tercekat ... saudari kembar?
"Berhenti membicarakan omong kosong," gadis pirang itu berdiri dari duduknya, "saya tak ingin dengar apa-apa lagi."
"Kau ingin lari dari kenyataan?" Hestia mendongak menatap sosok yang menjulang di hadapannya, "ayahmu memang sosok yang brengsek, itu yang harus kau terima. Aku melahirkanmu saat itu dan tak ditemani siapapun selain Jack, kekasihku yang kau bunuh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MASTERMIND | Helio Tropium
Fanfiction『What if I told you none of it, was accidental?』 - Athella, tanpa diduga memasuki dunia komik favoritnya sebagai gadis bangsawan yang bahkan tak pernah disebut dalam cerita asli! Di sini, Athella berusaha untuk menyelamatkan tokoh favoritnya: Helio...