Happy reading, sorry for typo.
***
Alesya merasa sifat Ardi semakin aneh padanya, biasanya mereka berinteraksi seadanya dan tak berlebihan. Tetapi sejak pesta, tepatnya setelah semua warga sekolah tahu jika Alesya adalah adik dari Regan, Ardi berubah.
"Jangan ganggu gue."
Alesya menatap Ardi dengan tajam, sudah cukup seharian ini cowok itu mengikutinya. Bahkan tak hanya itu, Ardi juga duduk di mejanya tanpa seizinnya.
Tak hanya Ardi yang berubah, semua teman sekelas dan hampir semua murid di sekolah ini juga berubah. Semuanya berubah menatap baik-baik padanya, tak seperti dulu yang menatapnya dengan tatapan permusuhan.
Rasanya Alesya sudah tak tahan dengan keadaan sekolah, ingin sekali membuat ulah tapi setiap kali ingin membuat masalah dirinya selalu teringat pada perjanjiannya dengan Cakra.
"Cha, kita mau ke kantin. Mau ikut gak?"
"Cha, tugas sejarah kelompoknya sama kita yuk?"
"Cha, pulang sekolah nanti kita nongki yuk di cafe baru?"
"Echa, mau main gak ke rumah gue?"
Dan masih banyak lagi.
Jika seperti ini akhirnya, Alesya tak akan pernah mengakui Regan sebagai Kakaknya dan melarang semua temannya untuk tidak datang ke rumah. Alesya menyesal sekarang.
Kejadian itu telah berlangsung selama hampir satu semester, Alesya berhasil melewati hari memuakannya di sekolah. Ikut pembelajaran tanpa pernah bolos, juga ikut di setiap pertemuan eskul yang dia ikuti tanpa membuat ulah. Ah satu hal lagi, melewati hari dengan orang munafik seperti teman sekelasnya.
Setelah memastikan Ardi tak lagi mengikutinya, Alesya bernapas lega dan berjalan dengan santai menuju ruang guru. Setibanya di sana Alesya mengetuk pintu ruangan, hingga dia pun masuk setelah mendapat izin dari orang dalam.
"Om manggil aku?" tanya Alesya langsung.
Cakra yang tengah menatap laptop pun mendongak, bukannya masuk dengan ucapan salam malah menodongnya langsung dengan pertanyaan.
"Wa'alaikun salam." ucap Cakra dengan maksud menyindir.
"Kenapa Om panggil aku?"
"Kata pelatih karate di sekolah, kamu nolak buat ikut lomba antar sekolah mewakilkan sekolah. Kenapa?"
"Males, Om. Lagipula ikutan lomba gak ada di perjanjiannya."
"Tapi ada baiknya kamu ikut, bisa nambah prestasi dan piala kalau menang."
"Males ah Om, ujung-ujungnya juga pialanya di simpen di sekolah. Hadiahnya juga pasti cuma uang seratus ribu."
"Bukan hadiah yang jadi tujuan, tapi pengalaman."
"Lah Om, semua lomba pasti tujuannya juga buat menang hadiah."
Cakra memijat pelipisnya yang merasa pening, muridnya ini benar-benar memiliki pemikiran di luar kotak bahkan jauh dari kotak menurutnya.
"Yasudah, terserah kamu."
"Aku balik ya, Om."
"Kelas kamu kosong kan?"
"Iya, kenapa emang?"
"Kamu disini, bantu saya."
"Gak mau, aku ini murid Om bukan babu Om."
"Membantu seseorang itu dapat pahala lho."
"Tahu, tapi aku itu tipe orang yang pilih-pilih buat bantuin orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Gloretha [End]
Romance"Emang kamu yakin bakal dapatin suami sultan?" "Yakin dong." "Kamu tahu gak? Garda itu punya banyak saudara, yang artinya Garda bukan pewaris utama perusahaan keluarganya. Jadi kemungkinan Garda gak akan kayak se-sultan Papa kamu, emangnya kamu ga...