Part 23

6.6K 258 22
                                    

Happy Reading, sorry for typo.


***


Dengan sebuah kaos lusuh jaman dulu dan celana jeans belel selutut, Alesya rebahan di atas karpet ruang tengah. Televisi masih menyala tapi perhatian Alesya tertuju pada atap rumah, dengan pikiran yang sudah berkelana.

Sore ini dia baru selesai mandi setelah tadi membantu bekerja di restoran milik Haruto, karena tak terbiasa Alesya merasa sangat lelah dan akhirnya memilih rebahan di ruang tengah agar udara dari jendela yang terbuka mengenai tubuhnya.

Bosan sekali rasanya, Opanya masih berada di luar untuk berbelanja bulanan kebutuhan restoran dan Omanya tengah pergi kajian di masjid. Jadi di rumah dia hanya sendirian.

Sebenarnya terbesit keinginan dirinya untuk menghubungi keluarganya di Jakarta, tapi tak bisa karena ponsel milik Alesya di sita oleh Retta sedangkan di rumah ini tak ada telepon kabel.

Jika pun dia bisa menghubungi mereka, mungkin mereka masih enggan berbicara padanya karena masih marah atas kelakuannya yang menyebabkan dua orang masuk rumah sakit dalam keadaan serius.

Padahal Anggie dan Safna tidak sampai meninggal, tapi mereka menghukumnya seperti ini bahkan enggan berbicara dengannya. Ini keterlaluan, menurut Alesya.

Pegal di rasakan karena terlalu lama rebahan di atas karpet berbahan tipis, Alesya bangkit dan mematikan televisi di depannya.

Cuaca sore ini sedang cerah, karena bosan berdiam diri di rumah akhirnya Alesya memilih untuk pergi mencari angin di luar.

Suasana rumah di ramaikan oleh suara anak-anak yang tengah bermain, di tempatnya berdiri Alesya menatap lima orang anak lelaki tengah memainkan kelereng yang Alesya tak tahu bagaimana cara bermain. Lalu tatapannya beralih melihat kumpulan anak gadis yang juga tengah bermain, bedanya mereka tengah memainkan lompat tali dengan karet gelang dan juga ada dua anak yang tengah duduk memainkan congkak.

"Mbak! Mbak!"

Seorang anak kecil memanggil namanya membuat Alesya menunduk dan menatap anak gadis yang berdiri di depannya dengan senyum manisnya.

"Apa?" balas Alesya dengan judes.

"Mau ikutan main? Rame lho."

Alesya terdiam sejenak, sebelum akhirnya dia mengangguk. Tak ada salahnya juga bermain dengan bocah-bocah di sekitarnya ini, sepertinya cukup menyenangkan karena sedari tadi Alesya bisa mendengar tawa lepas mereka.

Seorang anak memberinya salah satu ujung tali panjang yang berasal dari kumpulan karet gelang, Alesya mengambil karet itu tanpa bantahan.

"Mbak, puter karetnya barengan ya."

Alesya memutar karet itu berlawanan dari jarum jam, hal itu membuat semua anak gadis di sekitarnya protes karena salah putaran. Alesya menerima dengan baik protesan mereka, lalu melakukannya kembali dengan benar.

Lima kali Alesya jaga, akhirnya gilirannya tiba. Postur tubuh Alesya yang mungil dan pendek membuat para bocah tak kesulitan memutar karetnya. Percobaan pertama Alesya gagal karena dia tak pernah bermain seperti ini, memang Regan punya alat lompa tali tapi Alesya tak pernah mencoba karena malas.

Suara tawa terdengar kala wajah Alesya di tampar oleh karet karena lompatannya tak sejalan dengan putaran, bukannya marah Alesya ikut tertawa karena kebodohannya.

"Gak papa Mbak, kita kasih Mbak kesempatan lagi."

Alesya terus mencoba dan kembali gagal, kegagalan itu menjadi bahan tertawa anak di sekitarnya. Entah kenapa tawa mereka menular pada Alesya, hal itu membuat Alesya ikut tertawa lepas bersama para bocah.

Extraordinary Gloretha [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang