Part 1

15.6K 526 4
                                    

Alesya menundukan kepalanya saat tatapan tajam dari tiga orang di depannya mengarah padanya, tubuhnya masih duduk emok dengan tangan yang di simpan di atas pangkuannya. Ini sudah biasa terjadi, hukuman ini di lakukan turun temurun dari Kakeknya yang asli orang Jepang.

"Lima kali, Alesya. Dalam tiga tahun, lima kali kamu kena drop out. Kalau bukan karena semester akhir, kamu pasti akan di drop out untuk ke enam kalinya." ucap Joe dengan datar dan tegas.

"Ya Tuhan Echa, kamu itu perempuan bukan sih?" keluh Retta, kepalanya yang mau pecah sudah dia tempelkan koyo cabe agar menghilangkan pening.

"Tingkah kamu bener-bener keterlaluan sekarang, Dek. Gimana kalau orang yang jatuh tadi mati? Bisa di penjara kamu." kini giliran Regan yang mengomel.

"Kalau aja Papa gak minta maaf ke keluarga korban dan umur kamu udah tujuh belas tahun, Abang yakin kamu bakal penjara seumur hidup."

"Echa minta maaf, Echa gak tahu kalau dia bakal jatuh ke tangga."

Sebenarnya Alesya tak terlalu mendengarkan omelan yang di layangkan padanya, dia hanya sudah tak tahan berada di posisi menyebalkan ini dan kakinya sudah mati rasa.

"Dengan cara apa lagi agar kamu bisa berubah, Alesya? Jawab. Apa yang harus kami semua lakukan agar kamu berubah?" ucap Joe yang hanya di balas keterdiaman oleh puterinya.

"Gloretha Alesya, jawab pertanyaan Papa."

"Gak ada, maaf." cicit Alesya.

"Sekarang kamu diam dan jangan beranjak. Sebelum Papa berikan hukuman untukmu, kamu harus duduk seperti itu."

"Papa.. Kaki Echa udah sakit.."

"Lebih sakit lagi orang yang kaki dan tangannya kamu patahkan."

"Itu kan bukan salah Echa Pa, dia sendiri yang jatuh."

"Katakan sekali lagi?"

Echa kembali menundukan kepalanya, tak lagi berani menatap Joe yang sudah menatapnya penuh intimidasi. Tatapan Joe memang bukan main-main, selama ini hanya Joe lah yang mampu membuat seorang Alesya mati kutu.

"Saya harus kembali." ucap Joe beralih pada istrinya.

"Ini udah jam tiga sore, kenapa harus balik ke kantor?"

"Semua jadwal saya undurkan, jadi saya akan pulang malam."

"Terus anak bungsu kamu gimana? Aku males ah, pusing urusin dia."

"Regan, awasi adikmu. Jangan biarkan dia kabur."

"Pa, Regan harus belajar."

"Belajar nya di sini aja anak ganteng, sekalian jaga adik kamu." ucap Retta dengan senyum lebarnya menatap putera sulungnya.

Mendengar itu mau tak mau Regan pun mengalah, sungguh bagaimana pun juga Regan tak suka dengan keberadaan Alesya saat dirinya tengah belajar. Alasannya ya sudah pasti, Alesya selalu merecokinya hingga Regan kehilangan fokus untuk belajar.

"Ya udah, kalian diem di sini ya tunggu Papa. Moma mau ke kamar dulu buat istirahat, sakit kepala." ucap Retta setelah mengantar kepergian Joe.

Kini ruangan besar itu tersisa sepasang anak Wangsa, Regan mulai duduk lesehan di depan meja yang sudah penuh dengan buku miliknya dan di depannya ada Alesya yang masih berada di posisi yang sama.

"Abang.." panggil Alesya dengan nada merengek.

"Hm." Regan berdehem sebagai balasan, matanya masih terpaku membaca buku.

"Kaki Echa sakit banget, Bang."

"Harusnya kamu bersyukur, Papa hukum kamu segitu aja. Kalau orang tua lain, pasti kamu udah di hapus dari daftar warisan."

Extraordinary Gloretha [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang