Selamat membaca, sorry for typo.
***
Satu minggu berlalu, satu minggu pula Alesya tak melihat Cakra. Lelaki itu benar-benar tak datang bahkan untuk menjenguknya sekalipun, yang Alesya tahu Cakra hanya menanyakan kabarnya dari orang rumah.
Jangan tanyakan bagaimana kabar Alesya yang di tinggal kabar suaminya, gadis itu uring-uringan setiap hari yang membuat seisi rumah pusing.
"Echa mau ketemu Mas Cakra!" pekik Alesya begitu melengking di rumah seluas samudra milik Joe ini.
"Berisik, Cha." tegur Retta.
"Echa kangen suami Echa, Moma."
"Ya mau gimana lagi? Cakra ngehindar dari kamu juga karena kenakalan kamu sendiri." omel Retta yang sudah mengetahui semua yang terjadi antara anak dan menantunya.
"Echa udah nyesel, Moma. Echa juga udah minta maaf, tapi kenapa Mas Cakra gak dateng-dateng juga sih?"
"Ya mungkin karena Cakra belum maafin kamu."
"Echa harus gimana, Moma? Kalau Mas Cakra minta cerai gimana?"
"Hush! Jangan sembarangan ngomong kamu, pernikahan kalian aja baru seumur biji jagung yang baru di tanam juga."
"Ya makanya Echa mau ketemu Mas Cakra, Moma."
"Ya terus gimana? Kamu buat Moma pusing aja!"
"Bantuin Echa, Moma!"
"Caranya?"
"Ya Moma yang pikirin, kan Echa minta tolong!'
"Astagfirullah.. Habis suara gue." Retta mengelus dadanya dan berdehem, suaranya serak karena aksi saling nyolotnya dengan Alesya.
"Momaa.."
"Apa, cantik?" tanya Retta menahan emosi dengan suara yang masih serak.
"Echa mau ketemu Mas Cakra, sekarang."
"Iya-iya, sekarang mending kamu masuk ke kamar aja. Tunggu Cakra di kamar."
"Gak mau! Echa gak mau masuk kalau Mas Cakra belum datang."
"Udah mendung ini, kamu mau kehujanan?"
"Pokoknya Echa gak akan masuk rumah sebelum Mas Cakra datang!"
"Terserah ah, pusing Moma."
Retta membawa nampan berisi cangkir dan teko teh kesayangannya dan melenggang masuk ke dalam rumah, niatnya yang ingin bersantai menikmati teh di sore hari harus gagal karena kerungsingan Alesya.
Sementara Alesya masih duduk manis di kursi pekarangan depan rumah, tak peduli jika langit mulai mendung.
Setelah meletakkan teko dan cangkir ke dapur, Retta memilih untuk memperhatikan putrinya lewat jendela dari dalam. Helaan napas keluar dari mulutnya melihat kegigihan Alesya, putrinya itu masih tetap diam meski terdengar gemuruh petir di langit.
Retta merogoh ponselnya yang ada di saku celananya, jemarinya tergerak menghubungi menantunya.
"Wa'alaikumsalam, Cakra. Moma mau kamu pulang sekarang, jangan melarut-larut masalah. Selesaikan masalah kalian sekarang, Moma gak mau tahu."
Setelah mengatakan itu, Retta langsung memutuskan sambungan tanpa menunggu balasan dari menantunya. Biarlah Cakra menyangka dirinya tak sopan, tapi kesabaran Retta sudah habis sekarang. Tak seharusnya Cakra melarut-larut masalah seperti ini, meskipun Alesya yang bersalah tapi perbuatan Cakra saat ini bukanlah keputusan yang bijak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Gloretha [End]
Romance"Emang kamu yakin bakal dapatin suami sultan?" "Yakin dong." "Kamu tahu gak? Garda itu punya banyak saudara, yang artinya Garda bukan pewaris utama perusahaan keluarganya. Jadi kemungkinan Garda gak akan kayak se-sultan Papa kamu, emangnya kamu ga...