Happy Reading, sorry for typo.
***
Keesokkan harinya, Alesya memilih bolos dari sekolah. Sejak kemarin, dia memilih untuk mengurung diri di kamar tanpa mau keluar. Hal ini membuat Regan, Retta dan Joe bingung dengan sikap Alesya.
Alesya tak membiarkan siapapun masuk ke dalam kamar, dia hanya membukakan pintu pada pelayan yang mengantarkan makan untuknya.
Hal itu berlangsung hingga esok harinya, Alesya berteriak pada Abangnya untuk memberikan surat izin tidak masuk kepada wali kelasnya. Mereka yang tak tahu apa yang terjadi pun hanya bisa menurut, Retta membuat surat tertulis sebagai surat izin kepada wali kelasnya agar Alesya tak di anggap alpa.
Karena Alesya enggan keluar dari kamar, Retta memilih untuk tidak pergi ke restorannya karena ada sedikit rasa khawatir tentang kondisi Alesya, selain itu juga Joe memintanya untuk di rumah menemani putri bungsunya.
Tentu seisi rumah bingung, pertama kalinya Alesya bersikap seperti ini. Mengurung diri di kamar tanpa mau bertemu orang rumah, Alesya bukan orang yang seperti itu. Jikapun memang dia marah, dia pasti lebih memilih berteriak dan membuat rumah gaduh.
Retta tahu ada yang terjadi.
Wanita dua anak itu masih setia menunggu di lantai empat, duduk di sofa yang ada di sana menunggu anak gadisnya membukakan pintu. Sudah dari pagi dia terus berceloteh, tapi tak ada sedikit pun tanda-tanda Alesya akan membuka pintu.
Tak lama kemudian pintu sedikit terbuka, hal itu membuat Retta berdiri. Namun, baru satu langkah saja pintu lebih dulu di tutup setelah mengeluarkan nampan berisi piring kosong. Retta bahkan tak bisa melihat keadaan Alesya karena pintu hanya di buka untuk mengeluarkan nampan.
Dengan kesabaran yang mengikis, Retta berjalan menuju pintu dan menggedor pintu itu dengan kencang.
"Echa! Buka pintunya! Jangan buat Moma marah ya!"
"Gak mau! Echa mau menghilang dari bumi! Moma pergi aja!" balas Alesya dari dalam.
"Echa! Kamu kenapa sih? Perlu Moma dobrak pintunya hah?!"
"Coba aja, Moma pasti gak akan sanggup."
"Echa! Buka pintunya!"
"Gak mau! Huaaa... Momaa... Huhuu.. Hiks."
"Kamu kenapa sih..? Coba buka dulu pintunya, cerita sama Moma sini." Retta mulai melembutkan nada bicaranya mendengar tangisan Alesya dari dalam.
"Gak mau.. Nanti Moma ledek Echa."
"Gak akan."
Retta menendang pintu itu untuk terakhir kali sebagai melampiaskan kekesalannya, lalu dia pun memilih untuk turun dari lantai empat menuju kamarnya. Tubuhnya letih karena marah dan emosi, dia perlu istirahat. Setidaknya, dia tahu jika Alesya dalam kondisi baik dan tidak kelaparan.
Sore harinya, Regan dan Joe pulang di jam yang sama. Joe memutuskan untuk tidak pulang terlambat untuk melihat kondisi putri bungsunya, pekerjaannya tidak tenang karena bocah cantik itu.
"Echa belum keluar juga, Ma?"
"Belum, Moma frustasi lama-lama."
"Tapi dia masih mau makan kan?"
"Masih lah, apapun yang terjadi makanan nomor satu buat anak kamu itu."
Joe menghela napas, matanya menatap pintu kamar Alesya yang tertutup rapat. Entah masalah apa yang telah terjadi, hingga putrinya mengurung diri seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Gloretha [End]
Romance"Emang kamu yakin bakal dapatin suami sultan?" "Yakin dong." "Kamu tahu gak? Garda itu punya banyak saudara, yang artinya Garda bukan pewaris utama perusahaan keluarganya. Jadi kemungkinan Garda gak akan kayak se-sultan Papa kamu, emangnya kamu ga...