Sorry for typo, happy reading
***
Keringat mulai keluar membanjiri wajah dan lehernya, napasnya mulai memburu, kelopak matanya bergerak karena tak nyaman dengan tidurnya, lenguhan dari mulutnya terdengar samar-samar seperti orang ketakutan.
Tak lama kemudian, matanya terbuka dengan lebar. Napasnya masih tergesa, keringatnya semakin keluar sehingga membuat bantal menjadi basah.
Alesya menarik napas dan menghembuskannya perlahan, dia lakukan hal itu beberapa kali hingga dirinya merasa tenang.
Mimpi buruk itu datang lagi, padahal selama ini Alesya sudah melupakan kejadian itu tapi bayangan mimpi buruk itu kembali hadir lagi setelah dia bertemu dengan sebagian masa lalunya.
Anggie dan juga Safna. Sungguh Alesya sudah melupakan mereka selama ini, tapi dengan seenaknya mereka datang kembali tanpa rasa bersalah sedikit pun dan mengingatkannya kembali.
Alesya duduk dari tidurnya dan melipat tangannya di atas lutut, lalu dagunya dia taruh pada lengannya. Tatapannya menatap kosong ke depan, membiarkan pikirannya mengambil alih.
Selama ini tak ada yang tahu apa yang dia alami selama ini, tentang penculikan itu. Keluarganya hanya tahu jika dia di culik oleh wanita gila, lalu wanita gila itu berhasil di penjara. Hanya itu, tak ada yang tahu apa yang terjadi selama tiga hari itu.
Alesya bisa bersikap biasa saja dan menjadi kuat karena kejadian itu, faktanya kata-kata yang wanita itu katakan selalu teringat dalam kepalanya. Alesya akui, sifatnya bisa terbentuk karena perkataan wanita itu.
Menyakiti siapapun yang mengusik, menjauhi setiap orang yang ingin dekat dengannya dan sifat arogansinya yang semakin besar.
Alesya tak memiliki trauma apapun setelah penculikan itu, bahkan terhadap kucing ataupun anjing saja Alesya tetap biasa saja. Hanya satu yang berubah, hatinya yang begitu membenci orang asing.
Tak ada rasa penyesalan yang Alesya rasakan setelah menyakiti Anggie dan Safna, sama seperti saat dia menyakiti korban bully yang telah dulu dia lakukan.
Jadi Alesya rasa apapun hukuman yang di berikan oleh kedua orangtuanya akan percuma, dia tak akan pernah jera. Dari dulu Alesya melakukan ini untuk perlawanan diri, Alesya tak akan memulai jika tak ada yang mengusik.
Seperti sekarang, hukuman Joe yang memindahkannya ke Jepara— kampung halaman Retta tak akan mengubah apapun.
"Echa, kamu udah bangun?"
"Kenapa Oma?"
"Ayo antar Oma nyuci baju di sungai."
Alesya hanya mengangguk dan beranjak dari ranjang, setelah membereskan ranjang kecil yang dia tiduri. Kamar ini adalah kamar bekas Ibunya dulu, kamar ini memiliki ukuran yang kecil. Isi satu petak kamar itu hanya ada satu ranjang kecil, satu lemari dan meja belajar. Tak ada kamar mandi, karena di rumah ini hanya ada satu kamar mandi yang dekat dengan dapur.
Kegiatan Alesya disini sebenarnya cukup membosankan dan berat, karena disini Alesya harus melakukan semuanya sendiri tanpa ada pelayan ataupun fasilitas.
Seperti sekarang, Alesya harus mencuci bajunya di sungai. Padahal di rumah Oma Opa nya ada kamar mandi yang cukup luas dan satu mesin cuci tapi karena perintah Joe, Fatma tak memperbolehkan cucunya untuk mencuci dengan mudah.
"Pagi Opa." sapa Alesya memeluk Haruto— Opanya dari belakang yang tengah duduk di kursi depan rumah.
"Pagi, cucu Opa yang cantik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Gloretha [End]
Romance"Emang kamu yakin bakal dapatin suami sultan?" "Yakin dong." "Kamu tahu gak? Garda itu punya banyak saudara, yang artinya Garda bukan pewaris utama perusahaan keluarganya. Jadi kemungkinan Garda gak akan kayak se-sultan Papa kamu, emangnya kamu ga...