Part 36

6.3K 313 23
                                    

Happy Reading, sorry for typo.

***

Setelah menikmati waktu seminggu di Inggris, keluarga Joe akhirnya memutuskan untuk pulang. Setelah wisuda, Alesya memang memaksa keluarganya untuk menetap lebih lama untuk berlibur. Hingga hari ini tiba, hari dimana mereka harus pulang ke kampung mereka.

"Papa sama Moma kenapa ajak dia bareng kita sih?"

"Hush! Yang sopan kamu sama Cakra." teguran Retta kali ini tak mempan.

"Om juga kenapa balik ke Indonesia, pergi aja yang jauh biar kita gak ketemu lagi!"

"Gloretha."

Mendengar suara Joe, Alesya pun bungkam dan berlalu untuk berjalan bersama Regan di depan. Saat ini mereka sedang menuju perjalanan ke pesawat.

"Jet punya kita masih di pake Kakek ya?" tanya Alesya.

"Iya, untung ada Cakra yang nawarin kita buat ikut."

"Kok bisa?"

"Cha, kita itu pulang pake pesawat pribadinya Pak Cakra."

Seolah tersambar petir di siang bolong, Alesya menghentikan langkahnya membuat langkah mereka semua ikut terhenti.

"Makanya kamu tutup mulut kamu, untung Cakra orangnya penyabar. Kalau enggak, mungkin kamu gak bakal di terima masuk ke pesawatnya."

"Ayo, Cha."

Regan menarik lengan adiknya untuk kembali berjalan, selama itu Alesya tak lagi membuka suara karena Alesya bergelut dengan pikirannya.

Sangat jarang orang Indonesia memiliki pesawat pribadi, walaupun orang terkaya sekalipun contohnya seperti keluarga Garda. Jika memang ada, pasti orang itu sangat-sangatlah kaya sampai bisa mempunyai pesawat pribadi seperti keluarga Wangsa.

Jika saja orang itu bukanlah Cakra, sudah pasti dia akan menjadi kandidat nomor satu sebagai suami-able bagi Alesya. Sayangnya orang itu Cakra, karena itu Alesya tetap memilih Garda sebagai calon suaminya.

Tibanya di badan kapal, Alesya tak henti menelisik keadaan dalam kapal untuk melihat semewah apa pesawat pribadi dari Cakra. Ternyata tak sebesar dan semewah milik keluarganya, tapi meskipun begitu jangan kira kalau pesawat ini murah, karena kenyataannya sangatlah mahal.

"Om, si Shane-Shane itu gak di bawa?"

"Shane siapa?" tanya Retta ikut nimbrung.

"Ituloh Moma, pacarnya si Om."

"Kamu punya pacar, Cakra?" Retta beralih menatap Cakra.

"Bukan, Mbak."

"Kasihan banget sih si Shane-Shane, gak di akui pacarnya sendiri. Pasti nyesek."

"Udah deh kamu diem, nanti kalau Cakra marah terus tendang kamu dari atas bahaya lho."

Di bangkunya Alesya menoleh menatap Cakra yang duduk di bangku seberangnya, dengan jahil Alesya menjulurkan lidahnya  pada Cakra yang menatapnya.

Saat Alesya beralih menatap jendela, Cakra tak bisa menahan kekehan gelinya. Umur saja kepala dua, sikapnya masih seperti remaja belasan tahun.

Setelah pesawat sudah berada di atas awan, tak ada lagi obrolan yang terdengar karena si biang onar sudar terlelap di sandaran Kakaknya.

"Dia tidur, suasana langsung tenang." celetuk Retta saat melihat putrinya sudah terlelap nyenyak.

"Di belakang ada satu ranjang, Alesya bisa tidur disana." ucap Cakra.

Extraordinary Gloretha [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang