Part 44

5.8K 237 1
                                    

Selamat membaca, sorry for typo.

***
 

Setelah melakukan kewajibannya untuk menyiapkan sarapan— menyebutkan menu makanan saja sebenarnya karena pelayan yang memasak, Alesya memilih menghindar dari Cakra.

Bagi Alesya, saat ini Cakra sedang dalam mode anjing galak alias liar. Maka dari itu, Alesya lebih memilih untuk berdiam diri di halaman belakang dapur yang jauh dari kawasan Cakra.

Biasanya, belakang dapur ini di gunakan para pembantu rumah tangga untuk beristirahat di sela pekerjaannya karena halaman yang tak lebih dua meter luasnya itu terlihat nyaman karena selalu di jaga kebersihannya. Tapi untuk hari ini, mereka terpaksa terusir karena Alesya memonopoli tempat mereka beristirahat.

Alesya tak membawa ponsel, agar Cakra tak bisa menghubunginya. Kegiatan Alesya di sana hanya memainkan permainan ular tangga yang entah milik siapa, memanggil salah satu pelayan sebagai lawannya.

"Nama lo siapa?" tanya Alesya pada pelayan yang tampak masih muda.

"Esa, Bu." balas pelayan itu dengan sopan.

"Umur?"

"Dua puluh lima."

"Jangan deket-deket sama Cakra ya, tugas lo di dapur aja."

"Tugas saya hanya membereskan kamar, Bu."

"Enggak, ganti aja ke yang lebih tua aja. Lo di dapur aja tugasnya."

"Baik, Bu."

Alesya mangut-mangut puas, perempuan di depannya itu memiliki rupa yang lumayan meski masih cantikan dirinya. Maka dari itu, Alesya meminta Esa untuk berpindah tugas dengan tujuan mempertipis kesempatan Esa bertemu dengan Cakra. Alesya hanya mengantisipasi dari adanya bibit-bibit pelakor dari rumah tangganya.

"Lo udah punya pacar?"

"Saya gak punya waktu untuk pacaran, Bu."

"Cari dong, lo harus punya pacar."

"Tujuan saya sekarang adalah melunasi hutang keluarga saya, Bu."

"Hutang?"

"Iya, alasan saya bekerja disini karena saya harus membayar hutang keluarga saya."

"Emang berapa hutangnya?"

"Seratus juta."

"Sekarang udah kebayar berapa?"

"Dua puluh juta."

"Berarti sisa delapan puluh juta lagi?"

"Delapan puluh lima juta, Bu." koreksi Esa.

"Lho kok gitu?"

"Bunganya naik setiap bulan."

"Rentenir?"

"Iya."

Alesya tak pernah tahu rasanya terlilit hutang, karena itu balasannya hanya mangut-mangut saja.

"Kenapa lo bisa kerja disini?"

"Ada tetangga saya yang kerja disini juga, katanya gaji disini besar jadi saya calonkan diri untuk kerja disini."

"Lo lulusan SMA?"

"SMP, Bu."

"Kok bisa putus sekolah? Karena ekonomi?"

"Saya di nikahkan orangtua saya."

Alesya melongo mendengarnya, dia tak menyangka akan mendengar cerita penuh masalah salah satu pelayannya. Padahal niatnya hanya ingin menghilangkan rasa bosan.

Extraordinary Gloretha [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang