Happy Reading!
Sorry for typo!***
Setelah satu minggu di isi dengan masa pengenalan murid baru, minggu ini para murid baru sudah mulai belajar dan mengenakan seragam baru mereka. Seperti ciri khas, semua murid dengan percaya dirinya mengenakan seragam yang masih terlihat lipatan pakaiannya dan seragam yang longgar. Setiap alumni, senantiasa mengingat momen itu.
Begitu pula dengan Alesya, seragam yang cukup longgar di tubuh mungilnya membuat dia harus mendengus kesal. Alesya tak nyaman, dia lebih nyaman mengenakan pakaian yang pas di tubuhnya tak kekecilan dan tak juga kebesaran seperti ini.
Lengan baju yang harusnya setengah bahu, ini malah jatuh menyentuh siku. Alhasil Alesya melipat lengan bajunya layaknya preman.
Hari pertama biasanya para murid akan mengenakan atribut yang lengkap, dasi, ikat pinggang, kaos kaki panjang dan sepatu. Tapi lain hal dengan Alesya, gadis itu dengan percaya dirinya memakai seragam tanpa atribut lengkap.
Alhasil penampilan Alesya membuat Cakra yang sejak awal menyadari kesalahan murid didiknya pun bertindak, lelaki dengan kemeja biru tua itu melangkah dan berhenti di hadapan Alesya.
"Halo, Om." sapa Alesya dengan wajah di buat datar.
"Apa seperti ini pakaian seorang murid?" tanya Cakra, sontak membuat Alesya menunduk melihat tubuhnya sendiri.
"Apanya yang salah Om? Aku masih pake seragam kok. Oh atau Om mau aku pake lingerie yah?" tanya Alesya dengan mata polosnya.
"Jaga bicara kamu kepada guru."
"Udah deh Om, aku lagi males buat cari ribut sama Om. Jadi saya meminta dengan baik-baik, Om pergi aja deh. Urusin murid yang lain aja, mentang-mentang Om di bayar Papa."
Mendengar itu Cakra mulai geram, tapi meski begitu dia tetap mempertahankan ekspresinya seperti biasa. Dengan pasti, Cakra berjalan mendekat dua langkah mendekati Alesya. Sontak Alesya yang tak tahu apa tujuan Cakra pun dibuat bingung, tapi karena tak mau kalah Alesya masih mempertahankan posisinya.
"Dasi, ikat pinggang, kaus kaki, sepatu. Apa menurut kamu, mereka sudah sesuai?"
Tanpa sadar Alesya menelan saliva kasar saat dia merasakan aroma napas Cakra yang begitu harum menyapa hidung mungilnya, tak lama kemudian dia memilih untuk langsung memalingkan wajahnya dengan rona pipi yang mulai tampak.
"Kenapa kamu merona?" bisik Cakra lagi tanpa berniat menjauhkan wajahnya, mungkin akan jadi masalah jika ada orang yang melihat posisi mereka tapi Cakra pastikan tak akan ada siapapun yang melihat kejadian ini.
Plak!
Cakra merasa kehilangan fokus sejenak, hingga tatapannya menatap tangan Aleya yang tadi menamparnya masih tergantung.
"Kamu berani memukul guru sendiri?"
"Kata Papa sama Abang, cowok mesum itu halal buat di pukul." balas Alesya dengan nada cepat, lalu dengan cepat gadis itu pun berlari dan pergi meninggalkan Cakra seorang diri.
Sepeninggalan Alesya, Cakra di buat kesal. Baru kali ini dia berhadapan gadis bengal senakal Alesya, tapi hal itu semakin membuat Cakra penasaran untuk melumpuhkan gadis itu. Cakra tak akan menyerah yang pasti.
Dengan punggung tegap dan langkah yang pasti, Cakra kembali berjalan dengan tujuan ruang guru. Setibanya di sana, Cakra melangkah masuk ke ruangan pribadinya. Lalu Cakra mengambil sebuah barang, sebelum dirinya kembali meninggalkan ruangannya.
Kini langkah Cakra tertuju ke ruang kelas, memang jam pelajaran belum di mulai. Karena tujuan Cakra menuju kelas bukan untuk mengajar, tetapi mendisiplinkan murid didiknya yang bernama Gloretha Alesya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Gloretha [End]
Romance"Emang kamu yakin bakal dapatin suami sultan?" "Yakin dong." "Kamu tahu gak? Garda itu punya banyak saudara, yang artinya Garda bukan pewaris utama perusahaan keluarganya. Jadi kemungkinan Garda gak akan kayak se-sultan Papa kamu, emangnya kamu ga...