'Phenia' sebutan untuk tempat berdoa terbesar yang terletak dipusat kota kerajaan Bellvania. Pimpinan tertinggi dari tempat ini seorang Migel orang yang diyakini mendapatkan kemuliaan dan anugerah dari Dewa. Tempat ini dibangun semegah mungkin. Dindingnya dicat perpaduan antara warna putih dan emas. Memiliki halaman yang begitu luas, ini dilakukan agar setiap acara berdoa besar-besaran bisa menampung sebanyak-banyaknya rakyat Bellvania.
Seperti sekarang halaman tampat itu sudah dipenuhi dengan ratusan rakyat Bellvania sedangkan dalam bangunan Phenia sudah dipenuhi dengan para bangsawan. Mereka semua berkumpul ditempat ini untuk mendoakan mantan Ratu mereka Ratu Rosalina yang telah wafat sekaligus mendoakan Putra Mahkota yang berulang tahun hari ini untuk diberikan umur panjang.
Migel maju kedepan untuk memimpin doa di belekangnya berdiri Raja Hugo, Ratu Quanda, Putra Mahkota bahkan Pangeran Charlos yang terkenal memiliki penyakit imun tubuh rendah turut hadir di tempat ini.
Jane mendongak ke atas untuk melihat Julian karena posisi Migel dan keluarga kerajaan berada di tempat yang lebih tinggi dari tempat Jane berdiri. Ternyata prasangkanya selama seminggu ini pupus sudah.
Jane kira setelah apa yang dilakukan Julian kepadanya dan keluarganya mampu menghilangkan rasa itu mampu membuatnya membenci pria brengsek itu tapi tidak, rasa itu masih ada masih sama menyakitkannya.
Dia tidak membenci Julian, Jane sadar semua ini salahnya yang terlalu memaksakan Julian harus bersamanya. Jane hanya merasa kecewa semudah itu bagi Julian menghukum penggal dirinya beserta orang terkasihnya seharusnya Julian mengerti dengan yang Jane lakukan.
"Damailah di sana Ratu Rosalina dan semoga Yang Mulia Putra Mahkota selalu diberikan keberkahan!" teriak Migel mengakhiri doanya. Jane tersentak dari lamunannya dan memperhatikan sekitar.
"Berdosanya kau Jane disaat orang lain mendoakan Ratu Rosalina kau malah melamun memikirkan pria brengsek itu" batin Jane."Jane," merasa namanya dipanggil Jane menoleh kearah Duchess Letizia, "Duduk," lanjutnya.
Jane memperhatikan sekali lagi sekitarnya ternyata semua orang sudah duduk dan tersisa dirinya yang berdiri. Jane meringis karena merasa malu.
Jane langsung duduk di tempatnya melihat kearah Julian betapa terkejutnya Jane ternyata Julian juga melihat kearahnya. Tatapan itu selalu sama sejak dulu datar dan tajam.
Duke Aldrich mengusap belakang kepala Jane, "Kau baik-baik saja?" tanyanya.
Jane memutuskan pandangannya dari Julian melihat kearah Duke Aldrich.
"Aku baik-baik saja hanya sedikit merasa pusing," jawab Jane.
"Ayah akan panggilkan Ana untuk menemanimu pulang ke rumah. Raja akan mengerti dengan keadaanmu," ucap Duke Aldrich dengan khawatir.
"Aku sungguh baik-baik saja ayah, tenanglah," Jane tersenyum tulus memberikan pengertian pada ayahnya.
Duke Aldrich menghela nafas pelan, "Baiklah, katakan jika kau merasa tidak nyaman."
"Hm," jawab Jane dengan anggukan pelan.
Duke Aldrich dan Jane melihat kedepan memperhatikan Raja Hugo yang sedang berbicara. Kali ini Jane tidak melihat kearah Julian. Ternyata pengaruh Julian masih terlalu besar untuk hatinya. Dia tidak bisa jatuh untuk kedua kalinya.
"Ada apa?" tanya Duchess Letizia pada suaminya.
"Tidak ada apa-apa," jawab Duke Aldrich.
"Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Duchess Letizia kedua kalinya.
"Semua baik-baik saja tenanglah."
Duchess Letizia mengganguk mengerti walaupun khawatir dengan keadaan putrinya.
*****
Acara berlangsung dengan lancar semua bangsawan berdiri beramai-ramai berjalan kearah Julian untuk memberikan selamat.
Jane menahan tangan ayahnya saat Duke Aldrich dan Duchess Letizia ingin berjalan menemui Raja dan Putra Mahkota."Ada apa Jane?" tanya Duke Aldrich.
"Bolehkah aku kembali lebih dulu?" Jane menjeda ucapannya, "Aku merasa tidak enak badan."
Duchess Letizia langsung merangkul bahu Jane, "Ayo sayang kita pulang tidak perlu menemui Raja dan Putra Mahkota. Tidak apa-apa semuanya akan baik-baik saja."
"Tidak ibu, aku akan pergi sendiri. Aku akan mencari Ana untuk menemaniku," tolak Jane.
Terlihat Duke Aldrich dan Duchess Letizia tidak suka dengan ide Jane. Melihat wajah orang tuanya yang tidak setuju Jane mencoba memberikan pengertian.
"Ayah ibu aku tahu dimana tempat para pelayan menunggu, tenanglah aku akan baik-baik saja."
Jane baik-baik saja hanya sedikit tidak nyaman. Dia melakukan itu hanya untuk menghindari Julian. Dia akan merasa bersalah jika orang tuanya tidak bertemu Raja dan Putra Mahkota hanya karena dirinya yang berbohong.
"Sayang kau tahu..."
Belum selesai Duke Aldrich berbicara Jane sudah memotongnya, "Ayah kumohon," lirih Jane.
Duke Aldrich dan Duchess Letizia saling pandang tidak tahu harus melakukan apa mereka tahu putrinya ini sangat keras kepala. Mereka hanya bisa menghela napas.
"Baiklah. Jaga dirimu kami akan cepat kembali," akhirnya Duke Aldrich dan Duchess Letizia mengalah.
"Terima kasih!"
"Nanti ayah akan memberikan pengertian pada Raja dan Putra Mahkota."
Jane berhambur kepelukan ayahnya, "Kau yang terbaik ayah."
Duchess Letizia berdehem.
"Baiklah kau hanya memiliki ayah yang baik dan ibu yang buruk."
Mendengar itu Jane dan Duke Aldrich merenggangkan sedikit pelukan mereka tersenyum melihat Duchess Letizia yang berpura-pura merajuk.
"Kemarilah ibu. Kau juga yang terbaik," Jane menjeda ucapannya berpikir sebentar, "Aku juga akan memasukkan Ana dalam list." Mereka kemudian tertawa sambil berpelukan.
*****
Duchess Letizia membantu Jane memakai jubah, menutup kepala Jane menggunakan tudung jubah. Sebelum Jane pergi Duke Aldrich dan Duchess Letizia mencium kening putrinya.
"Kami menyayangimu."
"Aku juga. Aku pergi." Jane membalikkan badannya terus melangkah. Dia ingin melihat kearah Julian tapi ditahannya Jane takut kalah dengan hatinya.
Duke Aldrich dan Duchess Letizia memandang putri mereka sedih. Semenjak sadar dari koma tujuh hari lalu Jane menjadi sosok yang pendiam dan banyak melamun tidak seceria dulu.
Sedangkan di tempatnya Julian ternyata memperhatikan interaksi Jane dan orang tuanya. Julian merasa heran saat Jane pergi berjalan keluar dari Phenia. Tidak seperti biasanya Janelah orang pertama yang akan menghampirinya setelah acara selesai.
Julian terus menatap punggung Jane yang terus berjalan menuju pintu. Bahkan Jane sama sekali tidak melihat kerahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...