Sudah lima balas menit Jane berjalan mengelilingi tempat ini dan belum juga menemukan keberadaan Ana. Tadi dia pergi ke tempat biasa pelayan menunggu tapi Ana tidak ada di sana.
Jane mencoba menunggu selama lima menit mungkin Ana pergi keluar sebentar dan akan kembali tetapi Ana tidak kunjung datang. Bosan menunggu akhirnya Jane memutuskan untuk mencari Ana di luar.
Di sinilah Jane sekarang duduk bersandar pada salah satu pohon yang tumbuh rindang di halaman Phenia.
"Hah," hembusan napas Jane terdengar kasar karena kelelahan.
"Aku akan memecatmu Ana karena telah membuatku kelelahan."
Jane memperhatikan sekitarnya dia tersenyum melihat rakyat Bellvania begitu menyayangi Putra Mahkota mereka, semua ini karena mereka sangat menyangangi Ratu Rosalina dan menyayangkan nasib Putra Mahkota mereka yang harus kehilangan sosok ibu saat dirinya lahir.
Banyak dari mereka yang tidak menyukai Ratu yang sekarang Ratu Quanda. Mereka menyalahkan Ratu Quanda atas kepergian Ratu Rosalina.
Ratu Rosalina terkenal akan kecantikannya dan kebaikannya. Pembawaannya yang anggun dan lemah lembut. Seandainya Julian mewarisi sisi lembut ibunya tetapi dia hanya mewarisi warna rambut Ratu Rosalina selebihnya mengikuti Raja Hugo.
Semua rakyat terlihat bahagia dan ceria mereka tidak tahu saja kalau Putra Mahkota sangat membenci hari ini.
Ini hanya acara berdoa bersama acara puncak perayaan ulang tahun Julian akan dilaksanakan tiga hari lagi. Sengaja tidak dirayakan hari ini untuk menghormati Ratu Rosalina.
Angin berhembus pelan membuat Jane mengantuk karena kelelahan, "Sepertinya tidur sebentar bukan ide yang buruk," ucapnya.
Jane memposisikan tubuhnya senyaman mungkin dia menarik tudung jubahnya untuk menutupi setengah wajahnya lalu memejamkan mata. Dia akan beristirahat sebentar setelah itu akan mencari pelayan kurang hajarnya karena telah membuatnya kelelahan.
*****
Julian sudah merasa jengah berada dalam Phenia. Dia sudah bosan dengan para bangsawan yang ada di sini. Ini adalah hari peringatan kematian ibunya bisa-bisanya para bangsawan itu malah berlomba-lomba mencari pendukung untuk memperkuat posisi mereka sebagai bangsawan.
Jika saja Jane ada di sini mungkin saja dia sudah duduk di sampingnya melipat kedua tangannya di dada dan mengdumel mengomentari setiap bangsawan yang tidak disukainya. Mengingatnya membuat bibir Julian terangkat sedikit dengar hanya SEDIKIT.
Tadi dia sudah bertemu dengan Duke Aldrich dan Duchess Letizia. Mereka meminta maaf Jane tidak bisa mengikuti acara ini sampai selesai karena keadaannya yang belum sepenuhnya sembuh semenjak bangun dari koma.
Selama itu pula dirinya tidak pernah berkunjung melihat keadaan calonnya itu beralasan memiliki banyak pekerjaan yang sebenarnya Julian memang tidak berniat untuk menemui Jane.
Julian berdiri dari duduknya berjalan menuju pintu keluar yang dikhususkan untuk keluarga kerajaan, Louis mengikutinya di belakang.
"Kau tidak perlu mengikutiku Louis."
Mendengar perintah Tuannya Louis langsung membungkukkan badannya memberikan hormat dan membiarkan Tuannya pergi sendiri.
Jukiam meemakai jubahnya dengan terus berjalan. Sampai di luar Julian berbaur dengan rakyat. Tidak ada yang menyadari keberadaannya karena Julian menutup kepalanya menggunakan tudung jubah.
Julian terus berjalan melewati kerumunan orang-orang. Tidak sengaja matanya melihat jubah yang dikenalinya. Pemilik jubah itu sedang duduk bersandar di bawah pohon.
Julian tidak tahu apa yang dilakulan Jane karena sekarang hanya bagian bibir sampai dagu yang tidak tertutupi tudung jubah.
Julian berjalaan cepat ke tempat Jane saat seorang pria tiba-tiba duduk di samping Jane mencoba memegang memegang pipi Jane.
"Jauhkan tangan kotormu darinya bajingan," perintah Julian tidak santai.
Pria itu mendongak melihat kearah Julian, "Maaf Tuan dia kekasih saya," jawab pria itu.
Julian terkekeh, "Kekasih?"
"Iya Tuan," jawab pria itu yang sudah berdiri.
Julian menarik sedikit tudungnya kebelakang agar pria itu dapat melihat dengan jelas wajahnya. Pria itu melotot terkejut.
"Y..ang Mu..lia!" ucap pria itu terbata.
Julian melihat pria itu tajam.
"Beraninya kau ingin menyentuh calon Putri Mahkota negeri ini!" mendengarnya pria itu langsung melihat ke bawah pada gadis yang masih tertidur tidak terganggu dengan keadaan sekitar.
"Maafkan hamba Yang Mulia. Hamba pantas mati," pria langsung bersujud dihadapan Julian tubuhnya gemetar keringat membanjiri dahinya.
Julian melihat ke bawah pada pria yang sedang bersujud, "Beruntungnya kau belum menyentuhnya jika tangan kotormu itu menyentuhnya mungkin sekarang tanganmu sudah terpisah dari tubuhmu."
Tubuh pria itu makin bergetar mendengarnya, "Pergi dan jangan membuat kekacauan," lanjut Julian."Ba..ik Ya..ng Mulia. Terima kasih atas kebaikan dan kemurahan hati anda," pria itu bangun dari sujudnya berlari sejauh mungkin dari tempat itu.
Orang sekitar hanya memperhatikan kejadian tadi tidak mengerti. Mereka tidak mengenali Julian karena sekarang posisi Julian membelakangi mereka.
Julian menendang kecil kaki Jane tetapi Jane tidak bergerak sama sekali.
"Ck, bisa-bisanya kau tertidur di tempat seperti ini," monolognya.
"Apa yang dilakukannya di sini. Bukankah tadi orang tua Jane mengatakan Jane sudah pulang," batin Julian.
"Hei bangunlah," Julian mencoba membangunkan Jane tidak lupa Julian menendang kembali kaki Jane.
Karena terusik akhirnya Jane bangun. Dia menegakkan duduknya mengangkat kedua tangan ke atas untuk meregangkan otot-ototnya. Matanya terbuka tetapi tertutup kembali merasa silau. Dia berkedip beberapa untuk menyesuaikan cahaya.
Jane melihat kaki, Dia mendongakkan kepalanya untuk melihat si pemilik kaki.
"Apa?" tanya Jane masih tidak sadar kalau orang yang dihadapannya adalah Julian karena penglihatannya yang masih sedikit buram.
Keningnya berkerut bingung karena orang itu hanya diam menatapnya. Jane memicingkan mata untuk memperjelas penglihatannya. Seketika matanya melotot karena mengenal orang itu.
"KAU!" teriak Jane.
Tetapi Julian tidak menghiraukannnya Julian bahkan pergi meninggalkan Jane.
"Hei!" Jane mencoba memanggil orang itu untuk memastikan penglihatannya. Baru akan menyusul terdengar seseorang memanggilnya.
"Nona."
Jane melihat kearah suara itu terlihat Ana berlari menuju ke tempatnya.
"Tunggu sebentar Nona." Ana membungkuk meletakkan tangannya di lutut mengatur napasnya, dirasa cukup Ana kembali berdiri normal.
"Astaga Nona apa yang kau lalukan di sini? Duke dan Duchess sangat mengkhawatirkan anda."
Jane melongo mendengarnya. Hei yang salah di sini dirinya bukan Jane, "Aku yang seharusnya bertanya Ana. Dari mana saja kau? Aku harus mengelilingi tempat ini karena mencarimu."
Ana berkedip mencerna kata-kata Nonanya, "Maafkan aku Nona ini semua salah saya," Ana menundukkan kepalanya karena merasa bersalah.
"Ck" Jane tidak tega melihatnya, "Sudahlah. Ayo antarkan aku ketempat ayah dan ibu."
"Baik Nona."
Jane menoleh lagi ke tempat pria tadi tetapi pria itu sudah tidak ada Jane hanya melihat kerumunan orang. Jane yakin pria tadi adalah Julian. Dia tidak akan pernah salah untuk mengenali Julian.
"Ayo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...