Malam semakin larut namun beberapa bangsawan belum diperbolehkan kembali ke kediaman mereka karena proses pemeriksaan yang berlangsung. Begitupun para pelayan yang dikumpulkan disatu ruangan untuk diperiksa.
Sementara dibagian Istana lainnya. Julian, Jane, Charlos dan Ratu Quanda berdiri di depan kamar Raja Hugo, mereka menunggu tabib selesai menangani Raja Hugo, sementara Kepala Pelayan dibawa ke tempat perawatan untuk para pelayan.
Sekarang tangisan Ratu Quanda sudah mulai mereda tidak sehisteris seperti sebelumnya.
Sejak tadi Charlos tidak melepaskan pelukannya pada Ratu Quanda. Sedangkan Jane berdiri di hadapan Julian membantunya membersihkan darah di kedua tangan Julian dengan kain yang diberikan Ana sebelum prajurit membawanya ke tempat pemeriksaan. Dia mendongak melihat Julian yang diam menatapnya.
"Membungkuk," perintah Jane.
Julian membungkuk, Membiarkan Jane membersihkan darah yang sudah sedikit mengering di wajahnya. Dia memperhatikan wajah serius Jane. Julian tahu, sedari tadi Jane menahan tangisnya.
Pintu kamar terbuka dari dalam. Seorang tabib keluar dan beberapa asistennya menyusul di belakang.
Ratu Quanda melepaskan pelukannya dan langsung menghampiri tabib itu. "Bagaimana keadaan Raja?" tanyanya.
Bukannya menjawab Ratu, tabib itu malah berjalan menghampiri Jane dan Julian. Kepalanya menunduk hormat. "Yang Mulia Putri Mahkota, Raja ingin bertemu dengan anda."
Semua orang melihat Jane dan tabib itu bingung. Mengapa Jane? pertanyaan yang berputar diotak mereka.
"Aku?" Jane menatap bingung tabib yang berdiri di depannya.
"Ya. Sebaiknya anda masuk sekarang," ucap Tabib itu lagi.
Jane mendongak melihat Julian yang sudah berdiri tegak kembali. Pandangan mereka bertemu saat Julian menunduk. Dia melihat Julian mengangguk sekali dan membiarkan Julian mengambil kain yang ada di tangannya.
Jane berjalan mendekati pintu kamar. Dia menoleh ke belakang merasa heran karena tabib tidak mengikutinya, namun melihat anggukan tabib itu Jane kembali melangkah. Tangannya memegang gagang pintu lalu mendorong pintu ke dalam.
Jane melangkah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan pelan. Saat dia berbalik yang pertama kali dilihatnya Raja Hugo yang terbaring di ranjang. Matanya melihat dua perban yang melilit tubuh Raja.
"Jane," panggil Raja Hugo dengan pelan. Sebelah tangannya terulur meminta Jane mendekat.
Jane berjalan mendekati tempat tidur lalu duduk di ujung ranjang. Kedua tangannya langsung menggenggam tangan Raja Hugo yang terangkat. Jane sudah tidak bisa menahan air matanya. Sekarang pipinya sudah basah oleh air mata. Dia melipat bibir ke dalam menahan suara tangisannya.
"Oh Putriku yang cantik. Maaf telah membuatmu menangis."
Jane menggeleng. Genggamannya mengerat. "Aku tidak menangis. Mataku kemasukan debu."
Raja Hugo tersenyum lemah mendengar kebohongan Jane. Dia sudah tidak memiliki waktu banyak. Dia harus mengatakannya sekarang pada Jane.
"Aku ingin kau berjanji Jane," ujar Raja Hugo dengan suara lemahnya.
"Yang Mulia." Jane tahu janji yang diingikan Raja Hugo.
"Aku tidak ingin memaksamu namun selama tiga bulan ini aku selalu bermimpi_" kata-kata Raja Hugo terpotong karena napasnya yang tercekat.
Jane menatap panik Raja Hugo. "Berhentilah berbicaara. Aku akan memanggil tabib."
Jane ingin berdiri tetapi Raja Hugo menahan genggaman tangan mereka membuat Jane kembali terduduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...