Kerajaan Bellvania sedang tidak baik-baik saja. Rakyat terbagi menjadi dua kubu. Sebagian menentang atas pergantian calon Raja yang terkesan tiba-tiba dan sebagiannya mendukung keputusan Ratu.
'Negeri ini butuh pemimpin yang tulus dan bijaksana bukan seorang pembunuh' itulah yang dikatakan pendukung Charlos.
Julian yang malang. Dia bahkan belum diadili, namun statusnya sekarang buronan Istana sebagai pembunuh Raja.
Suara berisik memenuhi halaman Phenia. Seluruh tempat dipenuhi rakyat Bellvania. Semua orang menanti Putra Mahkota yang baru saja dilantik siang tadi. Siapa yang menyangka Pangeran Charlos yang terkenal pemalu, selalu mengurung diri dalam kamar dan perpustakaan, sekarang menjadi calon Raja Bellvania selanjutnya.
Pelantikan Charlos telah dilaksanakan di Istana. Beberapa bangsawan dan menteri tidak menghadiri pelantikan Charlos sebagai tindakan penolakan pergantian Putra Mahkota yang baru. Termasuk bangsawan Magnolia, bangsawan Delphine dan bangsawan Moonstone.
Sore ini dilakukan doa bersama untuk meminta perlindungan Dewa pada calon Raja Bellvania yang baru sekaligus memperkenalkan calon Putri Mahkota yang baru, Helena Alexandria Serenity.
Charlos dan Helena melambaikan sebelah tangan mereka. Berdiri di atas balkon Phenia saling bersisian. Senyuman menghiasi bibir keduanya.
Tidak ada baju Tabib yang sering Helena gunakan. Sekarang dia terlihat seperti bangsawan sesungguhnya. Gaun cantik membalut tubuhnya. Bahkan dia menata dan menghiasi rambut merahnya.
Sedangkan Charlos tampil gagah dengan baju kebesaran yang baru saja dimilikinya. Ditambah mahkota di kepalanya membuat dirinya lebih berwibawa. Tidak ada tatapan malu-malu seperti biasa.
Seruan mengagung-agungkan Charlos membuat senyuman Ratu Quanda semakin merekah. Namun senyuman itu menghilang saat menatap punggung Helena. Secepatnya dia akan melenyapkan Helena, sebelum gadis itu merusak semua usaha yang telah dia lakukan selama ini.
Sementara tidak jauh dari Phenia. Jane dan Harry mengamati kerumunan orang-orang. Ada rasa takut sekarang menyelimuti gadis pengguna jubah berwarna hitam itu. Jane takut tidak bisa melakukannya. Bagaimana jika dia mengacaukan semuanya dan membuat pembenci Julian semakin banyak.
Tangan Jane terkepal mencoba menguatkan diri. Dia tersentak saat seseorang menyenggol bahunya pelan.
"Sekarang posisimu telah digantikan." Harry menunduk. "Aku tidak mungkin memanggilmu Yang Mulia. Kau sekarang bukan lagi Putri Mahkota."
Jane memutar bola matanya jengah. "Aku masih termasuk anggota kerajaan."
"Kupikir kau sudah tidak dianggap lagi."
Jane melihat Harry. "Suka atau tidak. Nama Celeste masih tersemat dengan namaku." Jane tersenyum. "Ah, jika Yang Mulia berat diucapkan oleh mulut buayamu. Kau boleh memanggilku_Lady Celeste."Harry terkekeh mendengar jawaban Jane. "Baiklah. Itu terdengar lebih baik dari pada Jane."
Jane berdecak. Dia kembali memperhatikan halaman Phenia, tidak ingin memperdulikan omong kosong Harry. Tetapi harus Jane akui, pertanyaan menyebalkan Harry barusan sedikit membuatnya lebih tenang.
Suara derap langkah kaki kuda dari arah belakang mengalihkan pandangan Jane dan Harry. Kepala mereka sama-sama bergerak menoleh ke belakang.
Kening Jane berkerut saat penunggang kuda menghentikan kudanya beberapa langkah darinya dan Harry. Penunggang kuda itu turun lalu membungkuk hormat membuat kening Jane semakin berkerut. Dia melihat Harry meminta penjelasan.
Harry yang mengerti maksud tatapan Jane tersenyum. "Kau akan menggunakan kuda itu untuk pergi ke sana."
Jane melihat arah yang ditunjuk tangan Harry. Ya Dewa, pria tidak normal ini pasti bercanda. Tangan Harry menunjuk kerumunan orang-orang yang berkumpul di halaman Phenia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...