Julian membuka pejaman matanya saat mendengar suara kunci diputar lalu pintu besi di hadapannya terbuka. Louis berjalan masuk dan menundukkan kepala memberi hormat.
Julian memperhatikan Louis yang menggunakan baju penjaga penjara. Dia berdiri, tangannya terulur menerima jubah yang diberikan Louis. Dia memakai jubah itu lalu menutup kepalanya menggunakan tudung jubah.
"Bagaimana dengan Jane?" tanya Julian.
"Putri Mahkota sudah aman. Bangsawan Magnolia sudah menjemputnya tadi sore."
"Kau selalu bisa diandalkan."
Julian tidak akan meninggalkan Jane sendirian di Istana. Dia sengaja membiarkan Jane terlebih dahulu meninggalkan Istana, baru dirinya akan menyusul. Sekarang Istana sudah dikuasai oleh Ratu Quanda dan orang-orangnya. Tidak aman membiarkan Jane berada disekeliling orang-orang itu.
Julian sudah mengetahui semua yang terjadi di Istana. Harry telah menceritakan semuanya. Semua orang sekarang menyalahkan dan menyudutkan dirinya atas kematian Raja. Selama ini dia terlalu meremehkan Ratu Quanda yang berasal dari kalangan rendahan. Dia tidak bisa berada dalam penjara dan membiarkan Ratu Quanda menguasai tahta yang seharusnya menjadi miliknya.
"Kita pergi sekarang."
Julian berjalan melewati Louis. Dia melihat beberapa petugas penjara yang sudah terbaring di tanah tidak sadarkan diri. Tidak perlu ditanyakan lagi siapa pelakunya.
Mereka berjalan keluar dari penjara. Saat di luar mereka harus mengendap-ngendap. Mencoba menghindar dari para prajurit yang berjaga. Mereka akan keluar lewat belakang Istana dan Harry sudah menunggu mereka di sana.
Jarak dari penjara untuk sampai ke bagian belakang Istana lumayan dekat tetapi itu tidak membuat mereka cepat sampai di tempat tujuan, karena penjagaan Istana yang diperketat. Beberapa kali mereka harus bersembunyi dibalik pohon atau tembok yang tidak terkena cahaya lampu.
Louis mengintip dari balik pohon. Tangannya terangkat dengan jari telunjuk dan tengah membentuk angka dua. Dia Menunjukkannya pada Julian yang berdiri di pohon sebelahnya.
Julian keluar dari persembunyiannya. Dia berjalan santai menuju kedua prajurit yang dilihat Louis tadi. Dia tidak berjalan pelan namun derap langkahnya tidak disadari oleh prajurit yang membelakanginya.
Julian menepuk pundak salah satu bahu prajurit. Saat prajurit itu menoleh, tinju Julian langsung menyapa pipinya membuat prajurit itu melihat kembali ke depan. Tubuh prajurit itu menjadi tegang saat Julian memukul tengkuknya membuat darah berhenti mengalir ke otak. Julian menendang belakang prajurit itu sampai jatuh tersungkur ke depan tidak sadarkan diri.
Prajurit lainnya menoleh terkejut, baru saja dia ingin memutar tubuh. Julian terlebih dahulu menendang kakinya membuat prajurit itu berlutut di hadapan Julian. Dengan cepat salah satu tangan Julian melingkari leher parajurit itu dari belakang.
Julian mengeratkan lingkaran tangannya. Mengunci pergerakan parajurit yang terus berontak ingin melepaskan diri. Perlahan tubuh prajurit itu mulai melemas kemudian menyusul temannya tidak sadarkan diri. Tenang saja, Julian hanya membuat mereka pingsan.
Sementara yang dilakukan Louis hanya bersandar pada pohon tempatnya tadi bersembunyi. Dia sudah terlalu banyak memukul orang hari ini. Sekarang dia akan membiarkan Tuannya yang mengambil alih.
Suara tepuk tangan membuat kewaspadaan Julian dan Louis meningkat. Mereka menoleh pada suara itu. Siluet seseorang berjalan dari kegelapan kearah mereka. Mata tajam Julian mengenali orang itu.
Sekarang Julian dan Louis bisa melihat Helena dengan jelas saat Helena berdiri di tempat yang lebih terang. Rambut merahnya dia biarkan terurai. Dia menggunakan baju tidur tipis dengan kerah baju rendah memperlihatkan sebagian payudaranya. Helena berjalan mendekati tempat Julian dengan langkah menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...