"Aku membutuhkan bantuanmu," ucap Jane.
"Kau meminta bantuan pada orang yang salah."
Baru saja Julian ingin pergi Jane langsung menahan tangannya. "Kumohon Julian kau satu-satunya orang yang bisa membantuku."
Julian menyentak tangan Jane. "Apa keuntungan yang kudapatkan jika membantumu?"
"Kebebasanmu."
Julian memasukkan kedua tangannya ke kantong celana. Sekarang dia cukup tertarik dengan pembahasan ini. "Katakan."
Jane menggigit bibirnya gugup. "Aku ingin mengajakmu bekerja sama untuk membatalkan pernikahan kita." Jane menunjuk dirinya dan Julian bergantian.
Julian hanya diam tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Julian aku tahu kau tidak menginginkan pernikahan ini, kau juga pasti terpaksa menerima pernikahan ini jadi ayo kita batalkan," lanjut Jane.
Julian terkekeh membasahi bibirnya. "Berhentilah bersandiwara Jane."
"Aku serius Julian." Jane memberanikan diri menatap mata Julian langsung.
Julian melihat mata Jane yang sedikit bergetar dan tidak ada kebohongan dari tatapan Jane.
"Anggaplah kau serius. Kau menginginkan aku melakukan apa?"
"Mengumumkan pembatalan pernikahan kita."
Julian terkekeh kembali. "Jane aku tidak memiliki wewenang untuk membatalkannya."
"Apa maksudmu? kau Putra Mahkota kau memiliki kuasa."
"Kalau aku bisa Jane dari awal kita tidak akan pernah bertunangan. Katakan langsung kepada Raja jika kau ingin membatalkan penikahan ini," jawab Julian.
"Bukankah perjodohan ini terjadi karena ulahmu? Berhentilah bersandiwara Jane," lanjutnya.
Julian sudah jengah dengan kelakuan Jane. Ternyata beberapa hari ini Jane tidak mengganggunya untuk melancarkan sandiwaranya. Tanpa menunggu tanggapan Jane dia pergi meninggalkan Jane.
Jane mengepalkan kedua tangannya. Dia bingung, harapan satu-satunya pria brengsek ini tapi Julian juga tidak bisa membantunya. Jane melihat Julian yang sudah menjauhinya. Jane sangat marah, kalau Julian memang tidak punya kuasa membatalkan pernikahan ini setidaknya jangan menyakitinya dimasa lalu.
Jane melepas sepatunya lalu dia lemparkan sepatunya kearah Julian.
"Ya Dewa," pekik Jane tertahan karena sepatunya mengenai kepala Julian. Jane mengangkat kedua tangan menutup mulutnya.
Kepala Julian sedikit maju ke depan saat sepatu Jane mengenai kapalanya. Julian memegang kepalanya yang terkena sepatu. Dia melihat sepatu yang tergeletak di depan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Julian membalikkan tubuhnya melihat kearah Jane dengan ekspresi datar.
Sedangkan di tempatnya Jane sudah panas dingin walaupun ekspresi Julian datar Jane tahu sekarang Julian sedang marah. Tapi tidak, Jane tidak akan kalah. Julian pantas mendapatkannya bahkan lebih dari itu kalau boleh.
"Apa?" tanya Jane. Dia sedikit mengangkat dagunya agar Julian tahu dia tidak takut.
Julian hanya membalas dengan mengangkat sebelah alisnya dan memberikan senyuman sinis.
Melihat reaksi Julian yang seperti meremehkannya membuat Jane semakin marah.
"Kau tahu Julian kau pria brengsek sialan bajingan tidak tahu malu yang pernah kukenal!" lorong tempat Jane dan Julian berdiri dipenuhi dengan suara teriakan Jane yang melampiaskan kekesalan dan amarahnya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...