WARNING!!!Embun membuat setiap kaca jendela di kediaman Magnolia memburam, meninggalkan bekas lembab. Udara dingin tidak menghentikan beberapa orang untuk memulai aktifitas mereka.
Beberapa penjaga harus menggunakan pakaian cukup tebal untuk menghalau udara dingin menembus kulit. Sepertinya sebentar lagi mereka akan memasuki musim dingin.
Keadaan di luar berbanding terbalik dengan keadaan salah satu kamar. Dua insan saling memberikan kehangatan melalui pelukan mereka.
Selimut tebal rasanya cukup untuk membuat mereka tetap hangat, namun tidak menurut keduanya. Pelukan itu semakin mengerat. Sangat erat sampai membuat sang wanita terusik dari tidurnya.
Jane menggeliat. Kelopak mata yang menyembunyikan iris birunya terbuka sesaat, lalu terpejam kembali. Tubuhnya semakin mendekat mencari kehangatan dari pria yang selalu memiliki aroma Woody.
Sungguh ia sangat menyukai bau tubuh khas Julian, begitu menenangkan. Mengingat Julian seketika mata Jane terbuka lebar. Kepalanya langsung mendongak.
Mata Jane semakin membesar saat iris abu-abu Julian menatap langsung netranya. Entah sejak kapan pria yang sedang memeluk tubuhnya terbangun. "Julian," gumamnya dengan suara serak.
Mata Jane mengerjap lucu. Tidak pernah terpikirkan olehnya akan kembali sedekat ini dengan Julian.
Pandangannya turun, ia kembali disuguhkan dengan pemandangan yang membuat jantungnya tidak baik-baik saja.
Pantas saja aroma pria itu tercium jelas. Wajah Jane dan dada Julian tanpa balutan apapun hanya berjarak beberapa senti saja.Julian memiliki kebiasaan tidur tanpa menggunakan baju dan hanya menggunakan celana panjang berwarna hitam.
Tubuh berotot begitu tegap. Enam kotak tercetak jelas di perutnya. Beberapa bekas luka tidak membuat tubuh itu menjijikkan, malah menambah keseksian Julian. Seperti julukan para gadis bangsawan selama ini. Julian adalah gambaran ketampanan dan keseksian seorang pria.
Ya Dewa! Jane harus cepat menghindar sebelum jiwa murahannya mempermalukan dirinya sendiri.
Dia mengutuk dalam hati. Sia-sia usahanya selama seminggu ini menghindari Julian. Pada akhirnya ia tetap berakhir dalam dekapan pria itu.
Semua ini karena kejadian kemarin. Jane merasa berada dititik paling terendah. Julian datang memberikan pelukan hangat menenangkan dan bodohnya ia membalas pelukan pria itu. Tanpa sadar tertidur sepanjang malam dalam pelukan hangat Julian. Kepalanya bahkan menggunakan lengan Julian sebagai bantal.
"Kau baik-baik saja?"
Suara berat Julian terdengar begitu dekat. Jane tidak berani mendongak.
"Ya! Ya. Aku baik-baik saja," jawab Jane tergagap tanpa menatap Julian. Dia mencoba bergerak keluar dari rangkulan pria itu.
Bukan Julian namanya jika mempermudah semuanya. Tubuh Jane menegang. Lengan Julian menarik tubuhnya kembali mendekat.
Jika tadi tubuh keduanya masih memiliki jarak. Sekarang berbeda, Julian menarik tubuh Jane semakin menempel pada tubuhnya.
"Julian!" hardik Jane. Matanya melotot menatap tidak suka.Julian tidak memperdulikan ketidaksukaan Jane, ia malah menunduk mendekatkan wajah keduanya.
Sontak Jane memudurkan tubuhnya namun percuma saja, karena pria itu menahan belakang kepalanya.
"Menghindariku lagi?" bisik Julian di depan wajah Jane.
"Tidak."
"Aku sudah pernah mengatakan kau tidak pandai bersandiwara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...