Dua hari kemudian.
Pelayan hari ini begitu disibukkan dengan persiapan ulang tahun Charlos. Bukan hanya pelayan saja, prajuritpun hari ini dikerahkan ikut membantu mengangkat benda-benda berat. Mereka bekerja bagaikan kuda mempercepat pekerjaan mereka mengingat pestanya akan berlangsung sebentar malam.
Para prajurit tidak masalah, mereka sudah terbiasa melakukan hal-hal berat dalam waktu yang lama namun tidak dengan para pelayan. Sudah banyak yang kelelahan mengikuti kemauan Ratu Quanda tetapi tidak ada yang berani mengeluh. Ini bukan hal baru lagi menurut mereka, setiap tahunnya persiapan ulang tahun Pangeran Charlos memang selalu menguras banyak tenaga.
Jika Aula Istana dipenuhi dengan keributan, berbeda dengan taman depan Istana. Kesunyian menyelimuti dua pria beda usia yang duduk pada salah satu meja. Julian duduk berhadapan dengan Raja Hugo. Sejak awal dia tidak menyentuh gelas yang terisi oleh teh Darjeeling. Salah satu teh yang menjadi favorit anggota kerajaan berasal dari daerah utara.
"Bagaimana hubunganmu dengan Jane?" suara Raja Hugo memecahkan keheningan. Dia menepelkan ujung gelas ke bibirnya lalu menyeruput teh Darjeeling secara perlahan.
"Tidak ada yang istimewa." ucapan Julian berbeda dengan tindakannya sekarang. Matanya menatap Jari-jarinya yang memainkan gelas di depannya, tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat.
"Tapi kau tersenyum," ucap Raja Hugo.
Raut wajah Julian seketika menjadi datar. Dia tidak sadar dengan tindakannya. Julian membuang pandangan ke samping.Raja Hugo tersenyum. Ternyata pilihannya tidak salah, memilih menikahkan Julian dengan Jane dan menolak perjodohan yang diusulkan kerajaan Maxis. Raja Hugo melihat wajah Julian yang berpaling. Rambut pirang Julian mengingatkannya pada mendiang Ratu Rosalina, wanita yang dicintainya sampai sekarang. Seketika rasa bersalah kembali menggorogoti dirinya. "Maukah kau memaafkan ayah Julian?"
Julian hanya melihat Raja Hugo sekilas lalu kembali membuang pandagannya ke samping. "Seharusnya Yang Mulia meminta maaf di makam ibuku."
Bibir Raja Hugo membentuk senyuman namun matanya memancarkan kesedihan. Sudah sepuluh tahun Julian tidak pernah memanggilnya dengan sebutan 'Ayah'. "Kau benar. Seharuhnya ayah meminta maaf pada ibumu juga."
Raja Hugo menunduk mengingat Ratu Rosalina yang memohon padanya dengan berlinang air mata untuk menyelamatkan bayi mereka. Raja Hugo tidak menyangka, walaupun Ratu Rosalina tidak mencintainya namun itu tidak membuatnya membenci anak mereka, yang tidak diketahui Julian. Dia selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke makam Ratu Rosalina disela-sela kesibukannya. Kepala Raja Hugo terangkat mendengar suara dorongan kursi.
"Bisakah kau tidak pergi sekarang?" cegah Raja Hugo. Dia melihat Julian yang sudah berdiri. "Ayah tidak tahu kapan lagi kita memiliki waktu seperti ini."
Mereka baru saja duduk beberapa menit. Asap dari gelas yang berisikan Teh Darjeeling menandakan teh itu baru saja diseduh bahkan Julian juga belum menyentuh tehnya.
Julian menghela napas. Dia menarik kembali kursi di belakangnya sedikit mendekati meja lalu mendudukinya dengan kaki tersilang, kepalanya tetap menoleh ke samping. "Aku tidak memiliki banyak waktu. Cepat katakan Yang Mulia inginkan."
"Julian bisakah kau melihat kearahku?" Raja Hugo ingin berbicara serius dengan Julian.
Kali ini Julian mengalah. Dia memutar kepalanya menghadap Raja Hugo. "Katakan."
Raja Hugo menatap dalam mata Julian yang memiliki warna seperti matanya. "Kau boleh membenciku dan Ratu Quanda tetapi tidak dengan Charlos. Dia tidak berhak mendapatkan kebencian darimu atas dosa yang aku lakukan dan ibunya. Bagaimanapun dia adikmu. Kau harus tahu, jika didunia ini ada orang yang menyayangimu dengan tulus. Dia ibumu, ayah, Jane dan_" Raja Hugo tersenyum "Charlos."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...