Jane berdiri di balkon kamar, kedua tangannya memegang pembatas balkon. Pandangannya melihat ke bawah memperhatikan para pelayan yang berjalan. Rumor betapa buruk dirinya belum selesai sekarang para pelayan mulai membandingkan dirinya dengan Luisa. "Padahal Luisa sudah kembali ke Maxis dua hari lalu, namun dia masih membuatku kesal." tatapannya menajam. "Aku juga ingin menyumpal mulut-mulut kurang hajar itu," gumam Jane.
Sejak awal Jane menghindari Luisa karena hal ini. Sejak pertunangannya dan Julian di umumkan. Sebagian rakyat Bellvania selalu membandingkan dirinya dengan Luisa. Dia berdecak mengingatnya kembali. Akan lebih mudah baginya mencintai Charlos dari pada Julian yang diinginkan banyak orang.
Jane menghela napas pelan lalu berbalik masuk ke kamar. Dia merebahkan tubuhnya di ranjang dengan posisi terlentang, kakinya dia biarkan terjuntai ke bawah. Jane mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki yang masuk ke kamarnya. Dia hanya melirik Ana yang berjalan ke tempat duduknya.
"Ana, menurutmu aku wanita jahat?" Jane tidak mengubah posisinya.
Ana melihat Jane, kepalanya miring ke kanan bingung menjawab pertanyaan Jane yang terlalu tiba-tiba.
"Hm_" Ana memutar bola matanya ke atas memikirkan jawaban yang tepat agar tidak menyinggung Jane. "Anda bukan wanita jahat Yang Mulia. Anda hanya tidak suka berbuat baik." Ana melipat bibirnya ke dalam saat Jane melihatnya dengan wajah kesal.
Jane kembali melihat langit-langit kamarnya. Dia sudah memikirkan ini sejak lama namun belum menemukan jawabannya. Mengapa mereka sangat membencinya? Jane memang tidak berbuat baik pada mereka namun dia juga tidak pernah melakukan kejahatan yang membuat mereka dirugikan. Tidak ada alasan bagi mereka untuk membencinya.
Jane mengubah posisinya menjadi duduk di ujung ranjang menatap ke depan. "Menurutmu apa yang membuat para pelayan membenciku?" kepalanya menoleh pada Ana. Sebenarnya tidak semua pelayan Istana membencinya namun jika dihitung, kebanyakan pelayan wanita membencinya dari pada mendukungnya atau netral.
Jane terus melihat Ana yang mengerutkan kening. Dia merotasikan bola matanya jenuh menunggu jawaban Ana yang masih terus berpikir. Baru saja Ana ingin membuka mulutnya Jane lebih dulu bersuara.
"Sudahlah. Kau hanya akan mengatakan sesuatu yang membuatku kesal." Jane kembali merebahkan dirinya lalu memejamkan mata. "Berhentilah memikirkan mereka Jane. Banyak hal penting yang harus kau lakukan dari pada memikirkan mereka yang hanya berbicara sembarangan," gumam Jane.
Mata Jane terbuka lalu segera duduk kembali. "Astaga Ana aku melupakan sesuatu. Ayo bersiap-bersiap aku akan mengunjungi Julian."
*****
Pintu berwarna coklat itu terbuka ke dalam bersamaan dengan kepala gadis cantik bermata biru yang muncul dari balik pintu. Dia tersenyum melihat orang yang dicarinya duduk dengan wajah serius membaca berkas yang ada di atas meja. Dia memasukkan keseluruhan tubuhnya ke ruang kerja Julian. Menutup pintu dengan pelan agar Julian tidak tengganggu. Jane melangkah sepelan mungkin namun harus berhenti karena mendengar suara Julian.
"Kau harus mengetuk pintu terlebih dahulu Jane." sekarang fokus Julian sudah teralihkan kearah Jane yang berdiri tidak Jauh dari pintu. Dia melihat Jane berjalan mundur saat sudah di depan pintu tangan kanan Jane terangkat dan mengetuk pintu dua kali namun pandangan Jane tetap melihatnya.
Senyum manis Jane muncul melihat Julian yang mendengus karena tingkahnya. Dia melangkah mendekati meja kerja Julian. "Kau sibuk?"
Jane semakin melebarkan senyumannya melihat Julian yang menatapnya malas tanpa bertanya seharusnya dia sudah tahu dengan melihat tumpukan berkas-berkas yang terbuka memenuhi meja Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...