Kesaksian Kepala Pelayan

738 46 1
                                    

Derap langkah saling bersahutan memenuhi lorong-lorong sayap Timur bagian Istana, tempat kediaman Putri dan Putra Mahkota. Suara gaduh dari luar Menganggu tidur gadis cantik yang sudah terlelap dari sore.

Perlahan kelopak mata yang terpejam mulai terbuka, menampakkan iris biru yang jernih. Bulu matanya bergerak karena beberapa kedipan yang dilakukannya.

Jane meringis merasa pusing, mungkin akibat terlalu lama berada di bawah guyuran air hujan. Dia mengubah posisinya duduk di ranjang. Kepalanya berputar menelusuri kamarnya mencari Ana, namun dia tidak menemukan keberadaan pelayannya itu.

Jane melihat pintu balkon kamar yang terbuka setengah memperlihatkan suasana luar yang gelap, menandakan hari sudah malam. Dia menghela napas leleh.

Pintu kamar terbuka dengan kasar. Sontak kepala Jane menoleh kearah pintu kamar. Dia melihat Ana yang baru saja membuka pintu kamar dengan terburu-buru.

"Yang Mulia." Ana mengatur napasnya yang terengah-engah. "Putra Mahkota."

Kening Jane berkerut melihat wajah panik Ana. Salah satu tangannya menunjuk pintu yang terbuka.

"Ada apa, Ana?" tanya Jane. Suaranya terdengar serak.

"Prajurit Istana membawa paksa Putra Mahkota," ucap Ana memberitahu Jane.

Kening Jane semakin berkerut bingung. "Apa maksudmu?"

"Sebaiknya anda melihatnya sendiri."

Jane menyibak selimut, dia melompat turun dari ranjang lalu berlari ke luar kamar, dia bahkan tidak menggunakan sendal atau sepatu. Dari jauh suara derap langkah yang menandakan banyak orang kembali terdengar. Saat keluar dari lorong kamarnya dia menengok ke kanan. Dari tempatnya berdiri dia melihat segerombolan prajurit yang membawa seseorang. Dia yakin itu adalah Julian.

"Julian," panggil Jane. Sekarang Jane bisa melihat Julian saat prajurit-prajurit tadi menepi. Dia melihat kedua tangan Julian yang ditahan oleh dua prajurit dimasing-masing sisi.

Jane kembali berlari menuju tempat Julian. Dia melihat Julian yang memberikan kode pada Luois yang berdiri tidak jauh darinya. Sekarang Jane melihat Louis yang berjalan kearahnya. Dia tahu tujuan Louis yang berjalan kerarahnya namun kakinya terus berlari.

Jarak Jane dan Louis semakin dekat. Jane sama sekali tidak memelankan larinya. Saat melewati Louis, dia melihat tangan Louis yang terangkat mencoba meraih tangannya namun secepatnya dia memutar tubuhnya ke samping menjauhi Louis. Membuat jari-jari pengawal Julian hanya menyentuh sedikit kulitnya.

Louis tersentak karena tangannya hanya meraih angin. Dia pikir Jane akan mudah dia tangani, kewaspadaannya sedikit menurun. Dia membalikkan tubuhnya mencoba mengejar Jane yang sudah berjarak kurang beberapa langkah dari Julian.

Mata Julian tersentak melihat Jane yang bisa lolos dari jangkauan Louis namun secepatnya dia mengembalikan ekspresinya semula.

"Lepaskan! Apa yang kalian lakukan?"
Jane mencoba menarik salah satu tangan prajurit yang menahan tangan Julian. Dia menatap tajam prajurit itu karena tidak mau melepaskan tangannya.

"Kalian mau mati? Beraninya kalian memperlakukan buruk calon Raja negeri ini." Jane memukul-mukul tangan prajurit yang masih memegang tangan Julian.

"Berhenti menyakiti tanganmu, Jane!" tegur Julian. Tangan kecil itu tidak akan sebanding dengan tangan berurat para prajurit.

Jane melirik tajam Julian. Baru saja dia ingin membalas ucapan Julian seseorang menarik tangannya. Kepala Jane menoleh ke belakang.

"Apa yang kau lakukan Louis. Lepaskan tanganku."

Transmigrasi ■ True DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang