Malam ini Istana kembali diramaikan dengan kehadiran para bangsawan. Mereka semua sudah memenuhi Aula Istana yang disulap menjadi tempat yang begitu berbeda tidak seperti biasanya. Ruangan itu dipenuhi dengan ornamen-ornamen berwarna silver dan emas, bahkan lampu-lampu kristalnya diganti menjadi lebih mewah.
Mulai dari gerbang Istana sampai Aula, jalan-jalannya juga sudah dipenuhi dengan hiasan-hiasan yang tidak kalah cantik dengan hiasan yang ada di Aula. Hasil dari kerja bagaikan kuda para pelayan dan prjurit selama dua hari.
Dari sekian banyaknya orang, hanya Julian salah satu anggota kerajaaan yang tidak telihat di ruangan ini. Bukan hal baru menurut mereka, semenjak sepuluh tahun lalu Julian sudah tidak pernah lagi terlihat disetiap pesta ulang tahun Charlos.
Pestanya telah berlangsung sedari tadi. Waktu sudah menunjuk tengah malam.
Terlihat gadis cantik dengan Mahkota penuh berlian di kepalanya duduk pada salah satu meja bundar di sudut ruangan bersama sahabatnya.
"Kau tidak seperti biasanya," ujar Margaret tanpa melihat Jane yang duduk di sampingnya dengan memangku wajah seperti yang dilakukannya sekarang.
"Memangnya aku kenapa?" Jane juga bertanya tanpa melihat Margaret.
"Kau tidak hanya akan duduk diam di sudut ruangan. Kau seharusnya berjalan-jalan memamerkan Mahkotamu." Margaret menoleh. "Kau mengatakan membutuhkan dukungan para bangsawan, inilah waktunya."
Jane menghela napas, dia sedang tidak bersemangat untuk menjilat para bangsawan. Dia terus memandang Raja Hugo. Ingatannya kembali mengingat kejadian tadi sore. "Apa mungkin Raja Hujo menderita penyakit mematikan?" gumamnya.
"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Margaret.
Jane tidak menjawab, memilih abai dengan pertanyaan Margaret. Telinganya mendengar suara decakan sahabatnya itu. Bola matanya bergerak melihat Raja Hugo dan orang tuanya secara bergantian.
"Menurutmu jika kau hidup dengan orang yang berkemungkinan menjadi penyebab seluruh keluargamu terbunuh, kau akan bertahan disisinya?"
Kepala Margaret berputar melihat ke kiri dan kanan.
"Kau bertanya padaku?" Jari telunjuknya menunjuk dirinya sendiri.
Jane merotasikan bola matanya. "Kau melihat ada orang lain di sini selain kita berdua?"
"Aku pikir kali ini kau mengabaikanku lagi." Margaret menyandarkan punggungnya. Matanya sekarang melihat Jane yang masih memangku wajah. "Jelas saja aku akan meninggalkannya. Aku tidak akan mengorbankan keluargaku."
Mendengar jawaban Margaret membuatnya lebih memikirkan permintaan Raja Hugo tadi sore. Memang seharusnya dia melakukan seperti yang dikatakan Margaret namun permintaan Raja Hugo membuatnya bimbang.
Jane kembali diam memikirkannya. Kepalanya mengangguk dia sudah mengambil keputusan tetap pada pendiriannya pertama. Jika Julian adalah bencananya maka dia akan pergi meninggalkan Julian tanpa harus menoleh ke belakang.
"Kau tidak perlu memikirkan perasaan Raja Hugo Jane. Dikehidupan sebelumnya Raja Hugo juga tidak pernah memikirkan perasaanmu," batin Jane.
Jane menegakkan duduknya. Dia memeluk Margaret dari samping. Ternyata Margaret tidak seburuk itu. Dia kira Maragret hanya akan membuatnya emosi. "Kau yang terbaik Margaret."
Raut bingung tergambar jelas di wajah Margaret yang mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Jane. Dia meletakkan punggung tangannya di dahi Jane lalu memindahkan tangan ke dahinya. Keningnya berkerut.
"Kau sedang tidak demam," celetuk Margaret.
Jane menahan senyumannya. Dia jarang sekali bersikap manis pada Margaret. Mereka lebih sering bertengkar dan berdebat. Wajar saja jika Margaret merasa aneh dengan sikapnya yang tiba-tiba. Namun momen manis itu tidak bertahan lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...