Berita Pertunangan

670 31 1
                                    

Impian Jane sedari dulu, menikah dan mempunyai anak bersama pria yang dicintainya. Setelah menikah dia akan memberikan segalanya bahkan hal paling berharga yang selama ini dijaganya. Dia menginginkan pernikahan saling mencintai dan saling menjaga seperti kedua orang tuanya.

Dia akan bangun pagi dan tersenyum malu-malu setelah malam percintaan mereka. Kalimat 'Selamat Pagi', itulah yang akan Jane ucapkan pertama kali saat matanya terbuka. Lalu suaminya akan membalas senyuman dan ucapannya sambil mencium keningnya.

Namun semua itu tinggallah impian Jane. Setelah malam panjang yang dilaluinya dengan Julian. Dia pikir pria brengsek itu akan sedikit melihatnya. Tidak! Julian tetaplah Julian. Pria berhati beku. Pria tidak bertanggung jawab.

Jane tidak habis pikir. Bagaimana bisa Julian pergi meninggalkannya setelah apa yang mereka lakukan semalaman.

Dia terbangun saat sinar matahari sangat terik. Jane bahkan melewatkan sarapannya. Menurut penjelasan Ana, Suami pirangnya pergi saat matahari belum menampakkan diri.

"Aku tahu dia akan pergi ke Maxis. Tapi tidak bisakah dia berpamitan padaku, Ana?"

Ana yang baru saja disebutkan namanya menghela napas, lelah dengan tingkah Nyonyanya. Sepanjang hari ini Jane terus mengeluhkan hal yang sama dan selalu melontarkan pertanyaan yang serupa.

Ana tidak tahu harus menjawab apa lagi. Semua jawaban yang ada di kepalanya telah dia katakan. "Kenapa anda bertanya pada saya? Saya bukan suami anda, Yang Mulia. Berhentilah bertanya pada saya". Ingin Ana mengatakan kalimat barusan namun kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokannya.

Walaupun lelah Ana tetap menjawabnya. "Saya tidak tahu Yang Mulia."

"Ck. Berhentilah menjawabku dengan jawaban yang sama." Jane memberikan pelototannya agar Ana tahu dia benci dengan jawaban pelayannya itu. Dia ingin jawaban yang bisa membuatnya tidak merasa buruk lagi.

"Saya sudah memberikan jawaban yang berbeda tetapi anda selalu bertanya pertanyaan yang sama juga." Ana menarik senyuman paksa. Dia lelah dan malam semakin larut. Ini sudah waktunya dia istirahat. Ana yakin para pelayan semuanya sudah kembali ke kediaman mereka masing-masing.

"Kau kesal padaku?" tanya Jane.

"Tidak." Jawab Ana cepat. "Mana mungkin saya berani kesal pada anda, Yang Mulia."

"Kau pembohong yang buruk." Jane memperhatikan Ana yang tersenyum bodoh, namun matanya terlihat sayu. "Kau sudah mengantuk?

Ana mengangguk cepat. Dia menampilkan ekspresi 'Kasihanilah aku' di wajahnya. Ini yang dia tunggu sejak tadi. Akhirnya wanita cantik yang duduk bersandar di kepala ranjang menyadari keinginannya.

Jane memicingkan mata. Pelayannya itu terlihat begitu senang seperti ingin cepat-cepat meninggalkan kamarnya. Ana pasti kelelahan seharian ini mengikuti semua keinginannya. Tetapi itu memang tugas Ana, Jane tidak perlu merasa bersalah.

Karena perbuatan Julian. Dia merasa tidak nyaman berjalan dan seharian ini hanya diam dalam kamar, bahkan untuk makanpun dia tidak ingin repot-repot turun ke bawah.

Saat ibunya bertanya. Jane harus berbohong mengatakan dirinya sedang tidak enak badan. Jane tidak gila sampai harus mengatakan yang sebenarnya. Cukup Ana saja yang mengetahuinya, orang pertama yang melihatnya dalam keadaan kacau. Tanpa diberitahukan, Jane yakin Ana sudah mengerti apa yang terjadi. Gadis yang telah melayaninya selama sembilan tahun tidak sepolos itu.

Jane memperhatikan Ana. Wajah pelayannya itu memelas. Dia menahan tawa, pasti Ana seharian ini merasa tertekan menerima pelampiasan kekesalannya.

Ana gadis yang lebih muda setahun dari dirinya. Seorang budak dari wilayah selatan yang Jane angkat derajatnya menjadi seorang pelayan, sembilan tahun lalu. Gadis yatim piatu, yang berhasil membuat seorang Jane yang keras kepala bersimpati akan kebaikannya. Ana gadis yang baik dan lemah lembut, jika Ana berperilaku buruk itu akibat pengaruh Jane.

Transmigrasi ■ True DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang