Tingkah Aneh Jane

432 30 0
                                    

Jam baru saja menunjukkan pukul enam pagi. Namun suara seseorang memuntahkan sesuatu sudah menghiasi kamar mewah dengan banyaknya ornamen-ornamen berwarna emas. Siapa saja yang mendengarnya pasti akan mengetahui betapa tersiksanya orang itu.

Jika hari-hari sebelumnya Julian yang mengalaminya. Pagi ini berbeda, Julian baik-baik saja tetapi tidak dengan Jane.

Cengkraman kuat tangan Jane di wastafel kamar mandi menandakan betapa dirinya begitu berusaha mengeluarkan seluruh makanan yang membuat perutnya bergejolak. Ini sungguh menyakitkan, sekuat apapun Jane mencoba, tidak ada apapun yang keluar.

Jane ingin menangis dengan keadaannya sekarang. Dia tidak tahu sudah berapa kali dirinya dan Julian memasuki kamar mandi. Keadaannya tidak baik-baik sejak sejam lalu.

Pijatan Julian di tengkuknya cukup membantu. Walaupun tidak bisa meredakan mualnya namun cukup membuatnya sedikit merasa nyaman.

"Merasa lebih baik?" tanya Julian. Dia melihat Jane yang memasukkan air dalam mulut lalu mengeluarkannya kembali.

Jane hanya menggeleng lemah. Dengan langkah gontai ia bejalan ke tempat tidur diikuti Julian di belakang.

"Kau selalu seperti ini setiap pagi?" Julian membantu Jane menarik selimut namun pandangannya tetap menatap wajah pucat Jane.

Gelengan lemah kembali Jane berikan. Bahkan hanya untuk bersuara saja ia merasa lelah. Matanya terpejam merasakan elusan lembut di rambutnya.

"Aku akan memanggil pela_" Julian tidak melanjutkan ucapannya.

Tatapan Jane memberikan isyarat untuk tidak keluar meninggalkannya, membuat Julian menghela napas entah untuk keberapa kalinya. "Baiklah."

Sejak tadi Julian sudah meminta keluar kamar untuk memanggil tabib dan pelayan namun Jane selalu menahannya.

"Tetaplah di sini." Hanya tiga kata namun mampu membuat seorang Julian Silverlake Celeste tidak pernah meninggalkan kamar itu.

Akhirnya Julian kembali duduk di samping tempat tidur. Punggungnya bersandar di kepala ranjang sementara kakinya ia luruskan ke depan dengan kaki kanan menindih kaki kiri.

Tangan Julian terus mengelus rambut Jane sampai wanita itu tertidur kembali.

Seharusnya sekarang ia keluar memanggil tabib dan memerintahkan pelayan untuk mengantarkan Jane makanan, bukannya duduk santai dan membiarkan Jane memeluk pinggangganya.

Sejak kapan ia mendengar perkataan Jane? Sejak kapan permintaan Jane harus ia pedulikan? Sekarang ia terlihat bodoh. Jika saja Harry di sini. Julian yakin sahabatnya itu akan menertawakan kebodohannya.

Dulu, walaupun Jane meminta sampai memohon Julian tidak akan mendengarkannya. Pengabaian jalan yang selalu Julian ambil agar Jane tidak terus memohon padanya.

Tetapi lihatlah sekarang. Dia seperti tidak berdaya menolak keinginan Jane. Ada sebagian dari dirinya ingin memperlakukan Jane sebaik mungkin, namun sebagian dari dalam dirinya yang lain menolak untuk melemah hanya karena seorang wanita.

Ketukan pintu mengambil atensi Julian. Kepalanya berputar melihat pintu, lalu jendela. Ada sinar yang menyelip masuk dari sela-sela tirai. Sepertinya keadaan di luar sudah terang.

Julian kembali melihat pintu. "Masuk!" teriaknya.

Derit pintu terdengar saat pintu di dorong ke dalam. Gadis dengan pakaian pelayan masuk. Dia Ana, pelayan pribadi Jane.

Baru saja tubuh Ana masuk sepenuhnya dalam kamar namun harus dikejutkan dengan titah Julian.

"Panggilkan tabib dan bawakan Jane makanan," perintah Julian.

Transmigrasi ■ True DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang