Kemurkaan Jane

1K 55 1
                                    

Suara derit pintu terbuka mengganggu Julian yang memejamkan mata dengan posisi duduk pada salah satu sofa yang ada di kamar Jane, kaki tersilang, tangan terlipat di depan dada dan kepala disandarkan pada sandaran sofa. Dia membuka pejaman matanya lalu menegakkan kepala. Sekarang dia melihat Ana yang berdiri di samping pintu bersama seseorang berpakaian tabib. Dia sudah terjaga sepanjang malam namun tidak ada tanda-tanda kelelahan dari wajahnya.

Julian mengetahui maksud kedatangan Ana dan tabib itu. Dia berdiri melangkahkan kakinya meninggalkan kamar Jane dia hanya melirik Jane yang masih tertidur. Julian membuka pintu dan Louis sudah berdiri di depan kamar Jane. "Kau sudah mengumpulkan mereka?"

"Semuanya sudah dikumpulkan Yang Mulia," jawab Louis.

Julian tidak membalas ucapan Louis. Dia melangkahkan lagi kakinya menuju tempat para prajurit. Semalam dia sudah memerintahkan Louis untuk mengumpulkan prajurit yang ditugaskan untuk menjaga Jane.

Julian memasuki daerah lapangan tempat biasa para prajurit Bellvania berlatih. Beberapa prajurit berbaris rapi di tengah lapangan dan sebagian prajurit lainnya berdiri di sekitaran lapangan. Dia duduk menyandar di kursi yang telah disediakan lalu menyilangkan kakinya dengan kedua tangan memegang pegangan kursi.

"Alasan?" Walaupun Julian menampilkan wajah tanpa ekspresi namun tatapan matanya mengintimidasi mereka yang berdiri tegap di hadapannya.

Semua prajurit diam tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Julian hanya mengatakan satu kata namun mereka semua tahu Putra Mahkota mereka menanyakan alasan karena telah membiarkan Jane pergi keluar Istana tanpa pengawasan.

Mereka ingin mengatakan semua ini karena permintaan Putri Mahkota yang tidak ingin diikuti tetapi itu bukan sebuah alasan. Mereka bisa saja mengikuti Putri Mahkota diam-diam namun mereka tidak melakukannya.

Mereka sangat bersyukur salah satu prajurit penjaga pintu kamar Jane memberitahu bahwa Putri Mahkota belum juga kembali. Seandainya Julian yang pergi menjemput Jane sendiri. Mereka yakin sekarang tanpa menanyakan alasan, Julian pasti sudah menebas leher mereka apalagi mereka mendengar Putri Mahkota sekarang sakit akibat terlalu lama di luar dengan keadaan hujan deras.

"Apakah tugas menjaga Putri Mahkota berat menurut kalian?" tanya Julian. Suaranya terdengar tenang tidak ada tekanan dan tidak ada bentakan namun suara beratnya mampu membuat mereka yang berdiri merinding.

"Tidak Yang Mulia," teriak semua prajurit bahkan yang berdiri di pinggiran lapangan ikut bersuara.

Julian menunduk terdengar suara kekehannya, membuat prajurit yang ada di hadapannya menjadi yakin setelah ini semua tidak akan baik-baik saja. Tiba-tiba Julian berdiri lalu menarik pedang dari tangan Louis yang berdiri di samping tempat duduknya. Dia mengayunkan pedang yang sekarang di tangannya pada salah satu prajurit.

Ujung pedang berhenti beberapa senti dari mata prajurit itu. Matanya bergetar tetapi tidak berani berkedip dia bahkan menahan napas. Julian menyeringai dan menjatuhkan pedang di tangannya namun setelahnya dia melayangkan tinju membuat prajurit tadi terjatuh di tanah akibat pukulannya. Secepat mungkin prajurit itu berdiri tegak kembali tidak menghiraukan darah yang keluar dari sudut bibirnya.

Julian mendekati kursi yang didudukinya tadi tetapi Julian tidak duduk dia hanya berdiri di hadapan kursi itu. "Aku tidak ingin mendengar kesalahan seperti ini terjadi lagi. Ini yang pertama dan terakhir_" Julian melihat prajurit yang dipukulinya tadi. Dia adalah ketua dari prajurit-prajurit yang ditugaskan untuk menjaga Jane. "Awasi bawahanmu," perintah Julian.

"Baik Yang Mulia," teriak semua prajurit. Suara mereka memenuhi seluruh penjuru tempat itu.

"Kau tahu yang harus dilakukan Louis." Julian pergi meninggalkan tempat itu memberikan tugas pada Louis untuk memberi hukuman.

Transmigrasi ■ True DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang