Kembali Menjadi Pria Dingin

1.1K 72 0
                                    

Jane dan Ana duduk pada salah satu meja yang terletak di bawah pohon tidak jauh dari tempat Julian yang sedang berlatih memanah. Jane memangku wajahnya memperhatikan Julian. Menghela napas untuk kesekian kalinya.

"Yang Mulia ada yang mengganggu pikiran anda?" tanya Ana. Dia sudah tidak tahan dengan tingkah Nyonyanya.

Sekarang Ana akan memanggil Jane dengan 'Yang Mulia' karena status Jane yang sudah berubah.

Jane melihat Ana dengan malas. Ana sedang memangku wajah seperti dirinya, memandang juga ke tempat Julian latihan.

"Aku kesal pada Julian Ana," ucap Jane.

Ana melihat Jane kaget. "Yang Mulia anda tidak boleh berbicara begitu. Bagaimana kalau ada orang yang mendengarnya." Ana memperhatikan sekitarnya.

Jane merotasikan bola matanya. "Kau terlalu berlebihan Ana. Hanya ada kita berdua di sini."

"Yang Mulia tidak boleh mengatakan begitu bagaimanapun Yang Mulia Putra Mahkota sudah menjadi suami anda."

"Ya ya ya terserah kau saja Ana." Jane mengangguk malas agar Ana dan mulut cerewetnya itu diam.

Jane kembali melihat Julian, Jane kesal dengan kelakuan Julian selama dua hari ini.

Jane kira setelah Julian menciumnya hubungan mereka akan mengalami kemajuan tetapi selama dua hari ini Julian tetap menjadi pria yang dingin bahkan Julian tidak berbicara dengannya setelah kejadian Julian menciumnya.

Padahal Jane sudah sempat memiliki harapan kemungkinan takdir sudah berubah karena Julian sudah membuka hatinya dan Jane lebih yakin lagi karena kejadian baru-baru ini yang banyak berubah.

Jane menelungkupkan kepalanya di meja. Dia merasa ingin sekali menangis dengan semua ini kepalanya terasa mau pecah karena selama dua hari ini terus berpikir.

Ana mengusap belakang Jane merasa prihatin dengan Nyonyanya itu seperti memiliki banyak pikiran.

"Yang Mulia," panggil Ana sedikit menepuk bahu Jane.

"Berhentilah Ana jangan menambah sakit kepalaku."

"Yang Mulia Putra Mahkota melihat ke sini, " beritahu Ana.

Jane langsung mengangkat kepalanya dan betul saja Julian sedang melihat kearah mereka. Tetapi hanya sebentar setelahnya dia kembali keaktivitasnya.

Jane berdecak. "Ana. Haruskah aku mengikuti saranmu waktu itu?"

"Saran saya?"

Jane mengangguk. "Untuk mencari dukungan dari para bangsawan sebanyak-banyaknya."

Jane harus mencoba cara ini. Dia tidak mau menyerah sebelum berjuang. Dia tidak boleh berhenti sampai di sini, walaupun pernikahannya dan Julian tetap terjadi bukan berarti semuanya akan sama di masa depan. Masih ada harapan takdir akan berubah. Jane yakin Dewa memberikannya kesempatan kedua bukan tanpa alasan.

Tetapi Jane tidak tahu harus memulai dari mana. Semuanya terasa sulit karena tidak ada yang mempercayai dan membantunya.

Jane melihat kearah Ana, dia menggelengkan kepala. Ana tidak akan membantu terakhir kali Ana mengatakan otaknya kemasukan banyak air. Ibunya juga tidak percaya menganggap semua ini omong kosong mungkin ayahnya juga akan berpikir begitu. Dia ingin mengatakan kepada Margaret tapi sahabatnya itu hanya akan menertawakan dan mengatakannya sudah gila.

Selama ini setiap dia membuat masalah orang tuanya yang akan membereskannya sekarang dia sendirian membuat Jane frustasi.

Jane tidak menyalahkan mereka. Semua ini memang sulit di percaya jika Jane yang ada diposisi mereka pasti akan melakukan hal yang sama.

Transmigrasi ■ True DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang