"Hai Kepala Pelayan Quanda."
Ratu Quanda berdiri dari duduknya. Dia membalikkan tubuh. Matanya memicing melihat Helena yang sekarang duduk di tempat tidur.
"Helena?"
"Yah anda benar Kepala Pelayan Quanda," jawab Helena. Bibirnya tersenyum memperlihatkan jejeran giginya.
"Beraninya kau wanita rendahan. Keluar sekarang sebelum prajurit menyeretmu!" gigi Ratu Quanda bergemeletuk emosi atas kelancangan Helena. Panggilan Helena juga menggores harga dirinya.
Helena tertawa kecil. Dia meyilangkan kaki. Tubuhnya dia majukan ke depan dengan sebelah tangan terkepal, dia letakkan di bawah dagu. Sikunya dia buat menjadi penyanggah di atas lutut. Helena tersenyum mengejek mendengar sebutan Ratu Quanda untuk dirinya.
"Anda lebih rendah dariku Kepala Pelayan Quanda. Setidaknya sejak lahir aku adalah gadis bangsawan bukan seperti dirimu." mata Helena menelisik remeh Ratu Quanda dari atas sampai bawah. Sebelah sudut bibirnya naik ke atas.
"Kau!" hardik Ratu Quanda. Dia merasa darahnya mendidih mendengar kata-kata Helena apalagi sekarang Helena dengan terang-terangan mencoba merendahkannya dengan tatapan matanya.
"Anda harus mengakuinya. Jika saja anda tidak memberikan ramuan yang membuat Ratu Rosalina pendarahan, anda tidak akan berada diposisi sekarang. Oh! Ratu Rosalina yang malang." raut wajahnya dia buat sesedih mungkin namun hanya bertahan beberapa detik setelahnya dia tertawa pelan melihat mata Ratu Quanda yang melebar.
Alis Ratu Quanda menukik tajam. "Tutup mulutmu Helena. Kau tidak boleh berbicara sembarangan tentang keluarga kerajaan dalam Istana."
Bagaimana bisa Helena mengetahuinya? Dia sudah menutupinya selama dua puluh tahun, pikir Ratu Quanda.
"Sembarangan? Oh tentu saja semua yang aku katakan adalah kebenaran." Helena mengangkat satu tangan memposisikannya di samping mulut. "Aku tahu juga tentang anda membeli ramuan itu pada salah satu pedagang di daerah timur."
Helena berbisik seakan-akan dalam ruangan itu tidak hanya ada mereka berdua. Ratu Quanda semakin murka. Kakinya melangkah terburu-buru mendekati Helena.
"Aku akan merobek mulutmu itu," ujarnya. Jari-jarinya terselip diantara rambut merah Helena lalu menariknya kuat.
Helena hanya diam saat Ratu Quanda menarik rambutnya ke samping. Dia terkekeh namun kekehannya digantikan dengan ringisan akibat tarikan Ratu Quanda yang mengencang.
"Anda tenang saja Ratu Quanda. Rahasiamu aman bersamaku." Helena melihat mata Ratu Quanda yang memicing tidak percaya. Matanya terpejam karena tarikan Ratu Quanda semakin terasa sakit.
"Membunuhku di sini tidak akan menutupi semuanya. Selain aku, ada orang lain yang mengetahuinya. Jadi, berhentilah terus menarik rambutku." kepalanya terdorong ke belakang karena lepasan Ratu Quanda yang kasar. Helena merapikan rambutnya. Dia mendongak melihat Ratu Quanda yang masih berdiri di hadapannya.
"Ck, anda tidak harus berdiri terlalu dekat." Helena merotasikan bola matanya. Dia berdiri melangkahkan kakinya pada salah satu kursi yang ada dalam kamar.
"Sebaiknya anda duduk." dagu Helena bergerak menunjuk kursi di depannya. Dia tertawa pelan melihat tatapan nyalang Ratu Quanda.
Ratu Quanda duduk berhadapan dengan Helena. Dia tidak ingin mengikuti perintah Helena namun dia penasaran dari mana Helena mnegetahui rahasianya. "Ternyata inilah wajah aslimu. Aku telah melakukan kesalahan dengan membiarkanmu berkeliaran disekitar putraku. Ternyata kau gadis yang bemasalah."
Ratu Quanda tidak mempermasalahkan keberadaan Helena yang selalu di samping Charlos. Sikap Helena terkenal gadis yang baik dan begitu bijak. Bahkan semenjak Helena yang menjadi asisten Tabib Balden sikap Charlos sedikit melunak, itulah yang membuatnya tidak mempermasalahkan sebelumnya. Dia tidak pernah berpikir gadis yang duduk berhadapan dengan sekarang adalah gadis bermuka dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ■ True Destiny
FantasyKembali mengulang takdir. Akankah semuanya tetap sama? Haruskah dia menghindar? Atau, Berjuang bersama untuk mengubah takdir masa lalu. Ini tentang mereka yang ditakdirkan bersama tetapi terhalang oleh sesuatu yang tidak terlihat. *Jane Georgiana Ma...