60 - Regret

280 24 1
                                    

Sudah 2 minggu berlalu, Aluna masih terbaring lemah di atas kasur dengan Yudha kembali ke sekolah. 

Saat hari weekend, Ia secara rutin menjenguk Aluna di rumah sakit dan Yudha terkadang memberikan pujian kecil sekaligus obrolan santai kepada Aluna walau tak ada respon dari dirinya.

Yudha bersabar dan terus menunggu Aluna untuk membuka kedua matanya kapan pun itu.

Kini Yudha masih berada di kamar Aluna, menyiram tanaman yang berada di dekat jendela lalu ia menengok ke arah pintu ketika ia mendengar suara ketukan.

"Siapa?" tanya Yudha.

Perlahan pintu pun terbuka dan menampakkan sosok yang telah menghilang untuk beberapa saat ini, Delicia.

Delicia memasuki ruangan menggunakan kursi roda yang di bantu oleh suster di belakangnya, di wajah Delicia terdapat beberapa plaster sekaligus senyuman khasnya. "Yo, Yudha."

"Kak Delicia." Yudha tersenyum lalu melangkah menuju Delicia menggunakan tongkatnya. "Kakak udah baik-baik aja sekarang?"

"Hehe, iya dong! Gue udah sehat banget paling ya..." ucap Delicia lalu tersenyum kaku. "Kaki gue lumpuh sementara."

Yudha terkejut dengan pernyataan yang di beri Delicia. "Lumpuh sementara? ah.. itu pasti sulit."

"Bener banget! Gue nggak bisa pergi sesuka hati kalo gini," Delicia menghela nafas berat. "Ngomong-ngomong, kondisi lo gimana, udah membaik? Dan Aluna.."

Yudha mengangguk. "Gue udah membaik tapi kalau Aluna dia belum sadar dari 2 minggu yang lalu."

"2 minggu?! Gue nggak nyangka bakal selama itu, sorry ya gue nggak bisa jenguk Aluna karena gue belum di bolehin keluar kamar." ucap Delicia.

"Gapapa kak, gue ngerti," Yudha tersenyum kecil. "Kakak mau lihat Aluna?"

Delicia berdeham. "Nggak deh, gue takut sakit hati lihatnya. Gue nggak tega lihat adek gue terbaring lemah di kasur apalagi di tanah."

Yudha tersentak dan ia baru teringat akan seseorang yaitu Zayan. "Maaf kak, kalau gue boleh nanya... Zayan gimana?"

Delicia tampak murung lalu ia mengalihkan pandangan. "...dia udah di kubur dan gue nggak sempat buat dateng ke pemakamannya."

Yudha sudah menduga akan hal ini namun tetap saja ia masih merasa sedih atas kepergian Zayan. "...gue turut berduka cita kak."

"Makasih," Delicia tersenyum hangat. "Oh ya, gue pergi dulu ya? Gue lagi ada urusan soalnya. Tolong jaga Aluna buat gue hmm?"

"Oh iya kak hati-hati." ucap Yudha lalu Delicia pun mulai meninggalkan ruangan.

-

-

-

-

Yudha perlahan membuka matanya usai tidur lelapnya, ia tak sadar bahwa ia baru saja tertidur di kursi dan waktu sudah menunjukkan petang hari. Yudha mengusap matanya dan menatap ke arah jam.

"Gue ketiduran," ucap Yudha lalu menghela nafas berat. Yudha menatap ke arah Aluna yang masih menutup matanya dengan tenang lalu ia menggapai rambut halus Aluna dan mengelusnya.

"Sampai kapan lo bakal tidur terus, Lun? Gue nggak masalah buat nunggu tapi..." Yudha memberhentikan ucapannya lalu mengalihkan pandangannya.

Gue kangen, gue kangen semua tentang dia. Batin Yudha.

Yudha mengernyit dan menunduk menatap lantai. "Aluna, kalau lo denger gue walau pun cuman sepatah kata, walau pun hanya sebatas bisikan, gue mau bilang kalau gue sayang sama lo. Gue nggak mau lo tinggalin gue gitu aja, karena cuman lo yang ada buat gue, Lun.. cuman lo,"

Mata yang tampak sendu itu pun berkaca-kaca dan ia meremas tangan Aluna dengan erat. "Please.. open your eyes, i'm begging you."

Jawaban yang di dapat oleh Yudha hanyalah suara ketukan jam dan kesunyian, ia tak berharap lebih mendapatkan jawaban dari Aluna tapi ia sangat membutuhkannya saat ini.

Sesuai apa yang gue duga. Batin Yudha lalu ia menghela nafas berat dan Yudha kembali mengambil tongkatnya kemudian beranjak bangun.

"Gue harus tutup jendela habis itu—" Yudha tersentak usai mendengar gerakan dari kasur yang membuatnya melirik ke arah Aluna. Alis tebal itu mulai bergerak dan jari Aluna pun juga mulai ikut bergerak.

"Aluna..?" ucapnya dengan nada yang sedikit bergetar, ia tak percaya bahwa hari yang ia tunggu akhirnya datang juga.

Yudha pun kembali duduk dan menggenggam tangan Aluna dengan lembut, dengan wajah bahagia sekaligus risau ia menunggu Aluna untuk membuka matanya.

Sepasang mata lelah itu pun perlahan terbuka dan dengan pandangan yang sedikit kabur Aluna merenung sesaat lalu menoleh ke arah Yudha.

Yudha tersenyum hangat dan lebar. "Aluna! Akhirnya lo bangun!"

"...yu..yudha...?" ucap Aluna dengan nada yang lemah.

"Iya ini gue, Yudha." balas Yudha sambil menggenggam tangan Aluna.

Aluna terdiam untuk beberapa lama lalu ia mulai merubah posisinya menjadi duduk.

"Hey! Jangan duduk dulu—" mata Yudha terbelalak usai Aluna menggenggam pundaknya dan menyadarkan kepalanya di pundak Yudha.

Samar-samar Yudha mendengar suara isakkan tangis dari Aluna yang membuat Yudha melirik ke arah Aluna. "..maaf...maafin aku..."

Yudha usai melihat Aluna yang tiba-tiba menangis, ia baru pertama kali melihat Aluna menangis seperti ini di hadapannya. "Untuk apa..? lo nggak salah apa-apa, Lun."

Aluna menggeleng cepat. "..a-aku salah...aku..buat kamu..terluka...maaf..maaf..."

Yudha pada akhirnya terdiam dan hanya mampu melihat Aluna yang menangis di hadapannya, ia tak tahu harus berbuat apa saat ini.

"Sepatutnya..kamu..nggak sama aku... sepatutnya kamu..bahagia di luar sana...kamu menderita kalau sama aku Yudha...maaf...aku minta maaf.." ucap Aluna dengan nada sendu dan terisak-isak.

Dengan cepat Yudha memeluk Aluna yang membuat ia terkejut. "Lo baru bangun, jangan banyak pikiran. Gapapa, ada gue di sini,"

"Gue udah maafin lo walau pun sulit, gapapa.. semua udah berlalu." lanjut Yudha.

"Maaf...maafin aku...maaf..." Aluna terus mengulang perkataannya yang membuat Yudha memeluk Aluna erat dan mulai menenangkan wanita yang ia cintai ini.


Give | GxBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang