11 - Stay Here 1/3

1.1K 60 2
                                    

Nafas Aluna tak beraturan,matanya terbuka lebar dan tangan kanannya yang saat ini menggenggam pedang bergetar hebat. Secara tiba-tiba Delicia memegang pundak adiknya itu yang membuat Aluna menengok ke arahnya.

"K-kakak?"

Delicia tak menjawab dan melangkah satu langkah membelakangi adiknya. "Ada perlu apa? Kita kan udah memutuskan nggak kontakkan lagi,"

"Ayah."

Seseorang yang di sebut ayah oleh Delicia adalah Theo, kepala keluarga Aziekiel. Theo terkekeh kecil kemudian menatap kedua anaknya itu miris.

"Oh? Kapan ayah bilang begitu?" tanya Theo sambil tersenyum sinis.

Delicia menjadi geram atas perlakuan ayahnya yang menjengkelkan. "Sial.. ternyata sifat ayah nggak berubah ya."

Theo terkekeh kecil. "Iyakah?"

"Ck, cepet apa tujuan ayah halangin aku sama dek Aluna? Aku sama dia dapet tugas dari organisasi loh."

"Kalo gitu tahan sebentar, ayah cuman mau berbicara sama kalian. Kalian tau kan udah berapa tahun kita nggak ketemu?"

"K-kenapa.." ucap Aluna secara tiba-tiba dan ia maju satu langkah menyamakan posisinya dengan Delicia.

"Lo dateng lagi ke kehidupan gue lagi hah?!" tanya Aluna dengan bentakkan.

"Dek!" Delicia memegang pundak Aluna guna menahannya.

"Awwie, tenanglah nak. Ayah cuman mau bicara sama kamu. Hadeh yaudah deh langsung to the point, ayah berhasil menjual dokumentasi pribadimu. Ternyata laku keras ya haha." ucap Theo.

Mata Aluna terbelalak dan dadanya menjadi sesak. "Dokumen pribadi? Maksudnya data-data para target?!!"

Theo mengangguk dan tersenyum lebar. "Yup sesuai tebakan kamu."

Aluna menggeram kemudian menatap tajam ayahnya. "Lo berani-beraninya jual tuh data! Itu buat bukti untuk para kostumer loh!"

"Iyakah? Maaf ayah gatau." ucap Theo dengan santai.

Aluna makin jengkel dengan ayahnya dan ia seperti ingin membunuh Theo secepatnya.

"Hahaha, maaf nak jangan tatap ayah dengan mata itu. Yah setidaknya ayah nggak rebut kekuasaanmu di organisasikan?" tanya Theo dengan senyum yang mengerikan.

"... kita nggak perlu bahas itu lagi." balas Aluna.

"Hm? Kenapa? Kamu nggak suka ya?"

"Haha lihat tingkah kamu ini ingetin ayah pada usiamu yang ke 5 tahun. Dan apa kamu ingat kejadian yang ada di teras waktu itu?"

Dada Aluna seketika terasa tertancap pisau yang tajam ketika mendengar perkataan dari Theo.

"Ayah sangat menyukai momen itu, seluruh tubuhmu bergetar,kamu yang nggak bisa melawan dan hanya bisa memohon. Di saat itu ayah sangat ingin sekali menyentuhmu lebih da–"

Aluna berlari dengan gesit ke arah Theo kemudian meloncat tinggi untuk menyerangnya, lebih tepatnya Aluna ingin memenggal kepala Theo.

"Aluna, berhenti!!" teriak Delicia.

Dorr!

Dorr!

Dorr!

-

-

-

-

-

-

Nafas Aluna kembali tak beraturan karena lelah usai membunuh semua pengikut Theo dengan memenggal kepala mereka bahkan ada 2 atau 3 orang yang di cincang tubuhnya oleh Aluna.

Soal Theo, ia berhasil melarikan diri dengan luka di wajahnya yang membuat salah satu matanya buta. Luka itu sangatlah besar dan hampir mengenai seluruh wajahnya.

Aluna menengok kearah Delicia yang tak sadarkan diri akibat kepalanya yang terbentur oleh tongkat besi. Ia menghampiri kakaknya kemudian ia sandarkan tubuh Delicia di pintu mobil.

Aluna mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang, yaitu Afrin.

"Napa? Lo mau nitip makanan lagi?"

"Nggak gue mau minta tolong."

"...minta tolong apa? Suara lo kok jadi deep sih?"

"Gatau lah, lo jemput kak Delicia di sini dia pingsan."

"Lah? Kenapa?? kok bisa?"

"Gara-gara klannya ayah gue."

Afrin menghela nafas berat. "Nggak heran sih buat masalah mulu. Yaudah lo tinggal serlok nanti gue kesana, lo nggak lukakan?"

"Nggak, cuman sakit pinggang gue kambuh."

"Oh yaudah gue tutup ya."

Telepon tertutup dan Aluna duduk di trotoar yang kotor dan dingin. Aluna mendongak menatap langit malam yang indah dan di hiasi oleh bintang-bintang.

"Pengen pulang." gumamnya

Keesokkan paginya...

Yudha merenggangkan seluruh badannya usai membersihkan kasur dan kamar Aluna. Entah karena niat atau memang kebiasaannya.

"Selesai, ginikan enak liatnya," ucap Yudha sambil tersenyum tipis.

"...tapi otomatis gue bersihin tuh orang idiotkan?" gumamnya.

Blam!

"Hih! Siapa?!" ucap Yudha terkejut dan ia berbalik menghadap ke arah pintu.

Mata Yudha terbelalak ketika ia melihat Aluna yang memasuki kamar dengan nafas terengah-engah.

"L-lah?!! lo kenapa njing? Dari mana lo tiba-tiba kayak gitu?!" tanya Yudha heran.

Aluna menatap Yudha kemudian tersenyum dengan bibir bergetar. "Hehe gapapa kok.."

Yudha terdiam dan mengamati Aluna, tampak wajah Aluna di lumuri darah sekaligus tubuhnya bergetar. Yudha melangkah sedikit lebih dekat dengan Aluna.

"Muka lo ada darah... lo abis ngapain sih?!"

Aluna tersentak dan ia mempalingkan pandangannya. "Ng-nggak ngapa-ngapain kok."

"Beneran? Lo kok luka gitu?" tanya Yudha mengintimidasi.

"Ini bukan luka yang cuman bercak darah aja– eh!" Aluna menutup mulutnya.

Sial keceplosan lagi coook! Batin Aluna.

"...bercak darah? Dari siapa?" tanya Yudha kembali dengan curiga.

"B-bukan gitu!! tapi–"

Crak!

"Aghhh!!" teriak Aluna sambil memegang pinggangnya.

"Anjir! Napa lagi lo?" tanya Yudha keheranan.

"Gapapa c-cuman pinggangku yang sakit, aku ke kamar mandi sebentar ya." ucap Aluna sambil berjalan menuju kamar mandi.

Yudha terpaku diam dengan keheranan.

Give | GxBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang