52 - Assassin Meeting 4/4

314 28 3
                                    

1 jam telah berlalu, para pembunuh bayaran sudah berkumpul di aula yang sangat luas dan sedang menunggu pintu yang ada di depan mereka untuk terbuka. Di depan mereka masing-masing ada 6 pintu untuk setiap rank yang ada.

"Seleksi akan kita mulai! Harap berbaris di depan pintu yang telah kami siapkan dan ingat berbarislah sesuai rank kalian!" seru seorang pria berjas hitam.

"Gue duluan ya Lun, good luck." ucap Delicia sambil menepuk pundak adiknya itu lalu melangkah pergi.

Aluna hanya terdiam dan ikut melangkah pergi menuju pintu pertama khusus rank A, Aluna sedikit tersentak karena hanya sekitar 5 orang yang menduduki rank A. Saat ia ingin ikut berbaris secara tiba-tiba seseorang menarik tangannya dengan kasar yang membuat Aluna terkejut.

"Apa yang—" mata Aluna terbelalak ketika melihat Caesar yang ada di hadapannya.

Mata biru Caesar menatap mata Aluna dengan begitu dalam lalu ia tersenyum sinis. "Tempatmu bukan di sini, sayang. Ayo ikut aku."

Caesar pun menarik Aluna untuk pergi dari sana dan jelas Aluna memberontak. "Lepas, jangan sentuh gue!"

Caesar memilih untuk tak menjawab dan mereka pergi meninggalkan aula yang ramai.

-

-

-

-

Angin malam berhembus ke arah Yudha yang asik mengupas bawang putih di teras rumah, ia terlihat sangat fokus sampai bibinya memanggil dari dalam rumah. "Yudha udah dulu kupas bawangnya! Lanjut nanti pagi kan bisa."

"Gapapa, dikit lagi kok bi!" jawab Yudha sambil terus mengupas bawang putih. Perlahan-lahan, Yudha tenggelam dalam pikirannya dan memberhentikan gerakan tangannya.

Kira-kira Aluna kemana ya? Sampe dia bolehin gue buat tinggal di rumah bibi walau sebentar.. Apa jangan-jangan dia tinggalin gue? Ya gapapa sih malah bagus, tapi... ah udahlah ngapain gue mikirin tuh anak. Batin Yudha lalu menghela nafas berat.

Lamunannya seketika pecah usai ia melihat sebuah mobil sedan hitam yang terparkir tak jauh dari rumah bibinya. Lantas Yudha mengambil mangkok yang berisi bawang putih yang telah di kupas dan bangkit dari duduknya sembari menatap mobil sedan hitam itu dengan curiga.

"Aneh." gumamnya lalu berjalan masuk ke rumah.

Yudha berjalan menuju dapur yang dimana bibinya berada, ia menaruh bawang itu di atas meja. "Udah selesai? Yaudah abis ini kamu tidur ya, udah malem."

Yudha mengangguk singkat dan belum saja ia mengambil satu langkah, sebuah ketukan pintu terdengar. "Siapa sih malem-malem begini? Coba Yud, kamu buka siapa tau itu tetangga bibi."

Dengan ragu-ragu Yudha menuju pintu dan mengintip dari jendela, Yudha sedikit tersentak usai melihat pria dengan tubuh tinggi dan kekar yang membuatnya menelan ludah. "Siapa?"

"Saya tetangganya Lili, saya mau berbicara sama dia." ucap sang pria kekar. Yudha menghela nafas lega karena firasatnya tersebut salah, Yudha pun membukakan pintu untuk pria yang ada di hadapannya.

"Silahkan," ucap Yudha lalu berbalik.

"Bi! Ada tam—" secara tiba-tiba mulut Yudha di sekap dari belakang, siapa lagi kalau bukan dari si pria kekar yang ternyata adalah orang yang berniat jahat.

Yudha yang sangat terkejut dan syok pun memberontak hebat dan terus mencoba untuk melepaskan diri.

"Siapa Yud?" tanya bibi Lili yang keluar dari dapur lalu ia terkesiap karena melihat keponakannya di sekap.

"Yudha!" bibi Lili yang ingin menghampiri mereka seketika di tondongkan pistol oleh sang pria kekar.

"Diam di tempat atau anak ini akan kehilangan nyawanya." ucap si pria lalu ia mundur perlahan.

Bibi Lili pun terdiam di tempat dan ia menunduk dengan wajah yang cemas. Yudha terus menerus memberontak dan mencoba untuk menggigit tangan pria itu namun gagal. Merasa harapannya sudah hilang Yudha pun pasrah dan menatap bibinya yang terdiam di tempat.

Sang pria kekar mengeluarkan walkie talkie miliknya. "Gua dah nangkep nih, siapin mobil—" dengan gerakan tiba-tiba pria itu terhempas jauh usai hidung di tendang cukup kuat yang mengakibatkan hidungnya patah.

Yudha juga ikut terhempas namun dengan cepat di tangkap oleh bibi Lili dan bibi Lili menarik Yudha ke belakang.

"Gahh!" Yudha terkejut bukan main karena melihat pria kekar yang tadi menangkapnya terjatuh di lantai dengan hidungnya yang berdarah.

"B-bibi..?" tanya Yudha tak percaya melihat bibi Lili secara tiba-tiba menyerang pria kekar yang mana pria kekar itu jauh lebih besar dari dirinya.

"Tetaplah di belakang," ucap bibi Yudha lalu menyiapkan pose bertarungnya. "Kamu lupa ya? Bibi ini mantan petinju."

Eh.. iya kok gue bisa lupa sih. Batin Yudha.

Pria kekar tadi kembali berdiri dan mengusap darah yang mengalir di hidungnya lalu mengambil walkie-talkie yang terjatuh. "Woy gue di serang cepet ke sini!"

Sang pria kekar menaruh walkie-talkienya di sakunya lalu berlari untuk menyerang bibi Lili.

Dengan cepat bibi Lili menghindar pukulan dari sang pria kekar lalu menyerang balik dengan cara membanting tubuhnya kelantai.

"Huh?! K-kok bisa??!" heran Yudha.

"Dia ringan juga ternyata." bibi Lili terkekeh kecil dan ia kembali di serang kali ini bukan dari sang pria kekar, tapi rekannya. Pipi bagian kiri bibi Lili terpukul cukup kencang yang membuatnya sedikit oleng. 

Yudha mulai cemas karena lawan bibinya saat ini terlihat cukup kuat dari lawan sebelumnya, namun ia tersadar akan satu hal orang yang di hadapi bibi Yudha saat ini adalah Afrin.

"Bang Afrin...?" gumam Yudha.

Bibi Lili mendecak lalu menyiapkan pose bertarungnya. "Sekarang lebih sulit ya."

Afrin dan bibi Lili mulai bertarung cukup gesit, mereka tak ada yang mundur di pertarungan ini sampai akhirnya Afrin menendang kaki bibi Lili yang membuatnya terjatuh ke lantai dan itu sebuah kesempatan bagi Afrin untuk menahan bibi Lili.

BRAK!

Dentuman keras dari lantai terdengar, dan bibi Lili resmi kalah dari pertarungan ini. Afrin tersenyum sinis lalu mengambil pisau dan menancapkannya di baju bibi Lili yang membuat bibi Lili tak bisa bergerak.

"SIALAN! LEPAS!" pekik bibi Lili. "Jangan berani kamu sentuh Yudha!"

"Sayang sekali, saya akan melakukannya." ucap Afrin lalu ia bergerak dengan sangat cepat dan menangkap Yudha.

"Ngh!" mata Yudha terbelalak ketika mulut di tutup oleh kain dan ia yakin bahwa kain ini sudah di beri obat bius yang bisa membuatnya tak sadarkan diri.

Yudha terus memberontak sampai akhirnya tubuhnya menjadi lemas dan ia tak sadarkan diri. Afrin yang merasa Yudha sudah tenang mengikat tubuhnya lalu menggendong Yudha di pundaknya. 

Tak lupa ia juga membawa temannya yang sudah tak sadarkan diri dengan cara menyeretnya.

Afrin menghela nafas berat lalu meninggalkan rumah bibi Lili. "Lebih baik gue yang kerjain ini sendirian, nih orang satu beban banget asu."

Ia menaruh tubuh si pria kekar kedalam mobil sekaligus tubuh Yudha lalu ia pergi ke kursi pengemudi dan mulai pergi meninggalkan rumah bibi Lili. Bibi Lili yang menyadari hal itu pun langsung mencoba melepaskan pisau yang berada di bajunya dan dengan terpaksa ia mengoyak bajunya.

Dengan tergesa-gesa bibi Lili berlari ke luar rumah dan melihat mobil sedan hitam itu melaju pergi. "WOY!" bibi Lili mendecak kesal lalu meraih ponsel yang ada di kantungnya. "Aku harus cepet-cepet telpon polisi kalo begini!"


Give | GxBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang