03(CdL)

1.2K 141 13
                                    


Happy Reading

Avin memutar kunci pada pintu loker dan menarik handle nya hingga terbuka. Namun naas, sekantong plastik sampah jatuh berhamburan. Gumpalan kertas, botol bekas, bahkan bekas permen karet dan bungkus makanan ada disana.

Ia mengeluh pelan, buku dan beberapa barang yg ia simpan disana jadi kotor.

"Wah,, Nemu harta Karun nih.!! Asik banget, besok gue tambahin.!" Ucap seseorang yg lewat di belakang Arvin

Ia tidak perlu menoleh dan melihat siapa yg barusan berkata demikian, bisa siapa saja dari seluruh isi sekolah ini, mereka semua berperangai sama.

Hanya saja ini sudah yg ketiga kalinya dalam Minggu ini, loker nya penuh dengan sampah menjijikkan. Sebelum mendapatkan tambahan kata-kata pedas dari petugas kebersihan sekolah, Avin segera meraup semua sampah itu dan membuangnya ke tong terdekat.

Apakah ini ulah lingga.? Tapi laki-laki itu bukanlah jenis manusia pengecut yg menyerang mangsanya dari belakang, lebih besar kemungkinan jika ini ulah Vani dan komplotan nya.

Pemuda itu terus berpikir sembari berjalan menuju kelas, jam pelajaran setelah istirahat siang sudah dimulai, agak terlambat karena sampah-sampah sialan tadi. Ketika pintu kelas terbuka, ternyata guru pelajaran sudah masuk, ia membungkuk kecil untuk meminta maaf atas keterlambatan nya, kemudian pandangan matanya tertuju pada bangku miliknya.

Sudah ada yg duduk disana.

Manusia pertama yg paling Avin tidak harapkan disekolah ini, Lingga Pradipta.

"Avin, kenapa kamu tidak masuk dan duduk.?"

Pemuda itu memandang tempat duduknya sekilas, kemudian kembali menatap sang guru, dan wanita didepan kelas itu pun paham.

"Kamu bisa turunkan kursi cadangan di pojok itu yg tidak terpakai, langsung duduk dan jangan berisik.!"

Jelas wanita itu tau siapa yg merebut tempat duduk milik Avin, ia cukup pintar untuk tidak membuat masalah dengan nya, atau karier mengajarnya akan tamat hari ini juga.

"Oh, jadi ini tempat Lo.? Lo boleh kok duduk disini, kebetulan gue lagi butuh alas kaki.!"

Seluruh siswa-siswi dikelas itu tertawa terbahak-bahak mendengar celetukan lingga, namun Avin tidak perduli, lingga masih tetap dibuat penasaran. Apakah si banci itu benar-benar bisu.? Dan sejak kapan sekolah yg sudah ia anggap miliknya sendiri ini menerima murid miskin dan disabilitas.?

"Siapa yg bisa bantu ibu kerjakan soal di papan tulis.? Avin.?"

Lingga mengangkat alisnya mendengar nama itu lagi. baiklah, si ibu guru itu sudah menyebutnya dua kali dan wanita itu sekarang menunjuk ke pojok dimana si bisu berada.

"Silahkan maju, Davian Alexis.!"

"Got it.! Gue tau siapa nama Lo.!" Ucap lingga dalam hati

Avin beranjak dari duduknya, berjalan ke arah papan tulis. Kemudian menulis sesuatu dengan spidol di whiteboard dalam waktu sekian detik saja.

Oke, satu kesimpulan lagi lingga tarik. Pemuda itu pintar.! Sudah jelas bagaimana caranya ia bisa masuk ke sekolah unggulan ini, apalagi jika bukan beasiswa.

"I got your name.!" Bisik lingga ketika Avin kembali duduk di kursinya

*****

"Lo tau ini jam berapa.? Kenapa ngga sekalian aja Lo hidup disekolah sialan itu dan ngga usah pulang.? Gue ngga akan ngerasa kehilangan.!"

Pukul delapan malam, Avin baru saja pulang kerumah nya, dan hal pertama yg menyambutnya adalah, teriakan keras dari Lilis.

"Maaf, ma.."

"Gue ngga butuh.! Ke dapur dan buatin gue makanan.!"

Avin mengangguk, namun sebelum itu. Ia pergi ke kamar untuk mengganti seragamnya terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian, bau menguar dari arah dapur, mengundang kedatangan wanita yg Avin sebut sebagai ibu.

"Cuma itu.?" Protes Lilis

"Ngga ada apa-apa di kulkas" jawab Avin

"Makanya, Lo tuh harusnya nurut sama gue. Jangan sok suci kalau ada yg mau bawa.! Lo pikir biaya hidup sekarang ngga mahal.? Lo jadi anak bener-bener ngga ada gunanya tau ngga.? Gue masih anggep Lo anak, masih baik gue kasih Lo makan dan tempat tinggal, mana balas Budi Lo sama orang tua.?"

Telinga Avin sudah terlatih untuk ini, ia tetap berada disana untuk membersihkan dapur, menunggu Lilis makan, dan juga menunggu apa yg tersisa untuk dirinya sendiri. Setiap hari selalu seperti itu selama 17 tahun lamanya, terkadang Avin hanya mendapat sedikit sekali makan malam. Kian hari tubuhnya jadi kian kurus, jika tidak bisa tidur karena lapar, hal yg bisa Avin lakukan hanya belajar. Tidak apa-apa, toh dia harus mempertahankan beasiswa untuk satu tahun terakhirnya di SMU.

"Lo denger ngga apa kata gue.?"

Avin terhenyak, suara Lilis membayarkan segala lamunannya. Saat Avin mengangkat wajahnya, Lilis tengah menatapnya dengan raut muak.

"Gue bilang jangan sok suci dan jual mahal.! Hidup Lo bisa enak kalau lu nurut sama gue"

"Mama ngga mau aku punya masa depan.?"

"Persetan sama masa depan.! Orang kayak kita udah makan sampe hari ini aja udah bagus, Lo ngga usah mimpi ketinggian.!"

"Ma-"

"Lo itu ngga berguna.! Cuma beban buat hidup gue.! Kalau Lo ngga bisa ngehasilin sesuatu buat gue, mending Lo mati aja.! Sia-sia gue piara sampe Segede ini.!"

Sejujurnya, Avin memang ingin mati saja. Tak bisa di lihatnya lagi setitik cahaya di masa depan, tapi ia sudah berhasil bertahan selama tujuh belas tahun, kan.? Meski ibu nya terus berusaha untuk menghancurkan mentalnya, siang dan malam.

Apa gunanya terus bertahan.?
Sudah ia dengar dengan telinga nya sendiri, tidak ada yg akan merasa kehilangan jika dirinya mati. Tidak ada gunanya ia terus menipu dirinya sendiri dengan berpikir bahwa esok akan ada matahari, tidak ada gunanya.!

Mungkin setelah ini yg harus Avin pikirkan adalah, cara apa yg bisa digunakan agar mati dengan tidak terlalu menyakitkan.!

!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cinta Dan Luka (YoonMin) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang