10(CdL)

1.2K 160 34
                                    


"Lo mau di sini aja.?" Tanya lingga, saat melihat Avin tetap tidak bergerak saat bell masuk baru saja berdering... "Kalau Lo masih mau disini, Gue temenin"

Avin tetap diam.
Ia kembali hening dengan wajah tanpa ekspresi seperti awal mereka berdua bertemu.

"Penyakit bisu Lo kambuh lagi.? Haruskah gue cium dulu supaya Lo mau jawab.?"

Davin menoleh pada lingga... "Kira-kira, apa yg bakal mereka katakan kalau liat gue keluar dari mobil Lo dengan penampilan seperti ini.?"

"Apa perduli Lo dengan apa yg bakal mereka bilang.?"

Avin mengangkat wajahnya perlahan, menatap pemuda tampan disamping nya yg juga tengah menatapnya.

"Lo bener, gue udah hadepin ini selama bertahun-tahun. Kenapa gue masih juga ngga terbiasa.?"

Lingga mengernyit saat mendengar perkataan Avin.

"Bertahun-tahun.? Maksudnya, Lo di bully selama bertahun-tahun.?"

Avin mengangkat bahu.

"Kenapa Lo diem aja.?"

"Lo pikir, apa yg bisa gue lakuin.?"

"Avin—"

"Gue keluar sekarang."

Ia sudah akan beralih dan membuka pintu mobil, namun lingga menahan nya.

"Lo di bully selama bertahun-tahun.?"

"Kenapa Lo kaget.?"

"Lo di bully selama bertahun-tahun dan Lo masih tetap hidup.?"

"Lo berharap gue mati.?"

"Maksud gue b—"

"Gue udah lebih dari sekedar mati.! Orang kaya kek Lo ngga bakal pernah ngerti, gimana rasanya.!"

Avin membuka pintu Range Rover itu dan melangkah pergi dalam diam.
Mengabaikan lingga yg total tercengang.
Kembali seperti dirinya di hari-hari biasa, melintasi halaman seraya menunduk.
Menghindari bertatapan mata ataupun bertukar suara dengan makhluk hidup manapun.

Kembali pada dunia suramnya sendiri.

"Kamu berani meninggalkan kelas kemarin tanpa izin, Davian Alexis.? Saya pikir, kamu masih mau melanjutkan program beasiswa sampai lulus.? Kamu ngga lupa kan, salah satu syarat penerima adalah absensi yg baik.?"

"Saya minta maaf."

Lirih sekali, Avin menjawab dan berusaha agar orang lain tak mendengar suaranya.

"Hanya ada kesempatan tiga kali tidak masuk tanpa izin, dan sekarang kamu terlambat masuk selama hampir sepuluh menit.!"

"Saya minta maaf, Bu."

"Dari mana saja.?"

Apakah ia harus menjawab apa adanya.?
Bukankah lebih baik demikian.?

"Rumah sakit."

"Rumah sakit.?"

Avin menunjuk pipinya yg masih berbekas samar keunguan, membuat ibu gurunya meringis ngilu.

"Apa yg terjadi, Avin.? Kamu ngga apa-apa.?"

Avin menggeleng.
Kali ini ia merasa tidak perlu menjelaskan nya lebih lanjut, maka ia mengangguk sopan dan berjalan mengitari kelas, untuk menuju kursinya di pojok ruangan.
Mengabaikan tatapan sinis penuh penghinaan dari berpasang-pasang mata disana.
Untuk ransel puluhan juta di pundaknya, terutama Vani dan komplotan nya.

"Dasar badut.! Mau bikin lelucon dengan pake barang rombengan.? Mau sok jadi manusia beneran.? Muka Lo ngga kompatibel.!"

Avin tetap mengabaikan.

Cinta Dan Luka (YoonMin) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang