Lia memijat pelipis. Ia lupa apa saja yang terjadi. Yang ia ingat, ia memang sedang memaki-maki proyek Time Tales pada Nana sambil mabuk. Wait, jangan-jangan...
"Kamu ngeracau aneh-aneh. It's scrabbled." Wira berucap. "Lalu, sampai di apartemenku, kamu nelanjangin diri sendiri dan tidur di atas sofa sampai harus kugendong ke kamar."
Lia menahan napas. Ia sudah tidak ingat.
"Untung kamu nggak tiba-tiba telanjang di jalan. Untung juga kamu nggak telanjang di depan pacar temenmu itu!" Kepala Wira tergeleng tak habis pikir. "I would kill him if he touches you."
Kalimat itu begitu dingin secara tiba-tiba. Begitu serius. Wira seolah kembali pada setelannya di kantor yang menyeramkan.
Lia menunduk. Menatap tubuhnya sendiri yang masih terbungkus selimut. Lalu, matanya menatap Wira yang menghela napas.
Tiba-tiba, Wira meninggalkan iPad dan minumannya lalu beringsut ke arah walk-in closet. Tak lama, ia sudah kembali dengan sebuah kaos di tangan dan meletakannya di atas selimut. "Pakai dulu, aku tahu kamu nggak nyaman."
"Oh, bisa pengertian juga," tanggap Lia mengejek. "Udah selesai curi kesempatannya?"
Tubuh Wira berbalik. Seolah tak ingin melihat Lia di sana. "You know, I would like to see you naked, I really do." Ia mendesah pelan. "But I don't know if I can hold any longer."
"Bajuku memangnya ke mana?"
"Masih kececer di depan. Kamu pungut sendiri nanti," jawab Wira masih tak memandang Lia.
Lia mengerutkan dahi. Ia masih penasaran apa yang sebenarnya ia lontarkan ketika mabuk sampai menelanjangi diri begitu.
"Kalau mesum ya, mau aku pakai baju juga akan sama aja nggak, sih?"
Decakan lidah terdengar. "Come on! Don't make it difficult for me, Hazel. Kecuali, kamu sekarang lagi mau ngegodain aku" ucapnya.
Lia memandang punggung Wira yang pundaknya naik turun. Ia mengambil kaos itu dan meloloskan helaian itu ke tubuhnya yang kecil. Untung kaos itu cukup besar hingga menutup tubuhnya hingga ke paha.
"Udah belum? Cepetan!" Wira berkata lagi. "Kalau kamu nggak pakai baju dalam tiga detik lagi, aku nggak tahu kita bakalan ngulang malam kemarin atau nggak."
Lia membelalak. Ia buru-buru merapikan kaos itu. "Done!"
Ucapan itu membuat Wira membalik tubuhnya. Ia tersenyum kecil pada perempuan itu kemudian berjalan ke tepi kasur. Tak lama, ia sudah rebah melintang di atas tempat tidurnya.
"Jadi, kamu tidur di sana?" Lia menunjuk area kosong dengan telunjuknya.
Wira menggeleng. "Di kamar tamu. I can't hold myself kalau sampai aku tidur di sebelah kamu." Ia membalik tubuh, kini, wajahnya menatap Lia yang masih setengah lemas.
"Uhum?"
"Apa?" balas Wira dengan senyum menantang. "Kamu masih nggak percaya?"
"Siapa yang bisa percaya?"
"I'm not that jerk, Hazel." Ia tertawa sambil memutar tubuh. Kini, wajah mereka saling pandang. Tangan Wira mengambil tangan gadis itu lalu menggenggamnya erat.
"Oh, really? Sepak terjang Adhyaksa nggak ada yang nggak brengsek, katanya." Lia pernah dengar sekali, tentang Darmantara Adhyaksa yang katanya mencabuli anak di bawah umur.
"Memang!" Bukannya tersinggung, Wira malah terkekeh. "Kecuali, aku."
Lagi, tawa Wira pecah untuk ke sekian kalinya. Ia berguling masih dengan tangan yang menggenggam Lia begitu erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lead Magnet
RomanceADHYAKSA SERIES no. 5 🌼 *** Lead Magnet (n.) An incentive to attract and capture potential customer. Lia--Hazelia Salim--nyaris jantungan ketika ia tahu, kekasihnya, Bryan ternyata sudah berpacaran dengan Lidya Kani Melatika, putri pemilik perusah...