19. A Cheat Sheet

37.5K 3.7K 103
                                    

Lia pikir, Wira akan melepaskannya ketika ia meminta dua hari tambahan untuk mengumpulkan amunisi terkait dengan strateginya. Apalagi, ditambah dengan tak ada pembahasan lebih lanjut tentang itu semua. Jadi, Lia merasa bisa bersantai.

Sialnya, perkiraan Lia tentang Wira meleset sangat jauh. Karena, baru saja kemarin mereka bertemu, sore ini Syailendra mendatangi meja Lia khusus untuk menanyakan terkait strategi yang sudah Lia persiapkan.

Dan jelas semua orang panik ketika Syailendra datang untuk mendatangi tim campaign dan secara spesifik menyambangi meja Lia. Menyatakan bahwa Wira sudah menunggui dan menanyakan update terbarunya. Bayangkan, seorang VP bisa-bisanya turun dari tahtanya hanya untuk memastikan bahwa Lia sudah mengerjakan pekerjaannya.

Betapa intimidatifnya si bungsu Adhyaksa tersebut. Bahkan, Sesil saja tidak memburu segila Wira.

Lagipula, kenapa Wira harus menanyakan perihal pekerjaan itu pada Syailendra? Kenapa tidak langsung pada dirinya?

Lia masih punya waktu sampai besok dan saat ini, ia baru bisa mengisi beberapa slot yang bisa ditawarkan terutama terkait owned-channel yang dimiliki BuyMe. Sementara, beberapa yang lain yang melibatkan pihak eksternal seperti endorsement masih butuh persetujuan dan proses. Jadi, Lia letakan itu di dalam tabel lain yang ditandai TBC alias To be Confirmed di judulnya.

Sudah lewat jam enam sore dan beberapa orang mulai pulang satu persatu. Rana bahkan sudah pulang sejak sepuluh menit lalu. Minggu ini memang jadi minggu istirahat sebelum menggila karena single's day alias 11.11.

Sialnya, Lia belum bisa pulang. Ia masih diburu waktu. Tak ada waktu istirahat untuknya. Rasanya, bekerja nyaris sepuluh jam sejak jam delapan hingga enam sore saja masih terasa kurang. Presentasi deck yang harus ia kirim pada Wira sebelum besok jam tiga sore belum selesai.

Tangannya masih menggambar-gambar design brief di layar tabletnya ketika ponselnya bergetar. Nama Wira terpampang di layar. Mau tak mau, Lia menghentikan gambarnya dan mengangkat panggilan itu.

"Kamu di kantor, kan?" Wira langsung nyerocos. "Aku habis meeting di Cikini, sekalian jemput kamu, ya?"

Lia langsung melirik ke arah jam di laptop. Sudah jam setengah tujuh. Hembusan napas keras terdengar dari Lia.

"Aku masih banyak kerjaan, Mas." Lia menjawab ketus.

"Oh, emang nggak bisa ditunda besok?"

Lia mendecih. Wira selalu begitu.

"Coba tanya sama bosnya Time Tales, mau nggak kalau ditambahin lagi deadline-nya sehari lagi!?" jawab Lia ketus.

Wira tertawa. Lia terdengar begitu kesal.

"Kalau udah nggak ada yang mau kamu omongin, aku mau lanjut kerjain kerjaan, bye!" Tanpa menunggu jawaban Wira, Lia mematikan telepon.

Lia kembali pada pekerjaannya. Sampai hari ini, sejujurnya, ia bertanya-tanya, apa yang Wira—sebagai brand director Time Tales-mau darinya? ia tidak pernah bekerja sama dengan Adhyaksa sebelumnya.

Jika berkaca pada teman-temannya yang pernah menangani perusahaan lain di grup tersebut, grup Adhyaksa biasanya meminta sebuah kampanye yang elegan namun besar bersamaan. Banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut, terutama karena imej merek dagang yang mereka emban.

Tetapi, tidak dengan Time Tales. Time Tales bukan perusahaan waralaba ataupun authorized dealer. Time Tales hanya toko buku biasa.

Jadi, Lia bingung, apa obyektif dari Wira sebenarnya? Ia tidak tahu dan menanyakan itu di saat rapat akan membuat dirinya terlihat bodoh. Tetapi, menerka-nerka membuat kepalanya jadi pusing.

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang