43. The Real Disaster

33.8K 2.9K 131
                                    

Wira melambaikan tangannya pada Lia yang berjalan ke dalam rumah kosnya. Ia menghela napas sejenak begitu sosok itu menghilang di balik tembok beton. Lelaki itu mengambil ponsel. Ia kembali menangkap notifikasi ramai dari grup obrolan saudara-saudaranya.

Dengan segera, Wira meluncur ke kediaman kakaknya. Hidungnya menarik napas ketika ia memarkir mobil. Langkahnya begitu berat. Ingin rasanya ia pergi dari rumah itu dan kembali dalam pelukan Lia.

"Mas Darma sudah ada di ruang kerja, Mas Wira," ucap seorang asisten rumah tangga yang membukakan pintu. "Ada yang lain juga. Mbak Atri, Mbak Tika, Mas Ramdan dan Mas Juna."

Wira menarik napas. Kalau sampai pertemuan tertutup antar mereka diadakan seperti ini, Wira makin sadar bahwa situasinya semakin genting.

Ada masalah. Dan masalah itu bisa jadi akibat ulahnya sendiri.

Membuka knop pintu, ia langsung disambut dengan empat sepupunya yang sudah duduk sembarang di kursi yang berada dalam ruang tengah itu.  Menengok sedikit, ia melihat Darma yang sudah berwajah berang dan Salsa yang seperti kewalahan.

Darma berdiri, kakinya melangkah ke arah Wira sebelum dengan satu sentakan melayangkan tinju pada pipi adiknya.

"Darmantara!" Salsa jelas memekik. Ia berjalan cepat untuk menghentikan Darma yang sudah mulai membabi buta tetapi langkahnya di tahan Gayatri.

"Mbak, jangan, nanti ikutan kena amuk Mas Darma, loh." Kepala Gayatri menggeleng.

Sebagai gantinya, Ramdan dan Arjuna yang menahan Darma. Si sulung Adhyaksa itu masih kesetanan memukuli si bungsu yang tak bisa melawan sama sekali.

"Mas, wis to, Mas? Modar nanti anak ne." Ramdan berusaha melerai sebisanya.

Darma menggeleng tak habis pikir. Ia melepas Wira dengan dorongan, membuat si adik terjerembap ke lantai marmer yang dingin sembari membalik badan.

Kartika membantu memapah Wira yang masih sempoyongan. Ia membawa lelaki itu ke salah satu kursi. Walau masih terlihat ganteng, wajah Wira jelas sudah babak belur dengan bibir pecah dan pipi lebam. Darma masih bisa meninju orang, rupanya.

Salsa menghela napas sambil berjalan ke luar ruangan. Sayup-sayup, terdengar perempuan itu memanggil asisten rumah tangganya untuk menyediakan kompresan.

"Everyone's here made a mistake. But you are the worst, Wira!" Darma membentak. Ia menunjuk-nunjuk Wira dengan telunjuknya. "Apa yang lo lakuin, hah?"

Wira diam. Ia menyandarkan tubuhnya. Isi kepalanya belum bisa berfungsi. Rasa sakit masih menyergap.

"Well, beforehand, as I didn't know what the heck happened between Wira and Stefani, let me clarify the brief explanation that Batik told me earlier," potong Arjuna. Ia menengok ke arah Wira dan menunjuk saudara beda bulannya itu dengan tangan. "You dated Stefaniwhich had obviously known—and broke up not in a good terms for she repeatedly cheated on you and gaslighted you as well."

Wira melirik ke arah Kartika. Penjelasan itu seperti versi paling lembut yang bisa diungkapkan. Jadi, ia hanya mengangguk.

"Dan sekarang, dia mau ngancam pakai... berita nggak bener soal kalian. Well, memangnya berita itu seratus persen nggak bener?" tanya Arjuna lagi.

Alis kiri Gayatri terangkat dengan napas terhela keras. "Arjuna..."

"Come on, Baterai! Lo yang harusnya paling tahu dosa-dosa yang terjadi di kamar kramat lo itu!" balas Arjuna. "Dan nggak menutup kemungkinan untuk melakukannya di tempat lain juga. We all agree that sex is not a sin, though. Everyone here has been sexually active since... teenagers, I believe. Jadi—"

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang