12. Not Again

43K 3.8K 97
                                    

Ketika pertama kali membuka mata, yang berada dalam jangkauan pandang Lia adalah langit-langit yang tinggi. Ia mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali. Mengumpulkan kesadaran yang tersisa dari hasil lelapnya.

Detik berikutnya, wewangian aromaterapi memasuki hidung. Lia tak tahu wangi apa yang dipakai. Tetapi, ia merasa begitu familiar. Tubuhnya memutar ke arah lain, pandangannya melotot begitu sadar dirinya berada di mana. 

Sekian detik berikutnya, Lia mengangkat selimut dan melirik ke arah tubuhnya sendiri. "Fuck! Not again!" Ia memaki kasar.

Ia ingat jelas semalam, ia menolak Wira untuk tidak bergabung dengan teman-temannya. Dengan takut, ia menunggu reaksi Wira kalau-kalau ia tantrum. Nyatanya, Wira cuma mengangguk dan meminta Lia mengabari sebagai gantinya.

Permintaan yang tidak akan pernah Lia kabulkan, tentu saja. Lia kemudian menemui Rana dan Abi di Paulaner. Pembicaraan mereka ngalor ngidul. Kebanyakan bicara soal pekerjaan, juga soal proyek Time Tales yang sangat mendadak. Memaki-maki bos mereka untuk sesaat sebelum kembali kepada realita yang menyakitkan.

Ya, begitu. Dia bersama Rana dan Abi.

Lalu, kenapa sekarang ia kembali berada di atas kasur Wira dalam keadaan tak mengenakan apapun?

Lia menggeram tertahan sambil menutup matanya dengan lengan. Kepalanya tak bisa berpikir. Ia pusing luar biasa.

Rasa mual datang tiba-tiba. Fuck hangover! 

Perempuan itu buru-buru berdiri. Dengan sempoyongan, ia berlarian ke arah kamar mandi di kamar itu. Tubuh polosnya terduduk di depan kloset sambil memuntahkan isi perutnya.

Hangover is disaster. Sepertinya, malam kemarin, ia minum terlalu banyak. Apa yang terja—

Belum selesai Lia berpikir, ia mual lagi dan terpaksa kembali memuntahkan isi perutnya. Ia tak sadar ada seseorang yang datang hingga tangan seseorang memegangi lalu memijat tengkuknya pelan.

"Slow down, calm down." Suara lembut itu terdengar sambil terus memijat pelan belakang leher Lia. 

Lia mengambil napas. Ia mendongak untuk menengok ke arah lelaki yang kini berada di belakangnya.

Wira di sana. Lelaki itu mengenakan kaos rumahan dan celana training sambil menampilkan senyum lembut. Sayang, Lia tak bisa lama-lama memandangi Wira. Ia kembali mual dan muntah-muntah.

Wira menunggui Lia sambil berlutut. Ia mengambil untaian rambut Lia lalu memeganginya agar tak terkena muntahan.

"Aku ambilin kamu minum dulu, ya?" ucapnya setelah Lia terlihat lebih baik.

Lia hanya bisa mengangguk sambil merutuk. Ia kenal baik kamar ini walau baru datang sekali. Ia tahu jelas apa yang terjadi di kamar mandi itu. Tetapi, ia sudah tidak bisa berpikir. Yang bisa ia lakukan hanya membayar apa yang terjadi semalam.

Keluar dari kamar mandi, Lia buru-buru berlari ke atas kasur. Ia menarik selimut, menutupi tubuhnya sembari matanya mencari-cari pakaian yang mungkin tercecer. Sayangnya, kamar itu bersih.

Suara pintu terbuka menyadarkan Lia. Dari sudut matanya, ia bisa melihat Wira kembali masuk dengan dua cangkir minuman di tangannya. Yang satu Lia yakini sebagai kopi, dan satu lagi, berbau jahe yang khas.

"Here, minum dulu,"  ucap Wira meletakan secangkir cairan berwarna cokelat di nakas.

"Ini nggak diracun, kan?"

"Kamu masih bisa mikirin diracun?" balas Wira sambil berjalan ke arah sofa di dekat jendela. Ia mengambil iPad-nya di atas adjustable table untuk bekerja yang terletak di dekat sofa lalu mendudukan diri di sana. "Untung honey ginger stick di rumahku masih ada sisa. Best cure for hangover! Wait...  kamu bisa minum jahe, kan?"

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang