17. Build A Wall

37.9K 3.6K 125
                                    

Lia mendesah keras ketika sampai ke mejanya lagi. Ia meletakan laptopnya. Menimang-nimang tawaran Wira yang masih bercokol di ponselnya.

Rana yang sudah membereskan barangnya untuk pulang merespon dengan mengangkat satu alisnya. "Ribet ya si Adhyaksa?"

Lia lagi-lagi hanya bisa melengos. Ia berdecak keras-keras. "Orang gila," makinya tanpa basa-basi.

Kekehan kecil terdengar dari Rana. Ia tengah mematut diri di cermin sambil melakukan touch up dengan lip tint dan bedak tabur tipis.

"Mau ke mana lo? Masih hari Rabu, loh!" tegur Lia pada Rana yang kini mulai mengambil catokan dari laci.

"Mau jalan sama Abi ke Central Park," jawab Rana. "Mumpung si Abi nggak ada lemburan. Lo tahu sendiri anak tech kayak apa. Katanya, tim-nya lagi slow. Disuruh istirahat sebelum geber-geberan pas tanggal kembar. Enak banget, nggak sih? Lah, kita? Mau tanggal berapa aja kayak kerja rodi!"

Lia memajukan bibir sambil mengangguk. Abi dan Rana jadi dekat setelah Rana harus mengerjakan gamification untuk campaign 10.10 kemarin. Pasangan yang tidak disangka-sangka. Abi super diam sementara Rana cerewetnya minta ampun.

"Nginep lagi lo di apartemen Abi?" tanya Lia.

Rana hanya nyengir-nyengir. Abi tinggal di apartemen Mediterania yang berada di dekat Mall Central Park. Beberapa hari terakhir, Rana memang lumayan sering menginap di tempat kekasihnya itu. Mungkin, tiga bulan lagi, Rana yang notabene ngekos karena rumahnya di Serpong akan pindah total ke apartemen Abi.

"Lo sendiri? Gimana sama cowok lo?"

Pertanyaan Rana membuat Lia yang berencana minum nyaris tersedak. "Hah?"

Lia pura-pura bodoh. Sejak hari itu, Rana sempat berkali-kali menyinggung tentang Abi yang bertemu dengan 'pacarnya Lia'.

"Kata Abi, cowok lo tinggal di Kempinski? Itu cowok lo yang kemarin? Anak pejabat atau apa, sih? Masa kerja kantoran bisa punya apartemen di Kempinski yang harganya nyaris sepuluh milyar." cerocos Rana. "Apa ini cowok baru lagi?"

Lia tak menjawab. Ia melirik ke arah ponselnya yang bergetar. Wira sudah meneleponnya. Dasar nggak sabaran!

"Cowok lo yang nelepon?"

Lia buru-buru menarik ponselnya agar nama pemanggil-yang yak lain dan tak bukan adalah Wira-tak terlihat. Tangan Lia buru-buru membuka jendela percakapan. Sudah ada sepuluh pesan berubi yang Wira kirimkan.

Wira: Sayang kamu di mana?

Wira: Hazel baby, aku laper.

Wira: Hazel, aku nggak perlu susulin kamu ke atas lagi, kan?

Wira: Apa aku chat si Syailendra aja ya? Biar meeting lagi sama kamu?

Wira: Kidding, Dear. Entar kamu manyun.

Wira: Kalau manyun minta dicium.

Wira: Sayang, aku di B3 loh. Dari lift belok kiri, ya. Di sini nggak ada nomor parkirnya. Agak ribet juga.

Wira: [mengirimkan foto]

Wira: Pakai mobil yang kemarin. Platnya masih sama. B 1 WR ya.

Wira: Kamu nggak nyasar, kan?

Lia menggelengkan kepala. Orang stress. Perempuan itu mengetik cepat bertuliskan, "Masih ada kerjaan! Pulang aja sana!"

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang