46. Messed Up

25.5K 2.6K 121
                                    

Semuanya, terima kasih, ya. Aku masih kaget karena cerita ini ramai. Angka 100k buat cerita on going tuh besar buatku. Selain Luciusera, aku gak pernah melewati 100k lagi pas on going (sad but true!).

Banyak yang nanya sih, kenapa nggak ditargetin? Cuma, aku anaknya pesimis duluan hahaha takut kalau nggak sampai target tuh gimana. Aku juga nulis buat healing, kalian yang baca juga buat healing, jadi ngapain bikin target kayak kerjaan? Hehe

Terima kasih untuk kalian yang vote dan comment banyak-banyak. Aku mencoba balas satu-satu setiap ada notif tapi mungkin kadang suka kelewat. Maaf, ya...

Semoga kalian suka dan betah sampai akhir baca cerita ini. Kalau ada yang berkenan, boleh loh di share ke teman-teman kalian hehe but well, kalian mampir aja aku bersyukur banget. Terima kasih sekali lagi!

Selamat membaca!

XOXO

*

"Balik, Dek?"

Kalimat tanya itu membuat Wira yang tengah membereskan tasnya menoleh. Ia menatap ke arah ambang pintu. Seorang wanita dengan rambut gelombangnya berdiri bersandar pada kusen.

"Loh, Batik tumben belum balik?" balas Wira. Ia menyeleting tasnya lalu menyampirkan talinya di bahu. Lelaki itu berjalan mendekati sang kakak sebelum berjajaran keluar dari ruangan. "Biasanya, Batik yang pulang paling teng-go."

"Masih ngecekin plan buat 2024 nanti." Kartika menghela napas sambil merenggangkan tubuh ringan. "Capek banget!"

Wira mengulum senyum. Bagi dirinya yang cuma memegang satu merek saja, rasanya ia mau rontok. Apalagi saudara-saudaranya yang mengelola beberapa merek sekaligus?

Lift yang akan membawa mereka turun membuka pintunya. Kaki keduanya masuk ke dalam kubikel tersebut. Sementara Kartika menekan tombol B1, Wira menekan tombol G, membuat dahi yang lebih tua berkerut.

"Hazel ada di bawah," ucap Wira ketika sadar akan kebingungan Kartika.

"Oh? Ngapain? Dia nyusul ke sini? Kangen sama kamu gara-gara diculik Mas Darma seminggu ini?"

Wira senyam-senyum. "Tadi meeting sama BuyMe," jelas Wira singkat. "Hazel yang megang campaign-nya dan present hasil evaluasinya."

"Ah," angguk Kartika. "Jadi, pulang bareng?"

Wira mengangguk mantap. "Besok juga mau pergi, sih. Ke Sukabumi, ke tempat orangtuanya Hazel ngehabisin masa pensiun. Kayaknya, seru juga."

"Oh? Pak Bayu beneran ke Sukabumi?" Mata Kartika membelalak. "Ramdan suka misuh, katanya, pasti Pak Bayu nyari-nyari alasan."

Wira tertawa sambil mengibaskan tangan. "Unfortunately, it is real. Anaknya juga bingung kenapa bisa-bisanya Bapaknya ke Sukabumi sambil ngurusin sepetak kebun sawit yang hasilnya juga nggak banyak-banyak banget."

Kartika mengangkat bahu. "Mungkin, capek sama hidup di kota."

"Bisa jadi..." Wira menjawab dengan nada mengambang. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya.

Keduanya sama-sama diam. Menunggu angka bergerak turun ke bawah.

"So far, belum ada pergerakan lagi ya dari Stefani?" tanya Kartika tiba-tiba.

Wira menengok. Matanya menatap Kartika sebelum menggeleng. "Untungnya belum ada. Dia masih bungkam, media yang berada di bawah kekuasaannya juga masih diam. Tapi, nggak tahu sampai kapan. Setiap kali tenang begini, rasanya, gue jadi takut kalau ada badai yang datang."

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang