21. Mas Wira

36.3K 3.4K 215
                                    

Ruang rapat di lantai dua—tempat rapat eksternal seharusnya diadakan—tampak cukup ramai. Mengambil ruangan untuk sepuluh orang, hanya ada satu bangku kosong tersisa. Hari ini, semuanya berkumpul untuk membicarakan terkait progress update soft launching Time Tales di BuyMe.

Wira turut hadir bersama tiga orang anak buahnya. Selain Sesil dan Peter, ada lelaki bernama Hugo yang katanya pimpinan Business Development. Sementara dari tim BuyMe, selain Syailendra dan Wendy, ada Tiwi, Lia dan Feli.

Sudah tak terhitung berapa kali Lia menengok dan menelan ludah kasar saat melihat Wira. Wajahnya yang bertampang serius membuat Lia seperti hilang terhisap bumi.

Ketika matanya bertemu Wira, Lia langsung panas dingin. Lelaki itu sepertinya sudah tahu cara berpakaian di kantor ini agar tidak terlalu mencolok. Ia kini hanya mengenakan kemeja biru tua dan celana bahan warna cokelat muda.

Lia yakin, dasi dan jasnya pasti ada di mobil dengan kondisi berceceran. Pasalnya, semalam, ketika menumpang pulang, Lia menemukan dua benda itu tergeletak asal di jok belakang.

Dua Kancing teratas Wira dibuka, menampilkan tulang belikatnya yang tampak menonjol. Pandangan Lia turun sedikit. Shit! Ia memaki dirinya sendiri. Bayangan akan dada telanjang Wira memenuhi pikiran Lia di saat yang tidak tepat.

Oke, tahan, Lia! An hour to go! Ia mengingatkan dirinya sendiri.

Lelaki itu memangku dagu sambil memerhatikan Tiwi yang memberikan penjelasan tentang produk terunggah juga tentang klasifikasi produk-produk mereka sekaligus tren terbaru yang bisa digunakan. Sesekali Wira mencatat dalam buku agenda yang ia sering bawa ke mana-mana itu. Padahal, di sebelah Wira ada Sesil yang mencatat notulen dalam rapat kali ini.

Lia menarik napas, lalu menghela sekeras-kerasnya. Ia harus berkonsentrasi. Presentasi ini sangat penting. Walaupun sekarang, Lia rasa, ia tidak bisa menyimak apa yang Tiwi sampaikan lantaran fokusnya buyar.

"Sekarang giliran tim campaign," ucap Tiwi membuat Lia terkesiap.

Lia buru-buru mendongak. "Oh iya, itu..."

"Campaign-nya aku yang present, Mbak Tiwi." Sebuah suara membuat Lia menengok. Feli tampak tersenyum begitu lebar. Ia mengambil kabel proyektor sebelum Lia sempat mengambilnya. Perempuan itu mencolokan kabel ke laptopnya sendiri.

Sejenak, Lia sadar, Wira menatapnya dengan pandangan bingung. Hanya sekilas sebelum Wira kembali pada mode bos arogannya.

Bak model dalam acara pemilihan beauty pageant, Feli tersenyum pada Wira yang masih menampakan wajah dingin. Ia membuka slide presentasinya.

Lia menahan napas. Itu hasil pekerjaannya. Perempuan itu mencoba berpikiran positif. Mungkin, Feli menambahkan sesuatu. Tetapi, sampai akhir presentasi, Lia tahu, itu semua hasil pekerjaannya.

"Kira-kira, begitu sih yang mau kami usulkan, Pak," pungkas Feli mengakhiri presentasinya.

Kami? Lia ingin mencekik perempuan di sebelahnya saat ini juga. Tetapi, ia masih diam. Mungkin, kami yang dimaksudnya adalah tim—atau perusahaan.

Wira menengok ke arah Feli sejenak. Pandangannya masih datar.

"Kenapa kamu pilih dua orang ini buat jadi influencer-nya?" tanya Wira ketus.

"Itu..." Feli diam sejenak. "Soalnya, engagement mereka paling bagus, Pak."

Wira mengangkat alis. Ia memiringkan kepala sejenak. Lelaki itu melirik ke arah agendanya. Membaca poin-poin hasil presentasi yang ia tulis di sana.

"Saya suka kamu menggunakan story telling dan bukan hard selling dalam campaign ini. Terutama, pesan tentang berbelanja 24 jam di mana saja kapan saja tersebut," puji Wira. "Juga kemudahan mengakses katalog buku yang dinarasikan sounds like a good idea."

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang