CW: Explicit content
*
Wira tergopoh-gopoh menghampir Gayatri yang masih berdiri di depan kamar. Senyum isengnya membuat Gayatri memutar bola mata. Dengan sekali sentak, sang kakak langsung menarik tubuh adiknya.
"Ngapain kamu?"
Wira cengar-cengir seperti orang bodoh yang nyaris membuat Gayatri ingin memukul kepalanya.
"Nggak boleh ngintip, Dek!" ucap Gayatri sambil menggelengkan kepalanya.
"Ih, Mbak! Aku juga udah sering lihat, kok."
Mata Gayatri membola ketika Wira dengan sembarangan berucap. Ia memukul bahu adik sepupu beda lima tahunnya itu dengan keras. "Ya, aku nggak peduli kalau kamu mau pakai gaya apa di apartemenmu, tapi nggak kalau di rumahku, ya! Dari dulu loh! Emangnya nggak bisa pakai yang lain?"
"Ya, yang suka ngadain acara-acara beginian di rumah kan cuma kamu? Siapa lagi?" balas Wira sengit. "Kalau di restoran, aku, Mas Ramdan atau Junet nggak mungkin bawa-bawa pacar kita ke WC, kan?"
Mata Gayatri membelalak. Sekarang, Wira sudah bisa melawan. "Kamu tuh, ya!"
Wira mendesis. Ia mau tak mau ikut berdiri di sebelah Gayatri. Menunggui Lia berganti pakaian.
"Pacarmu masih terlihat muda, berapa umurnya?" tanya Gayatri tanpa basa-basi.
Wira mendengkus keras-keras. "Dua puluh enam." Ia berdecak ketika mengucapkan umur Lia.
"What? Cuma beda sedikit sama Nolan?" Gayatri menyebut nama anak pertama Darma yang sudah mau lulus kuliah bulan depan.
"I think, I should remind you that I am thirty-six, belum empat puluhan kayak Mbak Atri dan Mas Darma, ya!" balas Wira sambil memajukan bahu. "Apalagi Mas Darma udah tua, udah mau kepala lima."
Mendengar itu, Gayatri tertawa. "Coba ngomong itu depan Mas-mu."
"Hum?"
"Ngomong kalau Mas Darma udah tua? Yang ada, dia pasti bilang umurnya masih empat puluhan," ucap Gayatri lagi.
"Iya! Empat puluh lima!"
Tawa Gayatri dan Wira pecah bersamaan. Darma memang paling sensitif kalau soal umur.
"Why her?" Dua kata itu tiba-tiba terlontar dari mulut Gayatri.
"Hm?"
"Di antara semua perempuan-perempuan lain, kenapa kamu milih dia?" tanya Gayatri memperjelas ucapannya. "Aku tahu masalahmu sama Stefani. Dan aku mendukung keputusanmu buat mutusin dia. Tapi, aku penasaran, kenapa kamu milih cewek ini?"
Wira melihat ke arah pintu lalu mengangkat bahu. "Nggak tahu," jawabnya jujur. "I can't explain all those feelings with words. Ngerasa klik aja."
Gayatri mengulas senyum miring. Ia menatap ke arah pintu. "Kapan-kapan, aku harus ngobrol sama dia." Wanita itu berkata dengan nada lembut tapi tegas bersamaan.
"Batik juga mau ngelakuin hal yang sama," ucap Wira. "Don't put pressure on her, please?"
"Siapa juga yang mau nekan cewekmu, Wira. Aku cuma mau ajakin jalan-jalan aja!" Gayatri mengibaskan tangan. Ia menatap ke arah pintu itu lagi. "Jadi, kenapa Lidya segitu marahnya sama pacarmu? Bukan cuma karena kamu lebih milih perempuan ini daripada kakaknya, dong?"
Wira meringis. Ia menggaruk belakang lehernya. "Mbak Atri tahu pacarnya Lidya yang tadi ada di belakang? Nah, itu mantan pacarnya Hazel."
Mata Gayatri membola. "Hah? Bryan itu? Bukannya Lidya udah pacaran lama sama dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lead Magnet
Lãng mạnADHYAKSA SERIES no. 5 🌼 *** Lead Magnet (n.) An incentive to attract and capture potential customer. Lia--Hazelia Salim--nyaris jantungan ketika ia tahu, kekasihnya, Bryan ternyata sudah berpacaran dengan Lidya Kani Melatika, putri pemilik perusah...