Dari banyak hal di hidupnya, Lia seharusnya tahu, keberuntungan tak mungkin terjadi secepat itu. ketika hatinya patah oleh mantan pacarnya, Bryan, ia sebisa mungkin bertindak tanduk seperti orang normal yang tak puny hati. Lia sok kuat walaupun perasaannya sakit setengah mati.
Lalu, ia bertemu Wira.
Pertemuan kecil. Sebuah malam yang ingin Lia lupakan namun faktanya malah bercokol dalam benaknya terus menerus. Secara ajaib, memori itu menghapus sakit yang Bryan berikan. Tidak sepenuhnya, tetapi membuatnya bisa berangan bodoh—mungkin, kalau ia beruntung, ia akan bertemu lagi dengan Wira. Dan Tuhan seolah mengabulkan angan bodohnya.
Bertemu Wira untuk kedua kalinya, lalu menjadi kekasih lelaki itu, semuanya. Lia rasa, saat ini, ia jadi orang paling beruntung sedunia. Wira begitu sempurna. Segalanya begitu sempurna.
Hingga, sore tadi, ketika mata Lia menemukan perempuan di apartemen Wira. Saat melihatnya, Lia hanya menegak ludah. She is fine as hell. Tubuhnya tak begitu kurus dan membentuk jam pasir dengan sempurna, menghadirkan lekuk yang membuat siapa saja berkhayal. Rambut hitamnya digulung ke atas memamerkan tato keci di belakang lehernya. Walau hanya dengan kaos ketat dan celana pendek, perempuan itu benar-benar memukau.
"Kamu... siapa?"
Perempuan itu tersenyum kecil. "Lia, right? Yang kemarin ribut sama Lidya?" Tanpa menengok, ia masih mengaduk-aduk sesuatu di dalam panci.
Lia masih bingung. "Kamu siapa?"
"Pacar Wira yang sebenarnya." Ia berkata sambil mengangkat bahu. Tangannya dengan cekatan mencari piring di lemari tanpa kesusahan. Seolah, rumah ini sudah jadi rumahnya.
Lia membeku. Ia melihat perempuan yang masih bersikap santai itu dengan kebingungan. "Stefani?"
Secara tiba-tiba, perempuan itu menengok ke arah Lia. Ia mengangguk dengan senyum lebar. "Yup, it's me."
Jelas mata Lia membelalak. Ia menatap perempuan itu dengan mata membola karena kaget. "Gimana kamu bisa masuk ke sini?"
"The door's lock code is my birthday."
Lia mengangkat alis. Ia tak paham. Kode itu punya enam digit dan dua digit terakhirnya berakhir di angka satu dan dua. Tawa mengejek Lia pecah.
"Ngarang bebas banget! Jelas-jelas kode pintu ini berakhirnya di angka 12. Terus kamu lahir di tahun 1912, gitu?"
"Kode pintu Wira, itu ulang tahunku yang dibalik. Aku lahir tanggal 21. Sekarang, urut sendiri aja." Perempuan itu mengangkat bahu.
Lia terkesiap dan tawanya pudar ketika ia mencoba membalik urutan angka tersebut. Angka-angka itu benar-benar membentuk tanggal lahir.
"Gimana rasanya jadi pacar Wira? Menyenangkan?" Kalimat tanya berikutnya membuat Lia terkesiap. "I bet you are now thinking that you are the happiest girl alive, right?"
Lia seperti tersambar petir. Ia tergagu di tempat. Selama ini nama Stefani cuma angan kosong. Nama tanpa wujud yang bisa Lia bayangkan. Wira tak pernah menunjukan foto atau memberitahu sosok seperti apa perempuan itu. Lia juga tidak peduli.
Tetapi kini, sosok itu hadir dan nyata di depan Lia. seperti sebuah mimpi buruk yang tiba-tiba berubah jadi realita yang menamparnya.
"That's okay. Gue nggak akan ngejambak lo kayak adik gue, kok! Wira told me about you. He always tells me everything. Hubungan kami di UK lagi nggak baik-baik aja, makanya dia ngambek dan pulang. Gue nggak tahu kalau ternyata dia bisa-bisanya pacarin cewek yang jauh lebih muda cuma buat pelampiasan."
Tak ada kata yang bisa Lia keluarkan untuk membalas Stefani. Ia lebih baik dipukuli seperti bagaimana Lidya memukulinya daripada harus membalas kata-kata menyakitkan begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lead Magnet
RomanceADHYAKSA SERIES no. 5 🌼 *** Lead Magnet (n.) An incentive to attract and capture potential customer. Lia--Hazelia Salim--nyaris jantungan ketika ia tahu, kekasihnya, Bryan ternyata sudah berpacaran dengan Lidya Kani Melatika, putri pemilik perusah...