Selamat datang di "phase 2" dan selamat bertemu dengan The Adhyaksa!
*
Satya memerhatikan laporan Time Tales yang disodorkan Wira. Lelaki itu mengangkat alis kirinya tak percaya. Dalam satu minggu pasca soft launching di BuyMe, Wira bisa meraup omset hingga dua puluh juta.
Memang, terasa begitu sedikit jika dibanding dengan perusahaan Adhyaksa lainnya, tetapi, penjualan ini lebih tinggi dari toko luring. Dan jika dihitung dengan keuntungan perusahaan yang tidak harus memangkas biaya operasional, hasilnya jadi berkali-kali lipat.
"Bulan depan aku berencana masukin pick up store dalam opsi pengiriman dan subscription juga untuk produk-produk majalah kita." Wira menjelaskan. "BuyMe kebetulan punya dua fitur itu."
Satya mendesah kasar. Wira memang tidak akan pernah menyerahkan Time Tales pada siapapun apalagi menutupnya.
"Gimana tentang Living Home? Kamu jadi ambil, kan?" Satya mengalihkan topik.
Wira memutar bola mata mendengar penuturan ayahnya. "Ya, tahun depan." Ia berucap cepat. "Penawaran mereka cukup bagus, dan kita bisa cari tanah yang murah di daerah Tangerang atau Bekasi yang diisi dengan keluarga baru dan perumahan berkembang."
"Kapan kamu bisa kasih proposalnya?" tanya Satya lagi.
Wira mendengkus. "Setelah Time Tales selesai." Ia menjawab tegas. "Aku baru akan mengerjakan itu setelah Time Tales selesai."
Satya mengusap wajah melihat anaknya yang masih keras kepala. "Wira..."
"Living Home bisa menunggu, Time Tales nggak," kata Wira dengan tegas. "Selain itu, timnya Hugo harus cari lokasi dulu. Aku nggak mau bikin usulan mengawang-awang yang nggak feasible nantinya."
Untuk satu ini, Satya tak bisa mendebat. Wira memang terkenal paling hati-hati dibandingkan kakak-kakaknya yang lain. Perhitungannya paling matang walaupun memakan waktu paling lama.
Sejak dulu, sudah ada wacana untuk menaikan posisi Wira, memberikannya tanggung jawab lebih. Wira punya bakat natural untuk memimpin. Tetapi, penunjukan tidak boleh sembarangan dilakukan. Harus ada portofolio yang membuktikan Wira memang berbakat.
Dan sayangnya, tidak ada. Wira malah sibuk mengurusi Time Tales yang nyaris mati. Padahal, jika Wira mau mengambil kesempatan saat ini, Satya yakin, Wira akan langsung melibas kakak-kakaknya.
"Wira, kamu harusnya tahu mana yang lebih menguntungkan buat kamu," ucap Satya menutup laporan Wira. Ia menyerahkan map itu pada anaknya. "Kamu mengerti maksudnya."
Wira menghela napas. Ia tahu. Ia cuma tidak mau tahu. Matanya menangkap Lani—sekretaris ayahnya—yang berada di depan pintu dengan wajah takut dan ragu.
"Kalau begitu, aku permisi dulu. Terima kasih buat diskusinya. Papa sepertinya masih ada urusan lagi." Wira berdiri dari kursinya. Ia mengambil iPad dan laporannya seraya berjalan ke luar dari ruangan ayahnya.
Kakinya melangkah menuju lorong-lorong berisikan ruangan-ruangan tempat setiap direktur bekerja. Ruangan Wira terletak di akhir lorong, di paling ujung, jadi mau tak mau, sementara ruangan Satya berada di depan. Sehingga, ia harus berjalan sepanjang lorong untuk mencapai ruangannya sendiri.
"Wir, buru-buru banget?" Sebuah suara mengagetkan Wira yang berjalan cepat-cepat.
Wira menengok ke sebuah ruangan yang sedikit terbuka. Ia melihat Ramdan tengah duduk dengan camilan bersama Kartika dan Arjuna.
"Makan, nggak? Nih si Batik baru bikin resep kue baru, tuh!" Arjuna menunjuk seloyang kue dengan dagu.
Batik adalah nama panggilan untuk Kartika. Sebelumnya, semua memanggilnya dengan sebutan Mbak Tika. Namun, seiring dewasa, nama Batik jadi tercipta lantaran adik-adik sepupunya itu menyingkatnya menjadi Mbak Tik dan berlanjut jadi Batik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lead Magnet
RomanceADHYAKSA SERIES no. 5 🌼 *** Lead Magnet (n.) An incentive to attract and capture potential customer. Lia--Hazelia Salim--nyaris jantungan ketika ia tahu, kekasihnya, Bryan ternyata sudah berpacaran dengan Lidya Kani Melatika, putri pemilik perusah...