23. Captivated

36.6K 3.6K 100
                                    

Lia memutar bola mata ketika mendengar ketukan pintu. Beberapa puluh menit lalu, Rana menelepon. Mungkin, yang di depan itu Rana dan trik penghiburannya. Dengan malas, Lia berjalan ke arah pintu saat lempengan kayu itu diketuk untuk kedua kalinya.

"Bentar kek, Na!" Lia menggerutu seraya memutar knop pintu. Matanya membelalak begitu melihat siapa yang berada di luar. Ia bahkan tergagu sejenak dengan tubuh membeku.

"Mas Wira?"

Wira menarik napas dan menghelanya keras-keras. Ia mendorong pelan Lia agar bisa masuk ke dalam ruangan sempit itu.

"Kamu ngapain ke sini?" Lia buru-buru menutup pintu. Mengusir Wira tak akan mungkin bisa ia lakukan.

Wira tak menjawab. Ia membuka sepatu sembari memindai kamar kos Lia yang cuma berukuran sepersekian dari kamarnya.

"Mas... kamu ngapain ke sini?" ulang Lia.

Wira kini membalik tubuhnya. "Kamu yang ngapain di sini?"

"Aku? Pulang. Mau tidur habis ngerjain kerjaan yang bikin lembur seminggu lebih."

"You should come to my house tonight." Wira mencoba melembutkan nada bicaranya. "I've told you, I want to treat you after all those bad days."

"Ini kamarku. Jadi, aku tidur di sini, istirahat di sini." Nada Lia masih penuh emosi.

Wira menghela napas. "Hazel, come on," ucapnya.

"Well, you might want Feli to come to yours," balas Lia sambil menyilangkan tangan di dada. "Right, Mas Wira?"

Mas Wira. Ketika Lia mengucapkan panggilan itu, ia mempertegas ucapannya dengan nada yang sangat aneh seolah-olah mencemooh.

Wira berjalan mendekat dan menyudutkan Lia hingga punggungnya menabrak pintu. Ia memutus jarak hingga nyaris tak ada yang tersisa. Tubuhnya menghimpit perempuan itu. 

Wangi parfum Wira kembali tercium. Napas Wira terasa menyapu pipi. Bibir itu berada terlalu dekat dengannya.

"Now, tell me, apa yang bikin kamu sampai kayak gini?" ucap Wira serak.

Lia menggelengkan kepala. Ia mencoba mencari-cari akal sehatnya. "Nothing, aku cuma pengen pulang. Salahku apa sih buat pulang?"

"Kamu cemburu?"

"Apa?"

"Sama temanmu itu."

Lia memalingkan wajahnya ke arah bawah. Lantai keramik terasa lebih menarik "Nggak," jawabnya.

"Lalu?"

Lia mengatupkan mulut. Ia tidak mau menjawab. Di saat seperti ini, mereka berdua hanya adu-adu kuat untuk siapa yang akan meledak lebih dahulu.

"Hazel, stop being so childish!" Nada Wira meninggi seraya tubuhnya memberikan sedikit jarak. "What the hell is going on? Setahuku, kamu baik-baik aja sampai tadi sore sebelum rapat."

Lia mendecih. Ia memejamkan mata sejenak sebelum mendongak menatap Wira yang lebih tinggi darinya. "Aku lagi nggak mood. Sumpah! Kalau kamu ke sini cuma mau marah-marah atau memaksa apapun yang kamu mau, please, stop! Nggak sekarang."

"Kalau kamu sebal karena pekerjaanmu, atau karena apapun yang nggak ada hubungannya sama aku, aku pastikan aku akan kasih kamu waktu," tegas Wira. "Tapi, kalau ini ada hubungannya sama aku, jelas aku nggak akan berhenti memaksa kamu membuka mulut, Hazel."

Lia tak ingin membalas omongan Wira. Percuma, Wira akan selalu menang.

"Ini karena pekerjaan kamu yang disabotase itu?" tanya Wira langsung. Ia sudah malas menunggu Lia mengaku. "Kamu kesel karena itu?"

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang