24. Too Cliche

39.3K 3.6K 168
                                    

Aku seharusnya bagi ini ke dua bagian soalnya wordsnya lumayan, cuma udah mau coba dipotong tuh nggak dapet feel nya. So enjoy!

*

Love at the first sight is a cliche story yet somehow is something that we need the most

*

Lia meringkuk di atas kasur single size yang ada di kos. Kehadiran Wira yang membuat Lia yang merasa kasur itu begitu besar kini jadi sempit. Tangan Wira memeluk tubuhnya yang tanpa tertutup apa-apa itu dari belakang.

Malam sudah terlalu larut, mungkin, sudah dini hari. Keduanya sudah kehilangan orientasi waktu. Rasa-rasanya, tadi, baru jam setengah delapan—waktu yang tertera ketika Wira datang ke kamar itu.

"Kasur kamu sempit banget! Emangnya nggak bisa upgrade kasur yang gedean, ya?" protes Wira untuk ke sekian kalinya.

"Mas, kamar kos ini nggak akan muat kalau beli kasur yang gede. Lagian, nggak bisa, Mas! Kamu pikir ini hotel?" balas Lia sebal.

"Seriously, though! Aku bahkan takut kasurnya roboh karena bunyi deritnya kenceng banget!" gerutu Wira. "Dan temboknya tipis banget padahal aku suka banget kamu teriak-teriak!"

Wajah Lia memerah. Bisakah Wira tidak segamblang itu? "Ya, karena kamar ini bukan diperuntukan maksiat!" lagi, Lia mendengkus.

"Ya udah, pindah aja ke kamarku, sih!" Wira berkata santai sambil mengeratkan pelukannya. 

Lia menghela napas. Ia lelah berdebat dengan Wira.

"But this is not bad. Share your single size bed, here with you," kata Wira. "Even, I believe, skyscrapper view while bury myself inside you after taking a dip in hot tub will be better."

Lia memajukan bibir ketika Wira untuk kesekian kalinya mengulang rencana yang gagal mereka lakukan malam ini.

"We could do that tomorrow—or today. Mengingat, sekarang sudah Sabtu." Wira terkekeh. "Atau kapanpun kalau kamu mau."

Lia tak menjawab. Ia memilih untuk diam.

"Jangan cemburu lagi," ucap Wira tiba-tiba. Lia tak bisa melihat mimik wajah Wira. Tetapi, ia yakin, wajah lelaki itu kini melembut. Kecupan terasa di puncak kepala Lia. "Aku bisa memvalidasi perasaaan pertama yang kamu rasain. Perasaan marahmu sama cewek itu. Karena aku tahu, pasti sebel banget kalau kerjaan kita dicuri. Tetapi, untuk yang kedua, cuma karena panggilan aja kamu cemburu, itu... Trust me, your name is the only one that comes out from my moan, I promise you."

Lia membalik tubuhnya. Kini, keduanya berhadapan. Saling menghimpit di atas kasur sempit itu. 

"Boleh aku tanya?" Tiba-tiba Lia buka suara.

Wira mengangguk. "Sure, apa?"

"Kenapa kamu suka sama aku?"

"Hah?"

"Kenapa kamu kayak cowok gila yang ngejar-ngejar aku?" tanya Lia lagi.

Wira menyungging senyum. Ia menatap Lia tepat di matanya. "Suka, aja."

"Seriusan deh! Kamu itu punya segalanya." Lia memutar bola matanya. "Kamu itu lagi main-main, ya? Bisa tiba-tiba suka sama aku! Aneh!"

"Ya, aku langsung kena pelet sama kamu!" balas Wira tak mau kalah. "Jangan-jangan kamu pasang susuk atau ke dukun gitu biar aku tergila-gila sama kamu!"

"Ngapain juga?"

"Nggak tahu, kan bisa aja!"

"Enak aja!" Wajah Lia berubah masam. Kenapa jadi dia yang tertuduh menggunakan ilmu hitam? Siapa juga yang tahu kalau Wira ada di bar itu?

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang