7. Oh No!

44.3K 4.1K 96
                                    

Lia hanya bisa menyungging senyum tipis ketika melihat reaksi Rana. Reaksi itu tidak berlebihan. Sebagai penganut aliran work-life balance nomor wahid, jelas, reaksi Rana sesuai dengan ekspektasi Lia. Bahkan, reaksi itu masih kurang eksplosif.

"YANG BENER AJA?" Nada Rana meninggi. Ia membelalak. "Ini hari Jumat, loh!"

Lia meringis. Kejadian ini sudah jadi makanan sehari-hari. Pernah sekali, Lia harus rapat dengan merchant partner di jam makan malam.

Sebagai tim campaign yang menangani konsep besaran perusahaan, mungkin, Rana tidak terlalu bisa memahami jadwal rapat yang sesuka hati bisa diatur oleh pihak eksternal seperti itu. Dan tentu, Lia mengerti ketidak pahaman Rana.

"Siapa yang ngajakin?" tanya Rana penasaran.

"Bu Wendy," jawab Lia menyebut nama Category Manager dari tim Home & Living. "Sama Mbak Tiwi juga, sih. Kayaknya, Mbak Tiwi yang bakal jadi merchandiser-nya."

Rana berdecak. Kalau sudah ada bos yang ikut, mau tak mau, Lia tak akan bisa kabur.

"Kok tumben banget, sih!" Rana menggerutu.

Lia ikut mendengkus. Siapapun tak akan suka rapat dengan jadwal yang mepet-mepet jam pulang kantor.

"Ya, gitu, deh! Si merchant-nya baru bisa ketemu sore jam setengah lima. Kalau perkiraan, ya kelarnya jam enam atau lebih." Ia berdecak. "Ya, seselesainya aja."

"Di mana meeting-nya? Nyusul aja, kalau jam enam atau tujuh mah, masih pagi! Gue nanti ke Paulaner sama Abi." Rana berkata cepat.

"Sudirman, sih," jawab Lia. "Entar, gue kabarin, deh."

Rana tersenyum puas. Tangannya mengetik sesuatu di layar ponsel. Lia yakin, Rana tengah mengetik pesan untuk Abi, kekasihnya yang akan menjemputnya nanti malam.

"Tapi, kalau Mbak Tiwi yang gawangin, apalagi sampai Bu Wendy ikutan, bukan merchant partner kelas teri, dong?" tebak Rana. "Mereka brand besar?"

Lia memiringkan kepala sambil mengangkat satu bahu. "Nggak bisa dibilang besar, sih. Tapi salah satu grupnya Adhyaksa."

Rana menegang. Grup Adhyaksa bukan grup sembarangan. Konglomerat bisnis ritel itu punya segudang lisensi merek di bawahnya dengan berbagai lini usaha. Mulai dari fesyen hingga restoran. Setiap orang dapat dengan mudahnya menemukan merek ritel mereka di setiap mall.

"Merek koper baru lagi?" tanya Rana cepat. Hampir sebagian besar perusahaan di bawah grup Adhyaksa berbasis fesyen dan restoran. Sehingga, merek yang mungkin masuk ke dalam kategori Home & Living bisa dipastikan hanya koper.

Kini, Lia menggeleng. "Bukan."

"Terus?"

"Lo tahu Time Tales?"

Rana mengangguk cepat. "Toko buku itu?"

"Iya," jawab Lia. "Nah, katanya, Time Tales mau buka online store di tempat kita. Terus, Brand Director-nya mau ikutan kick-off meeting ini."

Mata Rana semakin membelalak dan Lia sudah menduga reaksi tersebut. Ketika Lia mendengar berita tersebut dari Tiwi, ia sama terkejutnya.

Time Tales merupakan salah satu toko buku yang kebanyakan menjual berbagai buku impor. Berbeda dengan merek-merek lain di bawah Adhyaksa yang punya cabang di mana-mana, sampai saat ini, hanya ada dua gerai Time Tales di Indonesia setelah salah satu gerai yang berlokasi di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan tutup operasional tahun lalu.

"Dibilang deal gede juga, nggak tahu, ya. Brand-nya memang oke, tapi penjualannya mungkin nggak bisa kita bandingin sama toko buku lain, kayak Gramedia, misalnya." Lia menyandarkan tubuhnya. "Tapi, AOV-nya gede. Satu buku harganya mahal. Maklum, kan buku impor. Order count-nya mungkin nggak semasif Gramedia, tapi bisa dicoba."

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang