28. Single's Day Without Being Single

36.7K 3.5K 86
                                    

Ini sudah kali ketiga bagi Lia untuk melakukan acara sejenis 11.11 yang satu ini. Perempuan itu suah khatam di luar kepala apa-apa saja yang perlu dikerjakan. Tidak ada libur di akhir pekan. Semua harus bersiaga di depan laptopnya. Biasanya, Lia akan mengawasi Real Time Dashboard atau RTD dari jam 12 sampai jam dua atau tiga. Setelah dirasa aman, ia baru akan tidur dan bangun jam delapan untuk kembali bekerja.

Malam ini, Lia sudah duduk di ruang makan dengan laptop. Dua jam menuju tanggal sebelas dan ia harus memastikan semuanya berjalan baik. 

"Seriously? Aku cari-cari kamu hilang nggak tahu ke mana, ternyata di depan laptop begini?" tanya Wira yang keluar dari kamar dengan rambut basah yang tertutup handuk.

Lia tersenyum kikuk. Ia kembali memusatkan perhatian pada layar.

"Lagi bikin apa?" tanya Wira lagi. Lelaki itu berjalan ke belakang Lia untuk mengambil air sekaligus mengintip sedikit.

"Lihatin microsite Time Tales. Takut ada yang salah," jawab Lia sambil mengkotak-katik preview dari landing page yang akan ditayangkan. "Soalnya, product set-nya belum nyala karena produknya masih di-hide dan di-unbuyable. Sudah aku set schedule, sih. Tapi, seringnya, bisa tiba-tiba bug dan nggak keluar sama sekali. Kalau nggak keluar, ya produkmu nggak tayang, kalau nggak tayang ya nggak ada yang beli dan tampilan di situs jadi kosong."

Wira manggut-manggut. Ia mengambil tempat duduk di hadapan Lia dengan gelas di tangan.  "So, I can't get my Friday Cuddle tonight, huh?"

Alis Lia terangkat bergitu mendengar kalimat Wira. "Mas..."

Tawa Wira jelas pecah. Ia terkekeh melihat Lia yang terganggu akibat ulahnya. Wira tahu, pekerjaan ini lebih penting.

"Kamu nggak cuma ngerjain Time Tales, ya?" tanya Wira lagi ketika melihat post it di agenda Lia yang terbuka.

Lia mengangguk. "Ada Dullin Pan sama TracTrav—merek koper." Ia berkata. "Nggak sebesar Time Tales, tapi lumayan PR juga."

"Uhum?" Wira menggumam. "Sampai jam berapa kamu akan begini?"

"Jam dua? Jam tiga? Kalau sudah aman, aku bisa tidur. Jam delapan bangun lagi."

Wira mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya kemudian menuju ke arah kitchen set di belakang Lia.  Aroma kopi menusuk indra penciuman Lia secara tiba-tiba. 

Lia berbalik. Memandang Wira yang masih mengerjakan sesuatu dengan mesin kopinya.

"Kamu ngapain?" 

Pertanyaan bodoh. Sudah jelas Wira sedang membuat kopi.

"Bikin kopi." 

Jawaban yang sudah dapat ditebak.

Lia mengerutkan dahi. "Ya, buat apa?"

"Buat kamu," jawab Wira lagi sambil membuka kulkas dan mengambil susu oat dari sana. "With oatmilk, right, milady?" 

Lia mengangguk pelan sebelum Wira membanting pintu kulkas empat pintunya dan kembali ke mesin kopi yang sudah beruap.

Tak lama, sebuah cangkir warna kuning terang dengan motif polkadot putih sudah diletakan di depan Lia. Mengintip isinya, tampak caffe au lait dengan wangi menggoda.

Lia memicing begitu melihat cangkir lain berisi americano bertengger di depan meja. Perempuan itu ingin protes,  tetapi urung ketika Wira sudah beranjak pergi lagi lalu kembali dengan iPad di tangan.

"Kamu ngapain?" tanya Lia mengerutkan dahi.

"Nemenin kamu," jawab Wira. "Lagipula, aku juga harus ngawasin dan standby. Aku lagi minta anak-anak juga jagain, sih. Masa kalian doang yang kerja."

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang