3. Just For Tonight

63.8K 3.9K 172
                                    

Lia mendecih pelan ketika keluar dari drama murahan yang baru terjadi. Ia butuh mencari ketenangan dan kelab bukan ide bagus. Hingar bingarnya akan membuat kepala Lia makin bising. Kamar kos sumpeknya juga tidak akan pernah bisa jadi tempat kabur. Bar akhirnya jadi solusi.

Gadis itu sampai di sebuah Jazz Bar di daerah Senopati beberapa belas menit kemudian. Ia mendudukan tubuh di meja panjang yang berhadapan dengan bartender. Memesan segelas cocktail, ia duduk sambil menghela napas keras-keras.

Suara manja dari penyanyi bar memenuhi rungu Lia. Sayangnya, suara musik jazz yang mengalun itu tak lantas membuat Lia tenang. Kemarahannya tetap memuncak. Dengung di telinganya akibat ditampar masih begitu mengganggu. Pun demikian dengan perih di pipinya.

Sialan! Pantas saja Bryan tidak pernah mau mengekspos hubungan mereka. Rupanya, lelaki brengsek satu itu sudah punya tunangan.

Pantas juga Bryan terlihat begitu sukses. Siapa sangka kalau lelaki satu itu mendekati bosnya sendiri. Euh!

Lia menyesap minumannya dengan gusar. Kini, ia pasti tampak menyedihkan dengan riasan dan rambut berantakan. Tapi, daripada sedih, amarah lebih menguasai hati perempuan itu.

Wangi parfum dengan notes vanila, musk dan ambergris tercium seraya dengan seorang lelaki yang duduk di sebelah Lia. Ia terdengar memesan minuman sebelum kembali duduk dengan kaki bergoyang-goyang.

Lia mengintip sekilas. Wajah lelaki itu tak begitu jelas terlihat karena ia menghadap ke arah lain. Tubuh atletisnya terbungkus kemeja lengan panjang warna hijau tua yang digulung sampai siku juga celana bahan model slim warna hitam.

He looks hot.

Lia bergidik dan langsung memalingkan wajah. Apa ia sedepresi itu hari ini hingga melihat lelaki lain dengan penuh gairah begitu secara tiba-tiba? Atau, minumannya yang membuat isi kepalanya salah? Atau memang, lelaki itu punya magnet magis yang menarik bahkan hanya dengan melihat sisi kanannya saja?

Mungkin, ketiganya.

Lia menggelengkan kepala pelan. Ia kembali menyesap gelas keduanya untuk mengusir pikiran aneh yang tiba-tiba hinggap itu.

"Caught in the act, huh?"

Suara berat yang terdengar sontak membuat Lia menengok. Kini, pandangan sang puan berhadapan langsung dengan sang pria.

Now, fuck Bryan! karena demi Tuhan, Lia tak bisa berkedip melihat lelaki itu di depan matanya. Walaupun beberapa saat kemudian, tingkahnya berubah jadi salah.

Tawa pecah dari bibir lelaki itu. Ia menyandarkan siku di atas meja, berikut juga kepalanya di tangan. Matanya mengerling jahil.

Lia buru-buru memalingkan wajahnya. Tak ada yang lebih memalukan daripada tertangkap basah menatapi seorang lelaki dengan mulut terbuka.

Tawa kecil lagi-lagi terdengar. "Cewek, sendirian, di bar, minum alkohol dua gelas, what's your problem, Babe?" tanyanya cepat.

Lia seketika mengangkat alis lalu menengok ke arah lelaki itu dengan sedikit sinis. "Gimana lo tahu gue punya masalah?"

"Wild guess?" ucapnya. Ia tersenyum lebar. "Then, you surely have a problem." Nada percaya diri terselip dalam kalimatnya.

Lia mendengkus. Ia menegak minumannya. "Dan lo, cowok, sendirian, di sini, mau nyari mangsa?"

Lelaki itu tertawa. Ia menggeleng-gelengkan kepala. "Just want to have some fun." Ia berucap ringan. "Jadi, mau cerita?" tanya lelaki itu lagi.

Lia memutar bola mata untuk meningkahi rasa gugup. "Bukan tipe yang suka ngumbar masalah ke stranger," jawabnya ketus.

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang