Buat sebagian besar orang, akhir tahun jadi sebuah periode yang menyenangkan. Dengan banyaknya perayaan, lampu yang berpendar dan acara ini dan itu, semuanya terasa begitu meriah. Buat sebagian lainnya—seperti Wira—akhir tahun jadi periode yang paling membuat kepalanya cenat-cenut.
Sudah sejak pagi Wira berhadap-hadapan dengan Darma yang bertindak sebagai Direktur Pelaksana Utama Adhyaksa dan bukan Brand Director Digipro. Keduanya masih alot untuk saling bernegosiasi terkait target untuk Time Tales dan perusahaan baru yang akan Wira pegang, Living Home.
Sebenarnya, permaslahatan target penjualan seharusnya sudah selesai sejak bulan lalu. Dan seharusnya, Time Tales ditutup per tahun depan. Namun, kenaikan penjualan yang terjadi membuat Darma mau tidak mau harus percaya pada Wira dan Time Tales sekali lagi.
Jari jemari Wira memijat pelipis sambil mendesis kecil. Ia menatap angka yang berada di layar. "Nggak bisa kurang, Mas?"
"Lo kurangin, Time Tales gue tutup."
"Yang bener aja!" Wira berdecak sebal.
Kenaikan penjualan Time Tales memang cukup drastis. Tetapi, bukan artinya Wira mau langsung tertimpa target besar begitu.
"Gue hitung growth Time Tales, Wir. Target ini seharusnya make sense." Darma bersikeras pada angka yang ia berikan.
Wira mendecakan lidah sebal. Ia memundurkan kursi. "Ya, terserah, deh! Jangan salahin gue kalau nggak sampe!"
Darma terkekeh. Ia tahu, ancaman Wira hanya omong kosong. Adiknya pasti akan mengusahakan target itu bagaimanapun caranya.
"Ngomong-ngomong," ucap Wira pelan. Ia terlihat ragu.
Darma menyilangkan tangan. Menunggu Wira membuka mulut.
"Gue bakalan ke Sukabumi weekend ini pas Natal sampai Tahun Baru." Wira berucap cepat. "Nanti, ijinnya gue submit habis ini."
Darma mengangkat alis. Ia mendesis kurang suka. "Wira..."
"Kerjaan udah selesai, Time Tales juga udah running smoothly. Meanwhile, Living Home masih baru akan launch kuartal tiga di tahun depan. Sekarang, kita masih cari lokasi dan business size yang sesuai. Either mau dijadiin toko furnitur di mall atau berdiri sendiri—which in our disccussion so far, we tend to open it in the mall, because even IKEA do so." Wira menjabarkan segala sisa pekerjaannya. "Lalu, apa salah gue ambil cuti?"
Darma menggeleng. "Ini bukan soal kerjaan, Wira."
Wira menarik napas. Ia tahu ke mana arah omongan kakaknya. "Mas, kemarin kan udah press conferences, semua udah ditanganin pengacara, kan?"
Konferensi pers yang baru diadakan kemarin menuai kontroversi. Pengakuan Wira pada publik membuat gempar banyak pihak.
"Lo tahu semua belum selesai, kan?" tanya Darma.
Penuntutan kepada Stefani memang masih belum dilakukan. Mereka butuh banyak dokumen dan masih dalam tahap menggertak. Setidaknya, dalam penyampaian itu, pihak Adhyaksa ingin memperjelas garis batas dan ketegasan mereka.
"Kita lihat dalam beberapa hari ini," putus Darma akhirnya. "Kalau memang redaan, lo bisa pergi weekend ini, ijin di sistem nyusul nggak apa-apa."
Wira mengangguk. Lelaki itu berdiri. Kakinya melangkah ke arah pintu. Matanya menatap ke jendela. Ke arah langit yang menggelap. Perasaan dan keinginan untuk bertemu Lia masih terus menggantung di benaknya. Begitu mengebu dan tak tertahankan. Ia ingin menuntaskan semua kerinduannya.
Helaan napas terhembus keras tatkala Wira berjalan di sepanjang koridor. Pandangan tajam dan menghakimi yang pada awalnya membuat Wira tidak nyaman lambat laun mulai membuatnya terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lead Magnet
RomanceADHYAKSA SERIES no. 5 🌼 *** Lead Magnet (n.) An incentive to attract and capture potential customer. Lia--Hazelia Salim--nyaris jantungan ketika ia tahu, kekasihnya, Bryan ternyata sudah berpacaran dengan Lidya Kani Melatika, putri pemilik perusah...